ISTIQAMAH DALAM KETAKWAAN

10 1 0
                                    

14/06/2019
EDISI 093 – ISTIQAMAH DALAM KETAKWAAN

Ramadhan telah berlalu. Idealnya, setelah melewati masa-masa “training” sebulan penuh selama Ramadhan, setiap Muslim akan menjadi “sosok baru”. Berbeda antara sebelum Ramadhan dan setelah Ramadhan.

Setelah Ramadhan, ia makin rajin beribadah (melakukan banyak shalat sunnah, shaum sunnah, berzikir dan ber-taqarrub kepada Allah SWT, dll); makin banyak bersedekah; makin berakhlakul karimah; makin rajin menuntut ilmu; makin terikat dengan syariah; makin giat berdakwah dan beramal makruf nahi mungkar; dan seterusnya. Sebaliknya, ia pun makin jauh dari perbuatan dosa dan maksiat kepada Allah SWT. Singkatnya, ia makin bertakwa kepada Allah SWT. Takwa inilah yang menjadi “buah” dari shaum yang ia jalani selama sebulan penuh selama Ramadhan (QS al-Baqarah [2]: 183). Jika takwa berhasil ia raih, berarti ia telah melakukan shaum dengan benar. Sebaliknya, jika tidak, berarti shaumnya selama Ramadhan hanyalah sekadar menahan rasa lapar/haus semata. Demikian sebagaimana yang diisyaratkan oleh Baginda Nabi saw. (HR Ahmad dan ad-Darimi).

Tanda-tanda Takwa
Al-Quran banyak mengungkap tanda atau ciri orang-orang yang bertakwa. Di antaranya sebagaimana dinyatakan dalam QS al-Baqarah ayat 3-5. Demikian juga dalam al-Hadits. Begitu pun yang dinyatakan oleh para Sahabat dan banyak ulama dari generasi salafush-shalih. Menurut al-Hasan, misalnya, “Orang bertakwa memiliki sejumlah tanda yang dapat diketahui. Di antaranya: Jujur/benar dalam berbicara. Senantiasa menunaikan amanah. Selalu memenuhi janji. Rendah hati dan tidak sombong. Senantiasa memelihara silaturahmi. Selalu menyayangi orang-orang lemah/miskin. Memelihara diri dari kaum wanita. Berakhlak mulia. Memiliki ilmu yang luas. Senantiasa ber-taqarrub kepada Allah.” (Ibn Abi ad-Dunya, Al-Hilm, I/32).

Terkait takwa pula, Wahab bin Kisan bertutur bahwa Zubair ibn al-Awwam pernah menulis surat yang berisi nasihat untuk dirinya. Di dalam surat itu dinyatakan, “Amma ba’du. Sungguh orang bertakwa itu memiliki sejumlah tanda yang diketahui oleh orang lain maupun dirinya sendiri yakni: Sabar dalam menanggung derita. Ridha terhadap qadha’. Mensyukuri nikmat. Merendahkan diri (tunduk) di hadapan hukum-hukum al-Quran.” (Ibn al-Jauzi, Shifat ash-Shafwah, I/170; Abu Nu’aim al-Asbahani, Hilyah Awliya’, I/177).

Takwa di Segala Masa dan Suasana

Berbicara tentang takwa, Baginda Rasulullah saw. pernah bersabda kepada Muadz bin Jabal ra. saat beliau mengutus dia ke Yaman:

اِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ

“Bertakwalah engkau kepada Allah dimanapun/kapanpun/dalam keadaan bagaimanapun…” (HR at-Tirmidzi).

Terkait frasa haytsuma kunta, dapat dijelaskan bahwa kata haytsu bisa merujuk pada tiga: tempat (makan), waktu (zaman) dan keadaan (hal). Karena itu sabda Baginda Rasul saw. kepada Muadz ra. tersebut sebagai isyarat agar ia bertakwa kepada Allah SWT tidak hanya di Madinah saja: saat turunnya wahyu-Nya, saat ada bersama beliau, juga saat dekat dengan Masjid Nabi saw. Namun, hendaklah ia bertakwa kepada Allah SWT di mana pun, kapan pun dalam keadaan bagaimana pun (‘Athiyah bin Muhammad Salim, Syarh al-Arba’in an-Nawawiyyah, 42/4-8).

Dengan demikian kita pun sejatinya bertakwa tidak hanya saat berada pada bulan Ramadhan saja, yang kebetulan baru kita lalui, tetapi juga di luar Ramadhan selama sebelas bulan berikutnya.

Istiqamah dalam Ketakwaan

Satu hal yang umumnya sulit dipertahankan oleh seorang Muslim adalah keitiqamahan dalam ketakwaan kepada Allah SWT yang selama ini dipupuk dan dipelihara selama bulan Ramadhan. Betapa banyak Muslim yang selama Ramadhan berusaha shalat tepat waktu, khusyuk di dalamnya, bahkan selalu berjamaah di masjid. Banyak membaca, mengkaji dan mengamalkan al-Quran. Berusaha menutup aurat dan berjilbab syar’i (bagi Muslimah). Banyak melakukan shalat malam dan zikir. Banyak bersedekah. Berhenti dari banyak dosa dan maksiat. Demikian seterusnya. Namun, selepas Ramadhan, kadar keimanannya seolah berkurang. Tingkat ketakwaannya seolah menurun. Ibadah shalatnya kembali bolong-bolong. Membaca al-Quran kembali jarang-jarang. Auratnya kembali terbuka. Dosa dan maksiat kembali dilakoni. Demikian seterusnya.

DREAM HIGH (UPDATE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang