Part 19 - Perubahan

610 53 0
                                    

Tekan bintang ⭐sebelum membaca

Happy reading

"Assalamualaikum." salam Alana, sebelah tangannya dia gunakan untuk menahan pintu. Perlahan kakinya masuk, melewati ruang tamu.

"Walaikumsalam, eh anak mama udah pulang," sahut Arin. Alana masih berdiri di posisinya, melihat Arin yang berjalan mendekati tubuh Alana. Semakin dekat, tanpa aba-aba wanita yang sedang mengandung itu memeluk Alana, mencium bau tubuh Alana.

"Mama jangan gitu ah, Alana kan belum mandi," Alana berusaha menjauhkan badannya dari Arin. Setelah pelukan terlepas, Alana mengajak Arin duduk di sofa ruang tengah.

Alana menatap mamanya curiga, tidak seperti biasa Arin menyambutnya ketika pulang sekolah. Bahkan Alana juga heran, biasanya jam segini Arin berada di kantor dengan papanya.

"Mama kenapa? Aneh aja nggak kayak biasanya."

Seolah tidak mendengarkan Alana berbicara, Arin menarik sebelah tangan Alana dan menempatkan di perutnya yang sedikit buncit.

"Usap-usapin sebentar dong, sayang," pinta Arin. Alana tidak menolaknya, walaupun gerakannya sedikit kaku, perlahan Alana mengusapnya.

"Mungkin adik kamu ingin merasakan sentuhan kakaknya," ucap Arin. Ucapan Arin sudah menjawab pertanyaan Alana sebelumnya. Mungkin bawaan bayi. Senyum tipis Alana tampak, ia terharu mendengar ucapan mamanya. Bagaimana bisa Alana sebelumnya berpikiran tidak menginginkan bayi ini?

Setelah cukup lama Alana mengusapnya, dia izin ke atas untuk membersihkan badannya. Sekaligus karena tangannya sudah capek. Tetapi Arin berpesan pada Alana.

"Kalau sudah selesai, ke sini lagi ya, mama tunggu." Alana hanya mengangguk saja, entah ini bawaan bayi ingin dekat-dekat Alana atau memang Arin ingin berbicara mengenai sesuatu.

Tidak butuh waktu lama untuk Alana mandi dan sebagainya. Hanya sekitar 15 menit saja. Berbeda sekali dengan gadis sebayanya yang membutuhkan waktu hampir satu jam untuk mandi dan bersiap. Ia menepati ucapan Arin tadi, yang menyuruhnya untuk kembali lagi ke ruang tengah.

Perlahan, anak tangga demi anak tangga Alana langkahi. Kali ini penampilannya jauh lebih segar dibandingkan tadi sepulang sekolah, aroma buah stoberi menguar dari rambut basahnya. Handuk kecil masih digunakan Alana untuk menggosok rambutnya.

Alana duduk disamping Arin yang masih fokus dengan acara televisi di depannya, perlahan perhatian Arin tertuju pada Alana. "Anak mama udah cantik, wangi pula," puji Arin yang ditanggapi Alana dengan senyuman.

"Kak Aurel kok udah pulang, ma?" tanya Alana. Pasalnya waktu dikamar, ia mendengar suara orang berbicara. Dan itu adalah Aurel yang sedang teleponan dengan pacarnya, terdengar beberapa kali oleh Alana kata "sayang" terucap dari Aurel.

"Oh iya, katanya tadi dosennya nggak masuk. Jadinya pulang lebih awal," jawab Arin. Alana menanggapinya dengan anggukan kepala, mengartikan kalau dirinya sudah paham.

"Mama pengin ngobrol-ngobrol sama kamu, udah lama juga kita nggak cerita-cerita. Mama kangen," tutur Arin dengan nada sedikit manja. Beda sekali dengan Arin yang biasanya.

Alana hanya tersenyum kikuk menanggapi perkataan mamanya, ia sedikit canggung sekarang. Bukannya apa, tetapi memang mereka berdua sangat jarang ngobrol berdua seperti ini. Semenjak mamanya menikah dengan papanya.

"Cerita dong tentang sekolah kamu," pinta Arin.

"Alana di sekolah senang, banyak teman Alana, tapi Alana nggak suka sama guru galak, apalagi kalau udah nyuruh ngerjain PR banyak," ucap Alana. Sebenarnya dirinya juga bingung ingin bercerita tentang apa, yasudah apa saja yang terlintas dipikirannya sekarang dia ceritakan pada mamanya.

Buku Harian Alana [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang