Part 18 - Awal Baru

688 61 0
                                    

Tekan bintang ⭐sebelum membaca

Happy reading


Pukul 02.00 WIB

Alana terbangun dari tidurnya. Entah kenapa malam ini dia tidak bisa tidur, ini sudah kali ketiga dia terbangun dari mimpinya. Padahal tadi Alana tidur jam sebelas malam.

Badannya disenderkan di kepala ranjang. Tangan Alana terulur mengambil segelas air putih di nakas yang sudah dia siapkan sebelumnya. Ini juga ketiga kalinya Alana meneguk segelas air putih, berharap air itu membawanya mengalir melewati mimpi-mimpi indah.

"Gue kenapa sih? Nggak biasanya kayak gini," gumam Alana, setelah meneguk segelas air putih ditangannya.

Malam ini seharusnya Alana tidur nyenyak, karena beban hidupnya sedikit ringan setelah berbicara dengan Devan dan Aurel tadi. Tetapi lain di perasaan Alana, ia masih ragu bisa menjalani nasihat Devan dan Aurel dengan baik atau tidak. Yaitu tentang berdamai dengan keluarganya, terlebih dengan papa tirinya.

Alana kembali berbaring dikasurnya. Selimut yang sebelumnya berantakan akibat ulahnya, kini ditarik membungkus sebagian tubuhnya. Matanya dipaksa mencoba terpejam walaupun masih merasakan suasana sekitar. Lama kelamaan, Alana bisa menyatu dengan alam mimpinya.

Gedoran pintu kamar membuat Alana terbangun dari mimpinya. Matanya mengerjap menyesuaikan cahaya matahari yang masuk dari jendela kamarnya. Tunggu ... Cahaya matahari?

"ALANA BANGUUNN!! SEKOLAH NGGAK??!!" teriakan Aurel disertai gedoran demi gedoran menyadarkan Alana.

Matanya melotot saat melihat jam di nakas, pukul 06.45 WIB.

"Mampus!" Ia segera melompat dari tempat tidurnya dan berlari menuju kamar mandi.

Muka bantal masih melekat di wajah Alana. Ia masih sangat mengantuk sekali, namun Alana harus ke sekolah agar tidak tertinggal pelajaran. Untungnya semalam dirinya sempat menyiapakan jadwal pelajarannya. Rambutnya acak-acakan, tas di meja belajar di raih begitu saja, dengan mengancingkan kemeja seragam sekolahnya Alana melangkah tergesa-gesa menuju lantai bawah.

"Baru bangun, sayang? Sarapan dulu yuk," sapa Arin. Alana mengangguk sekilas, perutnya terasa lapar sekali. Semalam Alana belum makan sama sekali, dia berpikir sarapan sebentar tidak ada salahnya. Masalah terlambat itu urusan nanti.

"Kamu mau selai rasa apa?" tanya Arin. "Stroberi atau cokelat?"

"Nggak usah ma, biar Alana aja. Nanti telat, Alana bawa bekal aja," ucap Alana. Tangannya meraih kotak bekal yang sebelumnya sudah disiapkan bi Inem untuk Alana.

Senyum kecil terbit di bibir Arin dan Rudy yang menyadari perubahan sikap Alana terhadap mereka berdua. Semoga Alana seperti ini sampai nanti.

"Alana papa antar, ya?" tawar Rudy.

"Nggak usah pa, Alana bareng kak Aurel aja," tolaknya halus.

"ALANA, NIH DITUNGGUIN DEVAANN!!" tak lama kemudian, teriakan Aurel kembali terdengar dari teras rumah.

Alana segera menutup kotak bekalnya lalu mencium tangan kedua orang tuanya, pamit pergi ke sekolah. Hati Arin maupun Rudy berdesir hangat, melihat sikap Alana pagi ini membuat mereka bahagia.

"Sori banget nunggu lama," ujar Alana sambil memakai helmnya.

"Ayo cepetan, nanti terlambat!" ucap Devan. Alana mengangguk dan segera naik diboncengan motor Devan.

Buku Harian Alana [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang