12. Fairytale

2.1K 206 3
                                    

Kim Jennie. Anak semata wayang dari pasangan Kim Joon Bin dan Kim Hye Ja. Layaknya cerita dongeng, Jennie kecil bagaikan seorang putri di mata orang tuanya. Semuanya terlalu indah, orang tua yang hanya menyayanginya, memanjakan dengan menuruti semua keinginannya, Jennie kecil yakin ia sudah bahagia dan tidak butuh apa-apa lagi. Sayangnya semua kebahagiaan itu mendadak lenyap karena sebuah kabar yang detik itu merubah keluarganya yang bahagia.

Sang Ayah meninggal karena kecelakaan beruntun.

Jennie yang pada itu masih berusia dua belas tahun, tentu sedih luar biasa. Begitupun Ibunya yang sangat mencintai Ayahnya, tak jauh beda dengan dirinya. Kabar itu ia terima sewaktu ia sedang makan siang bersama teman-temannya di kantin sekolah. Mino Oppa—sepupunya datang menjemput Jennie dengan alasan harus pergi kerumah sakit saat itu juga.

Jennie bertanya-tanya. Siapa yang sakit? Dan untuk apa Jennie harus mendatangi rumah sakit?

Jennie melihat sosok yang sangat dikenalinya tertidur dengan nyaman—tapi Jennie kecil menyadari bahwa wajah sang Ayah sangat pucat. Kemudian ia melemparkan pandangannya pada pojok kamar dimana Ibunya menangis meraung-raung yang saat ini ditenangkan oleh Song Yunhyeong—paman nya sambil meneriakkan kalimat "Jangan tinggalkan aku"

Jennie kecil menerka-nerka apa yang saat itu terjadi, dirinya masih belum bisa menyimpulkan. Sampai kemudian suara dokter membuyarkan pikirannya.

"Sudah waktunya jenazah kami bersihkan,"

Tunggu—Jenazah? Bukankah itu panggilan untuk orang yang baru meninggal? Siapa yang meninggal disini?

Pertanyaan itu terjawab saat dua orang perawat datang dan memindahkan Ayahnya ke sebuah bangsal yang kemudian mendorongnya keluar. Ibunya makin berteriak histeris, tidak mempedulikan Song Yunhyeong yang berusaha ekstra menenangkannya. Kini Jennie mengerti apa yang terjadi.

Ayahnya meninggalkannya.

***

"Sudah hampir 20 tahun, Yah. Bagaimana kabar Ayah disana?" Jennie bertanya pada sebuah batu nisan yang bertuliskan nama Ayahnya. Ia mengusap air matanya sedikit, "Ayah pasti rindu Jennie kan? Karena Jennie sangat sekali merindukan Ayah. Jennie sudah bertumbuh dewasa, Yah. Jennie juga sudah berhasil menggapai cita-cita Jennie. Itu semua tak lepas karena dukungan Ayah. Ayah ingat sewaktu sekolah dasar Ayah sering kali memuji gambarku yang lebih mirip seperti kotoran sapi itu?"

Jennie menarik napas perlahan, berusaha mengatur napasnya yang kini terasa sesak. "Maafkan Jennie, Jennie belum bisa menjaga Mama dengan baik. Jennie belum bisa jadi anak yang berguna. Maafkan, Jennie."

Tak ada jawaban. Hanya terpaan angin dan suara binantang kecil yang mendominasi.

"Rasanya Jennie sudah tidak kuat , Yah. Jennie ingin sekali bersama Ayah. Tapi Mama pasti lebih membutuhkan Jennie 'kan, Yah? Ayah pasti juga melarang Jennie." ucap Jennie diselingi kekehan kecil yang malah terlihat seperti isakan.

"Maaf, tidak bisa menepati janji Ayah. Jennie masih menjadi anak perempuan yang cengeng. Jennie sayang Ayah. Ayah baik-baik disana. Jennie selalu mengirimkan doa untuk Ayah."

***

Sehabis dari Makam Ayahnya, Jennie memutuskan untuk mendatangi rumahnya. Berniat memeriksa keadaan Mamanya. Jennie memang sudah tidak tinggal bersama Mamanya lagi sejak lebih dari 12 tahun. Tepatnya saat ia baru masuk perkuliahan.

Ia memilih tinggal sendiri disebuah apartemen. Alasan yang sebenarnya adalah Jennie pindah karena ia merasa tidak kuat untuk tetap menetap dirumah yang banyak menyimpan kenangan bersama Ayahnya. Jennie takut kalau ia masih belum bisa mengikhlaskan Ayahnya dan membuat Ayahnya merasa sedih. Maka dengan alasan 'Ingin Hidup Mandiri' Jennie diberikan izin. Sementara Mamanya masih kukuh mempertahankan rumah itu.  Menjaga rumah itu berserta kenangan didalamnya. Kerap kali Mamanya tertangkap oleh Jennie yang sedang membersihkan ruangan kerja Ayahnya dengan menangis. Tidak mencuci baju Ayahnya karena takut bau Ayahnya akan hilang. Dan tertidur dengan memeluk pigura foto Ayahnya.

Jennie tahu, ia egois. Lebih mementingkan dirinya sendiri, takut untuk terluka. Tanpa memikirkan bahwa ada Mamanya yang lebih lebih terluka. Jennie sangat menyayangi Mamanya, karena bagaimanapun Mamanya adalah satu-satunya keluarganya.

Tapi semenjak tahun kedelapan kematian Ayahnya. Mamanya sedikit berubah. Ia lebih sering menenguk alkohol alih-alih air mineral. Datang dan keluar klub. Mencari pria mana saja yang akan dikencani. Perbuatan itu masih dilakukannya sampai sekarang. Dan untuk kedua kalinya, ia merasa sangat egois. Karena bagaimanapun dirinya adalah penyebab semua kekacauan itu. Mamanya membutuhkan seseorang. Mamanya kesepian. Dan sebagai anak, Jennie tidak bisa menemani wanita yang telah melahirkannya itu.

Jennie masuk ke dalam rumah dan mendapati Mamanya yang sedang menelpon seseorang.

"Ya, sayang. Malam kita bertemu ditempat biasa,"

Jennie berdehem membuat Mamanya menurunkan telepon dari telinganya. Memandang Jennie dengan tatapan tajam. Sambil mengatakan 'Tunggu Sebentar'

Jennie memutar kedua bola matanya, menunggu sampai Mamanya menyelesaikan panggilan. Setelah Mamanya menutup telepon Jennie menghampiri wanita itu.

"Aku harap Mama berhenti mengencani pria-pria asing itu,"

"Kau peduli apa denganku?"

"Ma! Please, Jennie mohon sama Mama. Siapa kali ini lelaki itu? Pria muda yang alih-alih lebih cocok menjadi kakak ku?"

"Tidak, kau tidak perlu tahu."

"Jennie rindu Mama, Jennie ingin bersama Mama lagi."

"Aku tidak mau dengan seseorang yang sudah melupakan Ayah kandungnya," Mamanya berkata dingin.

"Aku tidak pernah melupakan Ayah! Ma, Mama harus mengikhlaskan Ayah! Dan mengikhlaskan bukan berarti melupakan. Ayah masih ada di dalam hati kita."

Mamanya terdiam. Jennie merangsak maju untuk memeluk Mamanya, "Kita bangkit bersama-sama ya? Menata kembali hidup."

Jennie melepaskan pelukannya dan menatap Mamanya dengan tatapan sendu. "Please, mau kan berubah demi Jennie? Demi Ayah diatas sana? Jangan kecewakan kami lagi."









Akhirnya bisa menunjukkan sisi lain seorang Yayuk Jenjen. Jennie sebenernya gak pendendam, dan gak begitu pula cepat melupakan. Gitu temen-temen...

Nah soal masalah hubungan dia sama mas Jaewon. Dia sebenernya tipe orang yang 'manusia' banget. Gak perlu digombalin, cukup orang tulus aja dia mungkin bisa baper... hehehe.

Dan yang nunggu scene jenbin, nanti dulu...sabar dulu....disimpen dulu...

At That Time | JenbinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang