Part 15 - Ekskul Mading

708 60 0
                                    

Tekan bintang ⭐sebelum membaca

Happy reading


Alana, Karina, dan Hilmi melangkah menyusuri lorong sepi disebelah tangga. Gelak tawa mereka menggema, kini mereka bertiga menuju ke arah loker kelas X IPA 1.

Alana berhenti didepan loker nomor urut 2, nomor absennya. Tangannya terlihat mengambil kunci di saku roknya dan memasukkannya ke lubang kunci loker. Derit pintu kecil loker berbunyi membuat bulu kuduk berdiri, karena suaranya menggelikan telinga.

Setelah mengambil kaus dan celana olah raga, Alana kembali menutup lokernya. Karina dan Hilmi juga mengikuti apa yang sekarang Alana lakukan. Mereka bertiga segera bergegas menuju ruang ganti, sebelum nanti dihukum pak Sakti lari keliling lapangan.

"Eh, lo jadinya ikut ekskul apa?" tanya Karina pada Alana di tengah perjalanan menuju ruang ganti.

"Kayaknya ikut mading deh." balas Alana, Karina hanya menjawab "Ooh" karena dia tahu, seberapa keras ia memaksa Alana masuk cheerleader Alana tidak akan mau. Jadi, apapun yang dipilih Alana, Karina wajib mendukungnya.

"Lo mau ikut apa?" tanya Alana pada Hilmi yang berjalan disamping kirinya. Perasaan dari kemarin Hilmi yang tidak kelihatan ribet mengurus ekskul. Disaat Alana dan Karina membahas tentang ekskul, ia memilih diam mendengarkan.

"Gue ikut lo aja deh Al, dari pada bingung pilih apa," ucapan Hilmi membuat Alana mengerutkan keningnya. Sepertinya Hilmi masih ragu-ragu.

"Yakin? Kalau niat lo nggak ke mading, nggak usah dipaksain ... nanti nyesel. Ikut kata hati lo," nasihat Alana.

"Iya, mending pilih apa yang lo mau," tambah Karina.

"Gue yakin kok pilihan gue, ikut mading!"

Alana dan Karina kompak mengangguk, mengiyakan saja jawaban Hilmi agar dia senang dan tidak memperpanjang.

"Kan bisa tuh ikut lebih dari satu ekskul, kalian gimana? Mau ikut?" tanya Karina.

"Gue sih nggak kepikiran ya, ikut satu aja belum tentu masuk kok," jawab Alana. "Kalau gue satu aja kayaknya, nggak mau nambah beban pikiran gue," lanjut Alana disertai kekehan kecil diakhir kalimatnya.

"Nah! Bener tuh!" seru Hilmi. "Gue ikut apa kata lo aja Al,"

Karina memutar matanya malas. "Itu sih emang lo aja yang pemalas!" ucapnya sambil menoyor kening Hilmi dengan gemas.


Keringat menetes membasahi kening dan leher Alana, sebenarnya bukan hanya Alana saja yang keringetan. Semua siswa siswi kelas X IPA 1 juga. Entahlah ada apa dengan hari ini, jam masih menunjukkan pukul sepuluh pagi tetapi Alana merasakan matahari tepat diatas ubun-ubunnya.

"ALANA!! YANG BENER MAIN BASKETNYA!" teriak Pak Sakti dari pinggir lapangan basket sekolah. "FOKUS!! FOKUS!" Alana meringis kecil mendengar teriakan Pak Sakti, kali ini yang terdengar di telinga Alana bukan teriakan lagi, melainkan bentakan.

Alana sudah berusaha sebaik mungkin untuk memasukkan bola basket ke dalam ring. Namun apa daya tubuh Alana yang cenderung pendek, menyulitkannya menembak tepat sasaran.

"AYO AL, SEMANGAT!!" teriak Karina seraya tepuk tangan menyemangati Alana.

"SEMANGAT!!" tambah Hilmi mengikuti Karina.

Setelah memfokuskan pandangannya pada titik ring basket, Alana menghirup udara dalam-dalam. Ia berharap, kali ini bola basket ditangannya berhasil masuk ring. Setelah membuang napas berat, Alana siap menembakkan bola ke ring basket.

Buku Harian Alana [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang