18. PINDAH IBU KOTA, UNTUK SIAPA?

23 4 0
                                    


Pindah Ibu Kota, Untuk Siapa?

Oleh : Zainab Ghazali

Di suatu negeri yang memiliki tumpukan utang, tersiar kabar pemindahan ibu kota. Luar biasa taksiran biaya yang akan digelontorkan. Pembangunan ibu kota baru, seluas 40 ribu hektare membutuhkan sekitar Rp 466 Triliun. Angka yang fantastis. Tapi dari mana dana selangit itu didapatkan?

Pemerintah menenangkan hati rakyat dengan mengajak pihak swasta hingga tak menguras kantong APBN negara. Ada alternatif pembiayaan yang didorong dengan melibatkan swasta, BUMN sebagai investor, kerjasama pemerintah badan usaha, dan kerjasama pemanfaatan aset.

Rencana itu disambut dengan suka cita, karena sang tuan akan melakukan pemerataan ekonomi dengan pindahnya ibu kota. Pernahkah terbayang oleh sang tuan, jika melibatkan swasta, ini berarti makin mengukuhkan neoliberalisme ekonomi. Karena negara kelak berutang pada swasta. Sang tuan akhirnya jadi 'jongos' di negerinya sendiri karena dibawah kontrol swasta yang menjadi raja.

Tak dipungkiri oleh pak menteri bahwa pemindahan ibu kota bermuatan politis. Bahkan dengan gamblangnya pembina LPKAN (Lembaga Pengawas Kinerja Aparatur Negara) menyatakan di balik pemindahan ibu kota Negara ada kaitannya dengan proyek OBOR China dan Proyek New Jakarta 2025.

Masih pernyataan pak Pembina LPKAN, bahwa wacana pemindahan Ibu kota merupakan taktik menutupi rencana busuk New Jakarta 2025. Project tersebut telah disiapkan oleh para Taipan properti berdasarkan pesanan dari Negeri China-Tiongkok. Bukan pernyataan saya lho ya, silahkan bisa di searching lewat google untuk lebih lengkapnya.

Entah apa yang ada di pikiran penguasa. Mungkin memikirkan keuntungan saja. Karena pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira, memandang ada sejumlah risiko terkait pemindahan ibu kota.

Baca baik-baik, dengan diketahuinya beberapa lokasi yang menjadi opsi ibu kota negara, ini menjadi lahan bagi para spekulan tanah. Menyebabkan biaya pembebasan lahan cukup tinggi dan akhirnya, pemerintah akan kembali berutang dan beban utang menjadi membengkak.

Inflasi meningkat karena adanya arus urbanisasi sebagai dampak pemindahan ibu kota, akan menimbulkan lonjakan harga kebutuhan pokok di kota yang menjadi pilihan pemindahan ibu kota.

Kemudian yang terjadi di ibu kota yang baru ialah ketimpangan ekonomi makin melebar, imbas dari pendatang, karena mereka lebih mampu secara ekonomi, dibanding dengan penduduk lokal yang miskin.

Menjadi pertanyaan kita semua, dimana keuntungan untuk rakyat? Tak usah berharap banyak dari kepemimpinan sang tuan. Justru akan memperparah luka yang telah lama menganga. Karena sang tuan telah nyaman menerapkan sistem ekonomi neoliberal.

Yang diuntungkan hanya pemilik modal, bisa dikatakan ini merupakan bancakan mereka, dan rakyat tak dapat apa-apa. Masihkah kita dapat berpikir positif atas setiap kebijakan sang tuan?

Memindahkan ibu kota dengan kembali berutang sama saja semakin membenamkan diri ke dalam lembah yang mematikan. Atas nama kerjasama, negeri tergadai, bahkan terjual. Ini yang seharusnya membuat kita sadar untuk memperjuangkan Khilafah Islamiyah. Sejarah pernah mencatat, pindahnya ibu kota Khilafah dari Baghdad ke Turki. Dan hal tersebut dilakukan tanpa utang.

Saat ibu kota berada di Baghdad, kota tersebut dibangun secara besar-besaran dan dijadikan pusat pemerintahan oleh Khalifah Abbasiyah ke-8, Al Mu'tashim. Sebelum Islam datang, penguasanya ialah Byzantium, dengan kondisi kota yang hanya dibangun di atas puing-puing kuno. Khalifah mendatangkan arsitek pilihan dari berbagai negeri Islam untuk membangun kota dan mendirikan istana. Mempercantik kota dengan taman, danau buatan dan lapangan. Bahkan keindahan istananya menjadi inspirasi para arsitektur di negara-negara Islam lain.

Setelah itu, ibu kota Khilafah berpindah dari Baghdad ke Turki. Konstantinopel menjadi ibu kotanya, yang kemudian berganti nama menjadi Istambul. Kota ini terpadat di Turki, yang kemudian menjadi pusat perekonomian, budaya dan sejarah negara. Ekonominya maju karena pemerintah mengendalikan rute-rute perdagangan darat utama antara Eropa dan Asia.

Dibawah kepemimpinan Kekhilafahan Utsmaniyah, Turki disegani oleh negara-negara lain karena menjadi kekuatan laut terbesar yang mengendalikan sebagian besar laut Mediterania.

Sungguh menakjubkan, karena pemindahan ibu kota tak butuh utang dengan negara lain. Setiap kebijakan pembangunan dalam Islam berorientasi pada kemaslahatan rakyat. Sementara dalam sistem kapitalis neolib semua kebijakan diabadikan untuk kepentingan pemilik modal.

Maka, tak perlu gembira dengan pindahnya ibu kota, kalau kita terus dalam kendali para kapital yang siap membuat kita terpental dari negeri sendiri.





SEMOGA BERMANFAAT.
JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK KALIAN. VOTE DAN COMMENT YA.

TERIMA KASIH.

DREAM HIGH (UPDATE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang