Wajah gadis itu masih menampakkan kekhawatirannya. Pun langkahnya yang terus berjalan mondar-mandir di ruang tengah rumahnya. Kedua tangannya ia lipat di dada, dengan menggigiti ibu jarinya.
Hingga langkahnya terhenti, bersamaan dengan dirinya yang mendengar suara pintu rumah yang terbuka. Membuat ia menghela napas lega sebelum akhirnya beranjak mendekat pada sosok yang baru saja datang itu.
"Oppa, kau membuatku khawatir."
Hoseok sedikit terkejut di sana. Mendapati Jisoo yang kini sudah berada di hadapannya.
"Jisoo?" Lalu melirik pada jam di tangannya. "Ini masih jam empat pagi. Untuk apa kau berada di sini?"
"Aku mengkhawatirkanmu, Oppa. Oppa bahkan tak menjawab panggilanku. Dan Oppa baru saja pulang pada jam segini? Apa saja yang Oppa lakukan?"
"Ah, itu. Aku baru saja pulang dari kantor."
"Benarkah? Oppa mau aku buatkan sesuatu?"
Hoseok menggeleng, dengan sebuah senyumannya. "Tak perlu, Jisoo. Aku hanya ingin berganti pakaian, baru setelahnya kembali pergi."
Hoseok berlalu lebih dulu. Bahkan sebelum Jisoo melanjutkan ucapannya. Membuat gadis itu akhirnya memilih untuk mengikuti langkah Hoseok yang terlihat terburu-buru.
"Oppa ingin pergi lagi? Oppa istirahat saja lebih dulu."
"Tidak bisa, Jisoo. Aku harus menemui temanku setelah ini yang berada di rumah sakit."
"Teman? Teman yang mana?"
"Ada salah satu temanku yang akan menjalani operasi hari ini. Dan aku akan menemaninya."
"Benarkah? Kalau begitu, aku ikut denganmu."
Hoseok menghentikan langkahnya. Ketika ia baru saja akan membuka pintu kamarnya dan kini berbalik untuk menatap pada Jisoo.
"Tidak perlu. Aku tidak mau jika kau dan ibumu akan bertengkar lagi karena kau yang terus saja dekat denganku."
"Tapi--"
"Jisoo..."
Gadis itu menghentikan kembali ucapannya. Pun dengan sang pria yang benar-benar mengarahkan dirinya pada gadis itu.
"Aku benar-benar merasa berterima kasih padamu untuk semua hal yang telah kau lakukan padaku. Bahkan hingga saat ini. Tapi, melawan ibumu dan selalu berdebat dengannya hanya karena diriku, kumohon hentikan itu. Aku hanya tak ingin membuat jarak lebih jauh antara kau dan ibumu sendiri."
"Tapi, aku hanya mengikuti mana yang benar dan mana yang salah. Oppa benar karena Oppa juga termasuk dalam keluarga ini. Tak seharusnya eomma membenci Oppa dan menerima kehadiran Oppa di rumah ini."
Pria itu tersenyum, menepuk salah satu pundak Jisoo. "Tapi, bagaimana jika ibumu sama sekali tak bersalah?"
Dahi Jisoo berkerut bingung. "Apa maksudmu, Oppa?"
"Bagaimana jika kebencian ibumu padaku benar adanya? Dia membenciku, karena aku memang pantas untuk dibenci olehnya. Lagipula, kita berdua tak tahu apa yang terjadi di masa lalu. Sehingga membuat ibumu membenci diriku dan juga mengapa aku tak mengetahui keberadaan ibuku hingga saat ini."
Jisoo tak lagi bisa menjawabnya. Karena semua ucapan Hoseok padanya terdengar sangat meyakinkan untuknya.
"Maaf untuk mengatakan hal ini. Tapi aku sama sekali tak keberatan dengan semua kebencian ibumu padaku. Karena aku merasa, dibalik itu semua pasti ada suatu alasan mengapa ia membenciku."
KAMU SEDANG MEMBACA
rose ❌ hoperose
Fanfiction[18+] ✔ Cintaku seperti mawar merah Mungkin indah sekarang Tapi duri yang tajam akan menyakitimu Cintaku seperti mawar merah Ya, aku mungkin harum Tapi semakin kamu mendekat, semakin aku akan menyakitimu. ----- ©iamdhilaaa, 2018