68. Pendidikan Dan Pelatihan : Mampukah Mengangkat Martabat Perempuan?

13 0 0
                                    

Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Silahkan vote dan comment.
Semoga menjadi amal jariyah kita semua. Aamiin Ya Allah.

Awalnya ada pertemuan P.E.N.T.I.N.G
Dalam konferensi dunia tentang perempuan yang dilaksanakan di Sejak Beijing tanggal 4 hingga 15 September 1995 dulu, hingga akhir November 2019 lalu (Refleksi 25 Tahun BPfA+25), seluruh negara anggota PBB sepakat untuk mengadopsi BPfA menjadi resolusi dan merekomendasikan Majelis Umum dalam sesi kelima untuk mengesahkan BPfA.

Ketika pertemuan BPfA+25 atau (Beijing Platform for Action + 25Thn) menghasilkan 12 bidang kritis dan setiap 5 tahun harus dilaporkan perkembangannya oleh setiap negara. Berikut adalah 12 bidang kritis tersebut :

1)Perempuan dan kemiskinan;
2) Perempuan dalam pendidikan dan pelatihan;
3) Perempuan dan Kesehatan;
4) Kekerasan terhadap perempuan;
5) Perempuan dalam situasi konflik bersenjata;
6) Perempuan dalam ekonomi;
7) Perempuan dalam kekuasaan dan pengambilan keputusan;
8) Perempuan dalam mekanisme institusional untuk pemajuan perempuan;
9) HAM perempuan;
10) Perempuan dan media;
11) Perempuan dan lingkungan hidup; dan
12) Anak perempuan.

Pada bagian ini kita bahas poin kedua.

Deklarasi Beijing adalah pendidikan perempuan.

BD menegaskan tentang perlunya menerapkan pendidikan perempuan dan anak perempuan demi mencapai hak-hak perempuan dan demi setara dengan laki-laki⁣.

Oleh karena itu, BD mewajibkan pemerintah negara-negara Muslim untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapainya.

Setelah kebangkitan gerakan pembebasan perempuan di negeri-negeri Muslim berikut seruannya akan pendidikan anak perempuan, banyak sekolah didirikan di atas cita-cita pembebasan perempuan dan gerakan untuk sekularisasi dan liberalisasi pendidikan pun meningkat⁣.

Ini adalah kondisi yang diyakini perlu oleh pemerintah dunia Muslim demi mengimbangi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dicapai oleh Barat.

Pemerintah-pemerintah yang hadir dalam deklarasi mengirimkan berbagai misi ke negara-negara Barat, agar kaum Muslim yang terlibat di dalam misi-misi ini menyerap budaya Barat⁣.

Dengan demikian, memastikan lahirnya perempuan yg berdaya dan sekumpulan lulusan yang terkenal dan telah terpesona oleh orang-orang Barat yang berpengaruh, yang dengan gigih membela Barat dan budayanya, serta menyebarkan konsep Barat di masyarakat mereka sendiri⁣.

Pemerintahan juga mengambil beberapa langkah dalam sektor pendidikan untuk mewujudkan tujuan-tujuan yang dirinci dalam Deklarasi Beijing, CEDAW, dan perjanjian -perjanjian internasional lainnya di tengah masyarakat mereka, termasuk mempromosikan perubahan terhadap pandangan Islam tentang peran dan tanggung jawab gender terkait keluarga yang ada di dalam kurikulum, dengan mengklaim bahwa pandangan ini merendahkan perempuan, dan menggantikannya dengan apa yang mereka sebut sebagai konsep yang adil berdasarkan kesetaraan gender dan cita-cita sekuler lainnya⁣.

Dalam pertemuan pemerintah di konferensi Perempuan Beijing+25, pernyataan yang disampaikan oleh Danty Anwar sebagai perwakilan dari delegasi pemerintah Indonesia menyebutkan ada beberapa keberhasilan yang dicapai Indonesia dalam soal keadilan dan kesetaraan gender yaitu pendidikan bagi perempuan, kuota perempuan di dalam parlemen yang melebihi 30% dan rencana pembahasan Rancangan Keadilan dan Kesetaraan Gender (RUU KKG) walau sempat tertunda. (Yang sekarang dikenal dengan sebutan Kesetaraan Gender/KG, ed.)

Masalahnya, problematik perempuan selama ini semata-mata akibat tegaknya ideologi sekuler kapitalisme. Tak ayal, BPfA+25 hanya ibarat injury time (Pol.: perpanjangan waktu dari waktu normal) dalam mencari solusi global permasalahan perempuan.

Fakta yang menjadi titik asal masalah hanya diselesaikan dengan fakta yang baru, tanpa dihilangkan akar masalahnya. Dengan pendidikan apalagi memberikan pelatihan bagi perempuan bukan mengangkat martabanya, malah akan merendahkan kehormatannya sebagai kemulian seorang Ummuwarabbatulbait.

Perbedaan cara pandang Islam dan Kapitalisme-Sekuler terhadap perempuan sudah sangat jelas.

Kapitalisme memandang perempuan seperti barang yang dapat diperjualbelikan, karena itu ia dieksploitasi kecantikannya, digunakan promosi berbagai produk sekalipun produk itu tidak ada hubungannya dengan perempuan. Perempuan dianggap mesin pencetak uang, unsur penting penopang perbaikan ekonomi. Sehingga perempuan dinilai berharga sesuai dengan materi yang dia hasilkan.

Adapun...

Islam, memosisikan perempuan di tempat yang bergengsi, dan posisi inilah yang berhak dia peroleh sebagai manusia yg bermartabat. Posisi itu adalah ummu wa robbatul bait (ibu dan manajer rumah tangga). Selain itu di dalam Islam, perempuan adalah kehormatan yang harus dijaga. Islam memberikan hak-hak yang sama kepada perempuan seperti halnya pada laki-laki, karena perempuan adalah saudara kandung laki-laki. Islam pun menetapkan hukum-hukum yang memelihara hak-hak perempuan, menjaga kemuliaan, dan menjaga potensi/kemampuannya.

Tentu saja solusi hakiki tidak akan pernah didapatkan. Karena sumber masalah bagi kapitalisme adalah sekularisme itu sendiri. Dan bukan tidak mungkin, ideologi kapitalisme itu pulalah yang sedang membunuh dirinya sendiri.

Dalam sistem kapitalis yang sedang berlaku saat ini, kesetaraan itu ibarat mantra yang dikaitkan dengan semua target pencapain. Tentu target pencapaiannya haruslah materialistik.  Karena itu tidak soal bagi setiap negara untuk memperdaya perempuan demi pencapaian target kapitalistik yang diukur melalui capaian angka-angka materialistik.

Padahal, jika mau jujur, kesejahteraan perempuan tidak akan pernah terwujud dalam sistem kapitalistik. Alih-alih pelatihan atau mengangkat martabat dengan tingginya pendidikan oleh perempuan demi meraih posisi pemereintahan kursi parlemen dgn 30% sumbangsi perempuan dalam praktiknya perempuan dieksploitasi dan mendapat upah yang jauh lebih rendah.

Para pemilik modal juga tidak akan rela memberi upah yang tinggi karena berpegang pada prinsip ekonomi kapitalis, yaitu mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dari modal yang sekecil-kecilnya. Oleh karena itu, kesetaraan upah laki-laki dan perempuan tidak akan terwujud. Bahkan upah yang layak untuk laki-laki pun hanya mimpi.

Dengan demikian ide setara, apalagi dalam dua belas bidang kritis, tidak akan mungkin terwujud dalam bingkai Kapitalisme.

Apalagi Kapitalisme menjadikan manfaat sebagai asas segala sesuatu dan mekanisme pasar menjadi tempat pijakannya. Lebih dari itu, Kapitalisme hanya berpihak kepada para kapital pemilik modal.

Karena itu kesetaraan gender justru bertentangan dengan prinsip ideologi kapitalis itu sendiri, yang memang diskriminatif pada pangkalnya. Inilah yang menjadi sebab hingga kapan pun, kesetaraan hanya sekadar wacana dan bukan realita.

Apalagi landasannya adalah akal manusia yang lemah. dan sungguh tak akan pernah mengangkat martab perempuan kalau bukan dengan penerapan ISLAM.

Wallahu'alam Bish-Shawab.
Sumber : Group WA BMI Comunity Palu





Terima kasih telah membaca tulisan ini. Semoga bermanfaat. Jangan lupa vote, comment, dan share. Semoga menjadi amal jariyah kita semua. Aamiin Ya Rabbal 'alamin.

Follow me🤗 Dalle_Dely
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

DREAM HIGH (UPDATE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang