Jennie berjalan memasuki klub itu dengan langkah terburu-buru. Wanita itu pun mengedarkan pandangannya, mencari seseorang. Dan ketemu, di lihatnya sosok wanita yang usianya dua kali lebih tua darinya sedang berjoget dengan kondisi setengah sadar. Jennie menghampiri wanita itu.
"Stop, Ma! Kita pulang sekarang!" Jennie menarik wanita yang dipanggil 'Mama' itu untuk keluar dari tempat bising itu.
Wanita itu memberontak, "Lepaskan, Jen! Mama belum selesai. Kau sebaiknya ikut bergabung denganku,"
Jennie memicingkan matanya, berusaha sabar menghadapi wanita yang telah melahirkannya. "Kau sudah mabuk,kita pulang ya?"
Kim Hye Ja, mendecakkan lidahnya. Menatap malas putri semata wayangnya. "Kau tidak seru!" serunya tapi tak urung mengikuti Jennie yang kini menuntunnya untuk keluar.
Setelah memastikan Ibunya sudah masuk ke dalam mobil. Jennie pun menyusul dari pintu yang bersebrangan. Melihat sekilas Ibunya yang kini sudah jatuh tertidur. Lalu menyalakan mesin mobil dan menjalankan mobil itu.
Setelah beberapa lama, Jennie menghentikan mobilnya disebuah rumah. Rumah yang ditempati Ibunya dan dirinya dulu. Rumah yang menjadi peninggalan dari Ayahnya.
Jennie membopong Ibunya masuk ke dalam. Dan meletakkan Ibunya di rajang miliknya. Lalu keluar dari kamar itu. Jennie memutuskan untuk ke dapur, membuat sup pereda pengar untuk Ibunya nanti. Selama menunggu sup itu matang, Jennie mengedarkan matanya melihat isi rumah itu. Masih sama, seperti terakhir ia tinggal. Benda-benda yang masih bersih, seolah pemilik rumah ini tak pernah menggunakannya. Di tembok pun, beberapa figura masih dipajang. Ada satu yang menarik perhatian Jennie. Yaitu, Figura besar yang berisi dirinya yang berfoto bersama kedua orang tuanya. Jennie kecil tampak bahagia dengan senyum yang memperlihatkan giginya. Kedua orang tuanya pun tak kalah bahagia, sebelah tangan Ibunya yang memeluk pinggang Ayahnya dan tangan Ayahnya yang memegang pundak Jennie.
Tiba-tiba matanya memanas, mengisyaratkan bahwa air matanya sebentar lagi akan jatuh. Jennie mengusap matanya kasar, sebelum air mata jatuh menetes. Dilihatnya sup itu sudah matang dan Jennie mematikan kompor. Dan menuangkan kedalam wadah. Jennie pun tak lupa mengambil air.
Kakinya melangkah menuju kamar ibunya lagi. Dilihatnya Ibunya yang masih tertidur, pulas. Jennie meletakkan nampan itu disamping meja Ibunya. Memandang wanita yang mempunyai darah yang sama dengannya, sendu.
"Sampai kapan kau terus seperti ini, Ma?"
***
"Loh, Mama? Kapan sampai?" Hanbin bertanya bingung dengan sosok kehadiran Mamanya.
"Dua jam yang lalu, kau memang tidak pernah perhatian ya denganku!" sembur Nyonya Kim.
"Aku bahkan tak tahu kau akan pulang sekarang, Ma. Oh, ya. Dimana Papa?" Hanbin duduk disamping Mamanya, yang sebelumnya ia kecup pipi wanita itu.
"Papamu sedang mengantar Jisoo pergi dengan Jiwon," tutur Mamanya.
"ck, Dasar Papa! Menganggu orang sedang kencan saja!"
"Seperti kau tidak tahu sifat posesif Papamu itu," Nyonya Kim berkata dengan nada geli. Membayangkan Kim Jin Woo—suaminya yang ikut serta dengan kencan anaknya.
"Omong-omong, soal kencan. Jisoo memberi tahu Mama, katanya kau berhubungan lagi dengan Jennie?"
Ditanya tiba-tiba seperti itu, Hanbin pun tersedak oleh camilan yang dimakannya.
"Jisoo berkata seperti itu?"
Mamanya mengangguk, "Mama ingin bertemu dengan Jennie. Kau bisa kan membawa Jennie kemari?"
"Ma, aku tidak kembali dengan Jennie. Memang kita sempat beberapa kali bertemu, hanya sebatas itu."
Mamanya seolah tak peduli dengan penjelasan Hanbin, ia melanjutkan "Aku tak mau tahu, kau ajak Jennie untuk makan malam bersama, besok."
***
Maka disinilah Hanbin sekarang. Setelah usai jam kerja, Hanbin bergegas ke butik Jennie. Dan terhitung sudah sepuluh menit menunggu. Hanbin belum turun dari mobilnya. Ia meragu, apakah ia masih pantas untuk bertemu dengan Jennie lagi?
Sibuk dengan pikirannya, Hanbin tak sadar dengan sebuah mobil sedan yang terparkir tak jauh darinya. Seorang lelaki turun dari mobil itu, berdiri menghadap butik Jennie. Hanbin tak mengenali mobil itu dan siapa pemiliknya. Ia kira hanya salah satu pengunjung butik. Tidak, sampai ia melihat Jennie keluar dari dalam butik. Bukan menghampirinya, melainkan lelaki yang berdiri itu.
Mereka terlihat sedang menyapa, Hanbin tak bisa melihat jelas siapa sosok lelaki itu. Karena tubuh lelaki itu yang membelakangi Hanbin. Tapi Hanbin bisa melihat jelas, senyuman Jennie kala menyambut lelaki itu.
Jennie kemudian masuk ke dalam butik kembali, tak lama setelah itu ia keluar dengan tas yang ia bawa. Menghampiri lelaki itu lagi dan masuk ke dalam mobil.
Tiba-tida dadanya sesak. Jadi benar bahwa selama ini Jennie sudah melupakannya?
***
"Kau mau makan dimana?" tanya Jaewon pada Jennie.
Ya, Jaewon memang tadi menjemput Jennie di butiknya, bermaksud untuk mengajak Jennie makan malam bersama.
"Terserah kau saja,"
Jaewon mengangguk. Memasuki bulan kedua,hubungannya dengan Jennie meningkat drastis. Jaewon yang kini lebih mengenal Jennie pun tak menyangkal bahwa dirinya sudah jatuh dalam pesona Jennie Kim. Ia menyukai Jennie bukan karena wanita itu mirip mantan tunangannya. Ia menyukai semua yang ada pada Jennie. Kecantikan, kebaikkan, sikap lucu Jennie dan banyak lainnya.
Meski ia tahu perasaannya belum terbalaskan. Tapi Jaewon berusaha untuk membuat Jennie juga mencintainya.
"Customer gila itu membuatku stress! Masa aku harus menyelesaikan gaunnya dalam 3 hari? Dasar perempuan gila!"
Jaewon tertawa sebagai balasannya, ini juga menjadi salah satu alasan mengapa ia menyukai Jennie. Jennie yang terbuka dengannya. Jennie sering kali menceritakkan tentang kehidupannya, bagaimana stressnya ia dalam bekerja, atau sesuatu kejadian lucu yang ia bagikan pada Jaewon. Oh, ya, Jaewon sudah bilang belum, kalau Jennie juga alasannya untuk bisa tertawa lepas seperti tadi?
"Tapi kau tetap melayaninya kan?"
"Benar, untung saja ada Irene Eonnie yang membantuku,"
"Aku juga bisa membantumu,"
"Kau? Memangnya bisa membantuku membuat gaun sialan itu?"
"Tentu tidak..."
Jennie mengerucutkan bibirnya sebal, hampir mencubit perut Jaewon sampai lelaki itu melanjutkan ucapannya, "Aku bisa membantu menghilangkan stress mu. Jadi Jennie Kim, bersediakah kau aku bantu?"
cr ; pinterest.
Hai! Sejauh ini saya mau mengucapkan terimakasih. Terimakasih untuk 1 ribu pembaca. Semoga kalian teteupppp menikmati cerita ala kadarnya ini. Anw mrt (karna skrg bkn busway lagi) gue tuh gak pernah memaksa kalian buat vote/komentar cerita ini. Bagi gue, dgn views yang tiap part ada angkanya itu nunjukkin kalo ada manusia yang baca cerita ini, walbilkhusus mereka yang suka jenbin.
Satu lagi, bikin notes panjang gini ternyata awkward gitu ya...
KAMU SEDANG MEMBACA
At That Time | Jenbin
Fanfiction[completed] Hanbin bertemu kembali dengan mantan terakhirnya, Kim Jennie setelah hampir 10 tahun sejak kali terakhir. Ambisinya untuk melupakan Jennie kian memudar. Hanbin meragu, apakah ia sudah benar-benar melupakan-atau tidak sama sekali melupaka...