Tekan bintang ⭐sebelum membaca
Happy reading
❇
Minggu pagi ini terasa berbeda. Udara lebih sejuk dari biasanya, karena kota Jakarta semalam diguyur hujan. Petrichor masuk ke indra penciuman Alana saat ia menarik napas dalam. Sungguh pagi yang menenangkan.Alana berjalan telanjang kaki di rumput samping rumahnya. Tapak kaki mulai terlihat saat kaki Alana menapaki rumput basah bercampur antara air hujan dan embun. Segar sekali rasanya. Senyum Alana mengembang sempurna, belum pernah paginya seindah ini.
"Lagi ngapain, kamu?" tanya seseorang dari belakang. Tanpa menoleh pun Alana tau siapa yang sedang bertanya.
"Main." balas Alana singkat.
"Masuk dulu yuk, sarapan bareng," ajak Arin.
Alana diam, Arin sangat mengerti dalam pikiran Alana sekarang. "Papa kamu belum pulang, kita sarapan bertiga dulu," ucap Arin.
"Yaudah iya, Alana cuci kaki dulu," ujar Alana. Dengan segera dia mengambil sandal dan berjalan ke arah keran air di dekatnya.
Arin tersenyum manis saat Alana menatapnya, seakan arti tatapan itu memastikan ucapan Arin memang benar. Bukan alibinya supaya Alana mau diajak sarapan bersama-sama. Selagi Alana sibuk mencuci kaki, senyum Arin berubah masam. Ternyata anaknya masih belum bisa menerima suaminya.
Wajah masam Aurel yang dilihat Alana pertama kali saat dia duduk di kursi makan.
"Lama banget sih, udah lapar gue," semprot Aurel pada Alana. Alana hanya memutar matanya malas, baginya sudah menjadi makanan sehari-hari omelan dan semprotan Aurel.
"Aurel..!" tegur Arin. Aurel memaksakan senyumnya pada Arin saat dia mengetahui kesalahannya. Di rumah ini, siapapun tidak boleh memakai panggilan lo-gue yang dinilai kurang sopan oleh kedua orang tua mereka.
Oleh karena itu, Alana dan Aurel berani memakai panggilan tersebut jika tidak ada mama ataupun papanya.
Sepiring nasi goreng dan diatasnya ada telur mata sapi sudah terhidang dihadapan Alana. Asapnya menguar ke udara membawa aroma yang menggugah selera makan siapapun yang menciumnya.
Alana mengerjapkan matanya, lidahnya terasa kelu bahkan untuk mengucapkan sepatah kata pun. Nasi goreng ini, seperti nasi goreng buatan Arin. Alana sudah sangat hafal rasanya, karena dulu, setiap hari Alana yang meminta mamanya untuk membuatkan bekal nasi goreng.
Entah mengapa pikiran Alana melayang suatu hal. Dulu, Alana juga pernah merasakan seperti ini, sarapan nasi goreng yang dibuatkan mamanya, makan bersama di ruang makan, tetapi sekarang ada yang kurang, yaitu ayahnya.
"Alana ... Kok melamun? Ada apa?" tanya Arin. Aurel menghentikan aktifitas makannya sebentar dan ikut menatap Alana.
Alana tersenyum canggung. "Enggak, Ma. Cuma sekilas keinget sesuatu."
Arin mengangguk percaya dengan penjelasan Alana, tetapi Aurel tidak mudah percaya begitu saja ucapan Alana. Pasti Alana sekarang menyembunyikan sesuatu darinya, terlihat dari matanya dan gerak geriknya dari tadi, lebih banyak melamun. Selagi Alana tidak menceritakan apa-apa, Aurel juga tidak ingin tahu.
Kamar bernuansa pink sudah menjadi 'teman' Alana seharian ini, yang dia lakukan tidak jauh-jauh dari sana. Berguling-guling di kasur tidak jelas, membaca buku menghilangkan rasa bosan, sampai maraton beberapa film. Tapi nyatanya, Alana tetap merasa bosan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Buku Harian Alana [✔]
Teen FictionCerita sudah tamat dan part masih lengkap. Yuk baca :) Jangan lupa follow juga ya :) #3 in penulisamatir 11 Juli 2019 #1 in dariel 31 Juli 2019 #9 in highschoolstory 19 November 2019 Alana Stephanie Indrawan, nama yang tertulis di akta kelahirannya...