Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.Silahkan vote dan comment.
Semoga menjadi amal jariyah kita semua. Aamiin Ya Allah.Pemerintah melakukan berbagai cara untuk membiayai perang melawan Corona. Comot sana, comot sini. Setelah memotong dana para dermawan kementerian/lembaga dan melakukan refocusing anggaran, pemerintah juga membuka rekening donasi.
"Pemerintah akan membuka account khusus di BNPB bagi masyarakat, dunia usaha yang ingin menyumbangkan. Ini akan diumumkan oleh Ditjen Perbendaharaan sebagai account masyarakat yang ingin membantu dan langsung dikelola BNPB," ujar Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, seperti ditulis Rabu (25/3). Merdeka.com
Bendahara Negara ini menambahkan dari segi anggaran, pemerintah sebetulnya siap untuk mendukung proses percepatan penanganan pandemik virus corona di dalam negeri. Namun opsi ini dibuka, untuk membantu meringankan beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pemerintah.
Virus Corona (Covid-19) nampaknya layak dijuluki sebagai virus yang mahal karena besarnya pengeluaran berbagai negara untuk menanggulangi virus tersebut.
Lantas, di situasi ekonomi Indonesia yang disebut tengah memburuk, benarkah pemerintah tengah kekurangan dana dalam menangani pandemi Covid-19?
Sebelumnya, jika kita menelisik tentang pernyataan pengamat ekonomi dan politik Sabang Merauke Circle (SMC), Syahganda Nainggolan, yang memprediksi pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan jatuh dalam waktu enam bulan ke depan.
Simpulan tersebut didapatkan Syahganda karena dengan adanya pandemi Covid-19 yang telah memporak-porandakan perekonomian Tiongkok.
Negeri Tirai Bambu tersebut tidak akan lagi menjadi “penolong sigap” yang akan membantu Indonesia dalam menghadapi masalah ekonomi yang disebut tengah terjadi. Terlebih lagi, Indonesia disebut-sebut telah begitu bergantung kepada Tiongkok secara ekonomi selama ini, khususnya dalam hal investasi infrastruktur.
Pun begitu, dengan pernyataan mantan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli (RR) yang menyebutkan bahwa akan terjadi krisis ekonomi besar yang terjadi menjelang lebaran.
Menurut RR, terdapat lima faktor penting di sektor ekonomi yang jika terjadi secara bersamaan dapat memicu hal tersebut, yakni indikator makro ekonomi yang merosot, daya beli yang menurun, kasus Jiwasraya, ekonomi digital yang mengalami koreksi valuasi, dan terjadinya gagal panen para petani.
Akan tetapi, melihat fakta-fakta yang terjadi belakangan ini, tampaknya pernyataan kedua sosok tersebut harus benar-benar direfleksikan, terutama bagi pemangku kebijakan di negeri ini.
Bagaimana tidak? Saat ini kurs dolar telah menembus Rp 16 ribu. Bahkan, di beberapa kesempatan, hampir mendekati Rp 17 ribu. Itu tentu merupakan indikasi kuat bahwa tengah terjadi persoalan ekonomi yang serius.
Apalagi, juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, juga telah menyebutkan bahwa berdasarkan perhitungan statistik terkait potensi penularan Covid-19. Didapatkan ada sekitar 600 ribu hingga 700 ribu jiwa penduduk Indonesia yang termasuk dalam population at risk atau mereka yang berisiko terpapar virus tersebut.
Dengan demikian, katakankah akan terdapat 700 ribu pasien Covid-19 di Indonesia, bukankah itu benar-benar akan menguras keuangan negara?
Pasalnya, dengan 1.414 kasus Covid-19 yang telah diidentifikasi hingga tanggal 30 maret 2020, pemerintah disebut telah menggelontorkan dana sebesar Rp 158 triliun. Lantas, bagaimana jika jumlahnya menembus 700 ribu kasus?
KAMU SEDANG MEMBACA
DREAM HIGH (UPDATE)
NouvellesAssalamu'alikum warahmatullahi wabarakatuh... BACAAN BERFAEDAH, DUNIA, AKHIRAT. Kalian pasti akan bosan apabila membaca ini. Karena ya, memang gitu. Bacaan yang bermanfaat itu membuat kita jenuh karena godaan setan. Sebaliknya, dengan bacaan yang n...