Jaewon tidak bisa mengenyahkan ucapan Hanbin beberapa hari yang lalu kepadanya. Bagaimana Hanbin bisa mengatakan bahwa ia sudah menjalani hubungan Jennie dari sepuluh tahun yang lalu. Ketika Jaewon saja baru mengenal Jennie kurang dari setengah tahun.
Mungkin Hanbin hanya mengada-ada. Pikir Jaewon. Mungkin lelaki itu hanya masih tidak terima kalau Jennie sudah bersama Jaewon.
"Aku tahu Hanbin menemuimu lusa kemarin." Suara Jennie mengalun ditelinganya. Karena tak mempunyai alasan untuk berbohong, Jaewon mengangguk.
"Apa yang Hanbin katakan, jangan kau telan mentah-mentah. Dia memang selalu begitu." ucap Jennie lagi.
Jaewon menatap Jennie. Benarkah ia pernah bertemu dengan Jennie di masa lampau? Benarkah apa yang dikatakan oleh Hanbin?
Semua itu tidak benar. Hati Jaewon bersikukuh. Jennie masih berceloteh tentang sifat Hanbin. Jantung Jaewon berdetak dua kali lebih cepat, saat menyadari sesuatu. Ia menatap dalam Jennie. ia tahu maksud ucapan Hanbin. Dan membenarkannya.
Tidak. Bukan Jennie, melainkan Jane.
Entah dimana Hanbin melihat Jaewon bersama Jane. Jaewon tak tahu pasti. Yang Jaewon tahu, Hanbin sudah salah mengira. Hanbin sudah salah menuduh. Lelaki itu salah paham.
"Kali ini apa yang kau pikirkan?" Jennie bertanya dengan nada serius.
"Tidak ada. Hanya saja, kau terlihat semakin cantik."
"Ya! Jangan menggodaku seperti itu!" Jennie merasakan pipinya memanas. Sial, ia merona.
Jaewon tertawa, dan mencubit pipi Jennie gemas. Biarlah rahasia ini ia ketahui sendiri. Tentang kesalahpahaman Hanbin. Ketidaktahuan Jennie. Semua itu akan ia simpan sendiri.
***
Dahyun tanpa memencet bel langsung membuka pintu rumah tersebut. Rumah itu seperti biasa sepi bukan main, karena hanya ada pemilik tunggal yang tinggal. Dahyun menaiki tangga dan menuju sebuah kamar. Ia mengetuk pelan, dan membukanya. Matanya bersitatap dengan seseorang yang kini terbaring di ranjang dengan ponsel ditangannya.
"Yak! Oppa, kenapa kau bisa sakit begini?" Dahyun menghampiri lelaki itu dan duduk di tepi ranjang.
Lelaki yang sedari tadi fokus dengan benda pipih itu menatap Dahyun dan tersenyum. "Oppa-mu ini juga manusia, bisa merasakan sakit."
"Untung saja aku sudah kembali kesini. Coba kalau aku masih di Jepang, siapa yang akan merawatmu kalau sedang sakit seperti ini?" Dahyun berkaca-kaca.
"Hei, aku tak apa sendirian. Aku bisa merawat diriku sendiri." Lelaki itu mengusap kepala Dahyun.
"Makanya Oppa cepat cari pasangan, biar ada yang mengurus Oppa!"
Lelaki itu terkekeh, "kau tahu sendiri aku bagaimana. Aku tidak bisa melupakan dia."
Dahyun terperangah. "Kau masih tidak bisa melupakan perempuan itu? Yaish! Yang benar saja Oppa! Perempuan itu tak pantas untukmu." Ucap Dahyun menggebu-gebu.
"Hanya aku sendiri yang bisa menilai kepantasan seseorang untukku, Dahyun." ucapnya tegas.
"Maafkan aku, Oppa. Aku hanya kesal karena perempuan itu tidak membalas perasaanmu. Sebagai adikmu, kau tahu aku juga ingin melihat kakak-ku bahagia."
"Aku sudah bahagia, Dahyun. Mempunyai adik perhatian sepertimu, sungguh membuatku merasa bahagia. Lagipula, perempuan itu hanya belum membalasku."
"Perempuan itu memang bodoh karena menyia-nyiakan lelaki sepertimu, Oppa. Andai kita tidak mempunyai ikatan keluarga. Aku pasti sudah mencintaimu sebagai perempuan." Dahyun berkata dengan nada sedih yang dibuat-buat.
KAMU SEDANG MEMBACA
At That Time | Jenbin
Fanfiction[completed] Hanbin bertemu kembali dengan mantan terakhirnya, Kim Jennie setelah hampir 10 tahun sejak kali terakhir. Ambisinya untuk melupakan Jennie kian memudar. Hanbin meragu, apakah ia sudah benar-benar melupakan-atau tidak sama sekali melupaka...