[ Extra Chapter : III ]

1.7K 144 9
                                    


"Semua keperluan sudah disiapkan?"

"Sudah, dan demi tuhan, kau sudah menanyakannya kesebelas kali, Jennie!" Hanbin menjawab sambil tangan kirinya sibuk mendorong koper, sementara tangan kanannya ia gunakan untuk menggendong Kim Binnie—putra mereka yang kini menginjak usia dua tahun.

Sedangkan Jennie menggandeng Hani untuk tetap berjalan disampingnya. Mereka terlihat memasuki kamar hotel yang sudah di pesan oleh yang punya acara.

Setelah menaruh Binnie yang sudah terlelap. Jennie menyingkap sedikit gorden dari kamar yang berada di lantai delapan belas itu. Jennie berpikir, Langit sore di kota Kyoto nampaknya jauh lebih indah daripada langit di kota Seoul. Atau ini hanya karena cuaca kota Kyoto dan suasana hatinya yang sedang bagus?

Selama delapan tahun pernikahannya, ia tak pernah melewatkan satu hari tanpa bersyukur. Keluarga kecilnya yang sangat berharga, Jenni sangat mencintai mereka. Setelah dirasa cukup menikmati suasana sore kota Kyoto, Jennie lantas menutup gorden itu kembali. Di lihatnya Hanbin yang kini sedang meninabobokan putri mereka Hani.

Jennie kemudian melihat arlojinya, masih jam 4 sore. Itu artinya ia masih punya waktu tiga jam lagi untuk beristirahat. Dirinya dan Hanbin butuh energi untuk acara malam nanti setelah menempuh perjalanan dari Seoul ke Jepang.

***

"Hanbin, cepat pakaikan baju Hani!!" Perintah Jennie yang kini sedang sibuk menyanggul rambutnya.

Hanbin yang baru saja selesai memakaikan baju untuk Binnie terlihat mengaduh saat kakinya tidak sengaja menubruk meja lantaran mengejar Hani yang sedang berlarian mengitari kamar hotel itu.

Di lihatnya jam sudah menujukkan pukul enam sore, hanya tersisa waktu satu jam lagi. Jennie segera memakai heels berwarna senada dengan gaun yang di pakainya. Sementara Hanbin kini sudah tampan dan gagah dengan tuxedo bewarna biru tua. Sama sekali tidak menunjukkan bahwa pria itu sudah mempunyai anak dua yang suka membantu tugas rumah tangga.

Mereka segera menaiki mobil jemputan mereka menuju tempat acara. Jennie terlihat sedang memeriksa riasannya, takut-takut ada yang berubah.

"Kau pasti sedih ya?" Hanbin bersuara. Ia daritadi tahu bahwa istrinya itu sedikit gelisah.

"Sedikit. Dan pasti setiap keluarga akan merasakan itu bukan? Rasa kehilangan."

Hanbin tak berkomentar lagi, kini sibuk memberikan susu formula untuk Binnie, sementara Hani tampak fokus dengan gadget ditangannya. Dan tanpa mereka sadari, Jennie mengelap sedikit sudut matanya yang berair.

***

Ballroom itu sudah di rubah menjadi sebuah ruangan yang indah dan mewah, terlihat para tamu sudah mulai berdatangan dan mengobrol dengan tamu-tamu lainnya.

Jennie dan Hanbin datang dan melihat orang tua mereka yang sedang asik bercengkrama.

"Ma ... Pa ... " Jennie menyalami orang tuanya dan begitu juga Hanbin. Omong-omong, orang tuanya juga tampak serasi.

"Segera temui adikmu dulu, adikmu masih bersiap di kamarnya." perintah Papanya. Jennie mengangguk, dan menitipkan Binnie dengan Mamanya. Bocah gembul itu tampak nyaman sekarang di gendongan Neneknya.

Jennie membuka pintu itu dan tersenyum saat melihat Adiknya. Jennie pun menghampiri Chanwoo.

"Noona memang kejam ya?" Chanwoo membuka suara setelah selesai di rias oleh penata rias. Ia tak lupa memberi pelukan untuk kakak perempuannya itu.

Jennie membalas pelukan itu. "Aku memang kejam daridulu." katanya.

"Jadi sudah berapa kali Noona menangisiku hari ini?" Tanya Chanwoo tepat sasaran. Jennie terlihat terkejut saat pertanyaan itu diajukan. Padahal kan dirinya sudah berusaha menutupi dengan riasannya.

At That Time | JenbinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang