Part 27 - Penyakit Hati

567 51 0
                                    

Tekan bintangsebelum membaca

Happy reading


Devan mematikan mesin motornya setelah berhenti didepan rumah Ferris. Gadis itu melepaskan pelukannya dan turun dari motor Devan. Entah kenapa Devan merasa lega Ferris melepaskan pelukannya, seakan oksigennya telah kembali.

"Nih, helmnya. Makasih ya udah nganterin," ucap Ferrris menyodorkan helm Alana pada Devan, yang disambut Devan dengan senang hati.

"Mampir dulu, yuk," ajak Ferris. Tangannya sambil merapikan rambutnya yang tergerai, sebelumnya agak berantakan karena helm.

"Lain kali kak, udah sore," tolak Devan halus.

Kalimat "lain kali" yang diucapkan Devan, memberi harapan lebih pada Ferris. Entah Devan yang kurang benar mengucapkannya, atau Ferris yang salah menanggapinya.

"Yaudah, gue balik ya kak," pamit Devan.

Ferris melambaikan tangannya sebagai salam perpisahan dengan Devan hari ini. Devan mengklakson satu kali dan motornya melaju di jalanan, menuju rumahnya.

Sejujurnya Devan agak canggung, mungkin belum terbiasa berinteraksi "lebih" dengan kakak kelasnya, apalagi ini perempuan.

Saat melewati rumah Alana mata Devan menyipit, melihat sebuah mobil yang tidak asing di penglihatannya terparkir di halaman rumah. Ternyata Dariel masih di rumah Alana.

Motor Devan terus melaju, menuju rumahnya. Mengabaikan pertanyaan-pertanyaan yang nyangkut dipikirannya.

Untuk apa Dariel selama itu di rumah Alana, jika tujuannya hanya mengantar Alana sampai rumah?

Oh, Devan lupa. Keluarga Dariel dan Alana sudah dekat, bukan? Bisa saja ia mengobrol dengan keluarga Alana.

Yang pasti sekarang adalah waktu yang tidak tepat untuk Devan, jika ingin menjenguk Alana.

Nanti malam, mungkin?


Selesai makan malam, keluarga Alana berkumpul menikmati waktu bersama, sebelum Rudy dan Arin pergi ke luar kota menangani pekerjaannya yang bermasalah. Sebenarnya Rudy tidak tega mengajak Arin ke luar kota, apalagi istrinya ini tengah mengandung. Tetapi Arin memaksa ikut dengan alasan mendampingi suaminya di tengah kesulitannya. Dan akhirnya Rudy tidak bisa menolak, mereka besok berangkat subuh.

"Lutut kamu kenapa, Alana?" tanya Rudy memerhatikan lutut Alana yang diperban.

Alana pun akhirnya menceritakan kejadian disekolah tadi pagi, saat ia ceroboh tidak mengikat tali sepatu sampai ia kembali jatuh waktu penilaian basket.

"Makanya jadi orang jangan ceroboh dan  terlalu keras kepala," komentar Aurel. Alana mendengus kesal, kakaknya ini seakan tidak berkaca dulu sebelum berkomentar.

Televisi yang dihidupkan hanya sebagai backsound, tidak ditonton. Begitupun Arin dan Rudy, mereka lebih tertarik melihat kedua anaknya bertengkar ringan, daripada menonton televisi di depan mereka.

"Kak Aurel, ngomongin diri sendiri, ya?" sarkas Alana. Karena ia tahu, Aurel juga keras kepala dan terkadang gadis itu juga bertindak ceroboh.

Buku Harian Alana [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang