Part 14 - Harus Yakin

699 65 0
                                    

Tekan bintang ⭐sebelum membaca

Happy reading



"Devan, sini sebentar nak!" ucap Nesti sedikit berteriak karena jarak dapur dan ruang keluarga lumayan jauh.

Merasa dipanggil mamanya, Devan beranjak dari sofa depan televisi menuju ruang makan. Disana dia melihat Nesti menaruh beberapa cheese cake buatannya ke dalam kotak bekal.

"Kenapa, ma?" tanya Devan.

"Tolong anterin cheese cake ke rumah Alana, ya?" suruh Nesti.

"Tapi ini kan udah malem ma, kalau pada tidur gimana?"

"Nggak ada! Alana biasanya tidur jam sembilan kok," sanggah Nesti. Melihat Devan ingin mengatakan "sok tau", Nesti segera menyela, "Alana sendiri yang cerita,"

Devan cemberut, tetapi dia tetap mengambil kotak bekal itu dan melangkah menjauhi ruang makan.

Di tempatnya, Nesti tersenyum manis menatap punggung Devan yang mulai menjauh. "Semoga suka masakan tante, Alana." gumam Nesti.



Malam ini keluarga Alana lengkap, mama papanya sudah pulang dari luar kota sore tadi. Saat ini mereka berempat sedang makan malam di ruang makan, mungkin orang yang tidak begitu mengenal mereka akan beranggapan keluarga ini sangat harmonis. Tetapi kenyataannya tidak, Alana belum sepenuhnya bisa menerima Rudy sebagai papanya. Tidak tahu kalau Aurel.

Setelah makan malam selesai, Alana beranjak menuju kamarnya mengambil sesuatu, suasana hatinya cukup bagus untuk menulis sesuatu.

Cuaca terang malam ini sangat mendukung Alana untuk menulis isi hatinya pada buku harian pemberian Devan. Kepala Alana mendongak sebentar dan tersenyum, langit malam bertabur bintang menjadi objek utama yang dilihat Alana. Kini dirinya sedang duduk di kursi kayu yang terletak di halaman samping rumahnya, kaki telanjangnya menginjak rumput kecil yang rapi. Terasa geli. Bertemankan cokelat hangat di meja, Alana mulai menulis curahan hatinya.

Kedatangan Aurel seketika membuat Alana menyudahi acara menulisnya, walaupun belum selesai. Ia segera menutup buku warna pink itu dan menggeser duduknya, memersilakan kakaknya duduk disamping Alana.

"Ngapain malem-malem disini?" tanya Aurel, penasaran sekaligus heran. Padahal kasur empuk di kamar sudah menunggu Alana, ingin memberikan kenyamanan. Tapi Alana memilih berada disini untuk sementara waktu. Setidaknya sampai dia selesai menulis diary malam ini.

"Nggak papa, lihat bintang," jawab Alana tidak sepenuhnya berbohong. Aurel sempat melihat sekilas buku harian Alana, tapi ia urung menanyakan. Mungkin saja itu privasi bagi Alana.

"Oh iya kak, kak Ferris adik kelas kakak, ya?" tanya Alana. Mata Aurel yang sebelumnya menatap langit kini beralih menatap wajah penasaran adiknya.

"Iya, dia juga ikut gabung cheerleader kok. Emang kenapa?"

"Berarti bener! Tau nggak kak, sekarang ketua cheerleadernya kak Ferris," ucap Alana.

Aurel mengerutkan keningnya bingung. "Yakin Ferris?" tanyanya seakan tidak percaya.

"Yakin kok, dia juga ramah banget orangnya," tutur Alana semangat. Ia suka dengan sifat Ferris yang ramah dan supel, tidak heran dia menjadi ketua.

"Berarti Cindy yang pilih Ferris," gumam Aurel. Alana mengangguk setuju, Cindy adalah mantan ketua cheerleader yang sekarang sudah digantikan oleh Ferris karena Cindy sudah kelas dua belas. "Padahal dulu Ferris anaknya lumayan susah diajari gerakan baru," lanjut Aurel.

Buku Harian Alana [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang