Tekan bintang ⭐ sebelum membaca
Happy reading
❇
Suasana hati Alana sedang tidak baik untuk hari ini. Lebih tepatnya dari kemarin, sejak ia mengetahui buku harian lamanya ada di tangan Devan.
Di saat sahabatnya pergi ke kantin untuk makan, Alana justru pergi ke taman sekolah. Ia duduk di bangku di bawah pohon yang rindang, seorang diri. Alana menatap kosong lurus ke depan, tak terasa setetes air matanya jatuh. Gadis itu dengan segera mengusapnya. Emosinya masih naik turun, kadang ingin marah sendiri terkadang juga ingin menangis saja rasanya. Ia kecewa. Sahabat dekat yang dia percaya, ternyata tak sepenuhnya bisa dipercaya.
Saat sedang melamun, Alana merasa pundaknya di sentuh seseorang. Ia menoleh ke belakang, melihat pelakunya siapa. Saat tahu itu Devan, Alana menyentakkan pundaknya dan menatap lurus ke depan. Seolah tak menganggap keberadaan Devan disini.
"Gue minta maaf," sesal Devan. Karena masih tak ada respons dari Alana, Devan nekat duduk di sebelah gadis itu.
Alana masih setia tak acuh terhadap Devan. Ingin sekali dia mengusir Devan dari sini, karena ia sedang ingin menyendiri. Namun, taman sekolah ini milik umum, bukan milik Alana pribadi jadi setiap orang berhak ada disini.
"Alana, dengerin gue ... Please," ucap Devan.
Merasa kesal tak ada sahutan dari Alana, kedua tangan Devan menyentuh pundak Alana dan memutarnya. Menjadikan ia dan Alana berhadapan, mungkin bisa dibilang bertatapan dalam. Karena mata Devan menatap lurus mata Alana yang berkaca-kaca.
Devan menjadi gusar, ia marah dengan dirinya sendiri. Seharusnya ia tidak melakukan itu sebelumnya. "Gue salah, gue mohon lo bisa maafin kesalahan gue yang terbilang fatal ini,"
Air mata dan isakan tangis yang sedari tadi ditahan Alana, luruh juga. Ia menangis, perasaannya campur aduk antara harus marah dengan Devan atau menerima permohonan maaf yang tulus dari Devan. Alana sadar kesalahan Devan sangat fatal untuk ini, tapi apakah dia bisa memaafkan?
"Jangan nangis, gue nggak suka lihat lo nangis ... Apalagi penyebabnya gue," ujar Devan, pelan.
Setelah dirasa cukup tenang, Alana bertanya, "Pasti ada alasannya, kan?"
Devan mengangguk. Alana meminta Devan menceritakan alasan mengambil buku harian lamanya, dan satu hal lagi Alana meminta Devan untuk jujur tentang semuanya hari ini.
"Gue penasaran sama isi hati lo yang sebenarnya," celetuk Devan.
Alana menatap Devan tidak percaya. "Lo tau kan kalau itu privasi?" retoris Alana.
Kepala Devan mengangguk perlahan. Lalu ia menunduk menatap sepatunya, tak berani menatap wajah Alana.
"Maafin gue...." lirih Devan.
Alana membuang wajahnya, ia takut tak jadi marah karena melihat Devan memohon seperti ini. "Udahlah, udah kejadian juga ... Pasti lo juga udah baca semuanya, kan? Dan sekarang nggak ada lagi rahasia gue yang nggak lo tau,"
"Gue harap lo paham. Cuma lo satu-satunya orang yang tau isi diary gue, bahkan keluarga dan sahabat cewek gue nggak tau ... Gue juga mau nggak berharap lebih sama lo. Tapi gue minta, please, jangan bocorin ke siapa-siapa," jelas Alana masih tak menatap ke arah Devan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Buku Harian Alana [✔]
Novela JuvenilCerita sudah tamat dan part masih lengkap. Yuk baca :) Jangan lupa follow juga ya :) #3 in penulisamatir 11 Juli 2019 #1 in dariel 31 Juli 2019 #9 in highschoolstory 19 November 2019 Alana Stephanie Indrawan, nama yang tertulis di akta kelahirannya...