Part 17 - Soal Mama

684 59 0
                                    

Tekan bintang⭐sebelum membaca

Happy reading


"Jadi ya gitu, gue kecewa sama mama. Dulu dia janji setelah menikah nggak punya anak lagi, karena dia menghargai gue dan kak Aurel. Tapi sekarang? Dia hamil, kan?" Setelah suasana kembali kondusif, tidak seperti sebelumnya, Alana  menceritakan keluh kesahnya pada Devan.

Devan mengerti apa yang diceritakan Alana, namun bagi Devan, seharusnya Alana tidak bersikap seperti ini.

"Tapi dalam hati lo, lo seneng nggak punya adik? Jawab jujur!"

"Ya gue sih seneng-seneng aja, yang berat itu adik gue bukan dari ayah kandung gue. Lo tau sendiri gue masih susah menerima keadaan, apalagi ini ditambah adanya calon adik gue," ujar Alana. Devan menangkap rasa antara kecewa, senang, dan bimbang dalam mata Alana.

"Mungkin ini jalan dari Tuhan, dengan adanya calon adik lo bisa jadi nanti hubungan keluarga lo semakin harmonis lagi," balas Devan.

Alana diam, memikirkan nasihat Devan. Apakah ini memang jalan dari Tuhan? Kalau memang benar, Alana bisa apa selain mengikuti apa yang digariskan Tuhan untuk kehidupannya?

"Gue malahan iri sama lo Al, keluarga lo lengkap ada papa, mama, kakak, dan calon adik lo. Sementara gue? Gue hanya tinggal berdua sama mama disini," ucap Devan sendu. Alana mulai merasakan perubahan atmosfer disekitarnya, kenapa malam ini jadi sedih-sedihan, sih?

"Emangnya kenapa dengan keluarga lo?"

Sudah lama Alana ingin menanyakan pertanyaan itu. Namun Alana tahu, setiap dia ingin menanyakannya Devan selalu mengalihkan perhatian Alana.

Seolah Devan menghindari pertanyaan itu dari Alana.

"Karena lo udah ceritain keluarga lo, sekarang biarkan gue ceritain keluarga gue sama lo Al," ucap Devan menatap lembut Alana.

"Waktu gue kelas delapan, papa gue pergi entah kemana ninggalin gue sama mama sendirian di kota ini. Papa pergi tanpa kabar, seakan hilang ditelan bumi. Setiap waktu gue tanya sama mama kemana papa pergi, apa papa bakalan kesini, dan jawaban mama pasti sama katanya papa kerja cari uang buat kita berdua." jelas Devan. Alana diam jelas sekali raut wajah Devan berubah sedih.

"Dulu gue masih belum mengerti, gue percaya apa yang mama katakan. Tapi sekarang gue udah besar, beberapa saat setelah pindah rumah kesini, gue kembali bertanya sama mama kapan papa pulang, gue takutnya papa nggak tau gue sama mama pindah rumah dan akhirnya mama menceritakan semuanya sama gue. Katanya papa pergi, pamitnya kerja tapi sampai sekarang masih belum ada kabar darinya."

"Sejujurnya gue sama mama masih menunggu kabar dari papa. Doa gue hanya satu, semoga papa cepat pulang agar bisa kumpul kayak dulu lagi. Tapi semuanya kembali pada Tuhan, kalau Tuhan sudah menggariskan takdir seperti ini buat keluarga gue, gue bisa apa selain menerimanya?" Penjelasan Devan membuat Alana terdiam, ternyata masih ada orang yang tidak seberuntung dirinya yang masih bisa merasakan hadir di tengah-tengah keluarga.

Alana mendekat dan memeluk Devan. Alana bukan seperti Devan yang mudah memberi nasihat dan jalan keluar suatu permasalahan. Yang bisa Alana lakukan sekarang adalah memeluk Devan, memberi sahabatnya itu ketenangan.

Devan menghirup udara dalam-dalam. Parfum Alana membuatnya merasa rileks, jiwanya yang beberapa saat lalu bergejolak kini kembali tenang. Setelah lumayan lama berada diposisi itu, Alana akan menyudahi acara pelukannya.

Namun perkataan Devan menghentikan pergerakan Alana. "Sebentar aja kayak gini Al," pinta Devan, suaranya melembut. Membuat Alana tidak jadi melepas pelukannya, dengan senang hati Alana memberikan pundaknya untuk Devan.

Buku Harian Alana [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang