"Jadi hari itu akan tiba."
Jennie bergumam pelan, namun disusul dengan sebuah senyuman singkat. Ia mengulang kalimat itu beberapa kali.
Pandangannya mengadah keatas, menatap damainya langit waktu sore menjelang malam. Handphonenya ia biarkan tergeletak disampingnya. Ia duduk di kursi yang berada di taman ditemani oleh musik yang ia nyalakan melalui applikasi handphonenya.
Ia bernyanyi mengikuti nada, melatunkan irama sesuai penyanyi tersebut. Ia memejamkan mata dan menikmatinya dengan tenang.
Seseorang kemudian bergabung disampingnya. Orang tersebut hanya diam, tapi Jennie tahu orang itu sedang menatapnya.
"Sudah selesai dengan urusannya?"
Dengan mata masi terpejam, Jennie bertanya kepada seseoran disampingnya. Tangannya ia gunakan untuk menghentikan lagu yang terputar.
"Sudah,"
Jennie membuka matanya, lalu menoleh kesamping. Pada sosok yang kini terasa lebih hidup dari kali terakhir ia jumpai.
Senyum itu.. sudah lama rasanya ia tidak melihat senyum cerah milik orang itu. Lalu matanya yang selalu bersinar seolah menyimpan ambisi kuat yang tak terkalahkan. Lalu hidung mancung yang tak pernah luput dari perhatiannya. Serta bibir sosok itu yang selalu menyunggingkan senyum dan tawa kesukaannya.
Jennie mengambil lengan kanan sosok itu dan mengusapnya pelan. "Jika merasa kesulitan, mencobalah untuk bercerita. Jangan kau pendam sendirian."
Sosok itu tidak menjawab, tapi tetap menyimak dan juga menikmati usapan pada lengannya.
"Meskipun bukan aku orang yang kau tuju, tapi aku akan selalu menantikan setiap ceritamu dan berbagi keluh kesahmu denganku. Kau paham?"
Sosok menjawab hanya dengan anggukan. Jennie tersenyum puas melihatnya. Ia lalu memiringkan kepalanya dan menyandarkan pada pundak lelaki itu.
"Hari-harimu pasti terasa sulit bukan? Maaf bila terkadang aku tidak ada disisimu."
"Tidak apa. Aku mengerti,"
"Tapi... aku serius kalau aku ingin kita bersama lagi. Kau tahu 'kan, maksudku... diatas panggung."
Tak disangka, sosok itu terkekeh. "Menggunakan alibi itu untuk menutupi kerinduanku, serius?" Tanyanya jahil.
Jennie mendengus. Dengan kesal memukul bahu yang menjadi sadarannya. "Kau memang menyebalkan!"
"Tapi hanya manusia menyebalkan ini yang bisa membuatmu merindu. Aku benar bukan?"
Jennie mengedikkan bahu, berpura-pura tidak peduli. "Ya-ya terserah padamu saja." Yang sukses membuat sosok yang membuatnya kesal tertawa puas.
"Aku suka ketika kau tertawa seperti ini. Rasanya.. damai. Membuatku percaya bahwa di dunia ini tidak ada orang-orang jahat yang mencoba menyakitimu." Jennie berucap pelan. Melalui perkataannya sosok itu menjadi terdiam.
"Setiap saat aku selalu bertanya, mengapa mereka bisa berbuat jahat seperti itu? Cacian dan makian mereka sungguh itu mengerikan." Lanjut Jennie lagi.
Meskipun ia juga sering mengalaminya. Tapi ia bukanlah tipe orang yang tidak bisa mendengar lontaran caci dan maki terhadap orang-orang disekitarnya.
"Dunia hanya tentang memilih menjadi baik atau buruk. Dan mereka hanya melakukan pilihan yang dipilihnya." Kata sosok itu. "Tapi, bukan berarti kita juga bisa menghakimi pilihan mereka." Tambahnya lagi.
"Tapi 'kan setidaknya mereka harus bertanggung jawab atas apa yang dipilihnya. Bukankah setiap manusia harus berani menerima resiko atas apa yang diperbuatnya."
"Lalu menurutmu, apakah aku termasuk orang yang betanggung jawab?"
"Lebih dari itu." Jennie menjawab. "Kau tahu, tidak mudah untuk berada diposisi sulit seperti itu. Aku pun tidak berani membayangkannya. Sedangkan kau..." Jennie tidak bisa melanjutkan ucapannya. Matanya kembali berkaca-kaca ketika dipaksa mengingat hari-hari sulit yang sosok itu jalani.
"Terkadang yang bisa kita lakukan hanya diam. Karena mungkin diamnya kita bisa menjadi jawaban. Kau ingat pepatah yang mengatakan diam itu emas bukan?" Tanya sosok itu yang membuat Jennie mengangguk cepat.
"Dan mungkin karena diammu itu yang menjadi jawaban dari penantian panjang yang selalu aku impikan." Jennie menjawab dengan tersenyum. Senyumnya pun menular pada sosok disampingnya. Membuat sosok itu langsung merentangkan tangan dan tanpa waktu lama, Jennie segera menyambut pelukan itu. Sesuatu hal yang sudah sangat Jennie rindukan.
Ditemani dengan langitnya yang semakin menggelap. Matahari yang kini hampir berganti tugas dengan bulan. Jennie tersenyum dan melafalkan kalimat. Hari itu telah tiba. Lalu sekoyong-koyongnya pelukan itu makin mengerat ketika Jennie membisikkan sebuah kalimat.
"Selamat datang kembali, Kim Hanbin."
***
Sekitar pukul 12 siang tadi, pas banget abis selesai ujian sekolah. Temenku buka ig dan nunjukin news dari portak kpop.
Isi article yg bikin aku langsung nangis sujud syukur saat itu juga.
Hasil dari penantian panjang yang alhamdulillahnya membuahkan akhir yang bahagia. Setelah kurang lebih 8 bulan lamanya, hidupku terasa lebih ringan.
Lalu sekarang, aku nggak terlalu mau minta yang muluk-muluk. Apakah kedepannya Hanbin juga bakalan kembali lagi ke ikon atau ikon yang kembali pada Hanbin. Aku gak mau memaksakan kehendak, biarkan semuanya mengalir seiring jalan. Yang aku harapkan cuma semoga saat ini dan seterusnya hanya kebahagiaan lah yang mengikuti Hanbin dan ke6 anggota lainnya.
Selamat untuk kalian.
#HelloHanbinIsFree
KAMU SEDANG MEMBACA
At That Time | Jenbin
Fanfiction[completed] Hanbin bertemu kembali dengan mantan terakhirnya, Kim Jennie setelah hampir 10 tahun sejak kali terakhir. Ambisinya untuk melupakan Jennie kian memudar. Hanbin meragu, apakah ia sudah benar-benar melupakan-atau tidak sama sekali melupaka...