Tekan bintang ⭐sebelum membaca
Happy reading
❇
Panas matahari terasa menyengat kulit. Alana tidak ikut pemanasan kali ini, pak Sakti pun memakluminya. Ia duduk sendirian dipinggir lapangan, sambil mengedarkan pandangannya menonton teman-temannya pemanasan ditengah lapangan.Alana tersenyum kecil pada Karina dan Hilmi yang terengah setelah berlari keliling lapangan. Karina duduk disamping Alana, diikuti Hilmi. Mereka mengeluh capek dan suasana panas, terlihat butir-butir keringat di kening dan pelipis mereka berdua.
"Yakin lo mau ikut penilaian basket?" tanya Karina.
Alana jengah mendapatkan pertanyaan seperti itu dari banyak orang ; Pak Sakti, Devan, Karina, Hilmi, Dariel, dan teman sekelasnya yang lain. Seolah Alana sangat lemah, sampai-sampai tidak bisa ikut penilaian.
"Gue yakin, udah berapa kali lo tanya itu. Sampai bosen gue jawabnya," celoteh Alana. Karina tersenyum canggung, benar juga yang dikata Alana, hanya Karina yang ribet dengan Alana.
"Agil Putra Santosa," ucap Pak Sakti mengabsen muridnya untuk langsung penilaian materi bola basket hari ini.
"Siap-siap Al, habis ini giliran lo," ujar Hilmi. Tangan Alana mulai mendingin, ia mendadak grogi. Takut nanti tidak bisa dan harus mengikuti remidial.
Hilmi menyentuh tangan Alana yang mendingin, Hilmi tersenyum maklum. "Nggak usah grogi, katanya semalem latihan. Jadi lo percaya diri aja," ucapnya memberi wejangan pada Alana.
Agil sudah selesai penilaian basket, jantung Alana mendadak berdegub kencang, menunggu namanya dipanggil pak Sakti.
"Alana Stephanie Indrawan," ucap pak Sakti. "Kamu bisa, Alana? Kalau tidak bisa, boleh kok ikut remidi minggu depan," sambung pak Sakti.
Keadaan tiba-tiba menghening, seluruh teman sekelasnya menunggu jawaban langsung dari mulut Alana.
"Saya yakin bisa pak!" jawab Alana tegas. Pak Sakti tersenyum dan memersilakan Alana mengambil posisi ditengah lapangan.
Praktek yang Devan berikan Alana kemarin malam digunakan Alana sekarang. Pak Sakti tersenyum puas melihat perkembangan pesat dari salah satu muridnya ini. Devan juga menatap kagum Alana, padahal hanya semalam Alana mempelajari teknik dasar basket. Dan Alana sekarang bisa walaupun kakinya masih sakit, bahkan Devan melihat pak Sakti berdecak kagum.
Satu lagi teknik bola basket yang harus Alana praktekkan. Setelah mendribble bola, Alana berhenti sebentar mengincar ring basket. Sesuai yang diajarkan Devan semalam padanya. Setelah Alana yakin ia melompat dan melempar bola ditangannya. Dan...
Gol.
Bruk!
"Awh..!!" pekik Alana. Puluhan pasang mata yang sebelumnya menatap Alana kagum berganti menatap Alana terkejut. Gadis itu terjatuh lagi, setelah melompat menembakkan bola ke ring basket.
Pak Sakti dan seluruh teman sekelas Alana berlari menghampirinya. Lutut Alana yang sebelumnya diperban kini mengalirkan cairan berwarna merah. Alana terus mengadu kesakitan, Devan panik dan berlari ke UKS guna mengambil brankar. Karena tidak memungkinkan Alana berjalan. Diikuti Rasya, sebab ia ketua kelas dan merasa bertanggung jawab.
Dariel yang tidak tega melihat Alan merintih kesakitan pun langsung menggendong Alana ala bridal style.
"Eh...!!" Alan spontan memekik saat tubuhnya terasa melayang. Tangannya refleks mengalung di leher Dariel, Alana sedikit terpana melihat wajah Dariel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Buku Harian Alana [✔]
Teen FictionCerita sudah tamat dan part masih lengkap. Yuk baca :) Jangan lupa follow juga ya :) #3 in penulisamatir 11 Juli 2019 #1 in dariel 31 Juli 2019 #9 in highschoolstory 19 November 2019 Alana Stephanie Indrawan, nama yang tertulis di akta kelahirannya...