Part 72 - Hadiah

419 30 0
                                    

Tekan bintangsebelum membaca

Happy reading


Tangis Alana mulai mereda. Setelah keadaan menjadi tenang, Devan mengajak Alana untuk duduk di kursi teras.

"Lo sebenarnya kenapa?" tanya Devan melembut.

"Kok lo tega, sih?"

Devan hanya tersenyum kecil. Ia paham maksud Alana. Namun ia tetap diam, menunggu Alana melanjutkan ucapannya, mengutarakan isi hatinya.

"Kenapa lo jahat, Devan? Lo tau kak Ferris suka sama lo. Kenapa harus pura-pura pacaran? Kenapa nggak sekalian kemarin pacaran beneran?" cerocos Alana menatap tajam ke arah Devan.

"Sebenarnya tujuan lo ngomong panjang lebar gini apa? Lo disuruh kak Ferris?"

"Nggak, sama sekali enggak! Ini murni dari gue sendiri. Gue nggak bisa lihat kak Ferris sedih kayak tadi. Gue jelas banget ngerasain gimana jadi dia selama pura-pura pacaran sama lo." terang Alana.

"Maksud gue apa? Tujuan gue apa? Gue mau lo minta maaf ke kak Ferris, dan mulai buka hati buat dia. Lebih baik lagi kalau kalian pacaran beneran. Jadi nggak ada yang sakit hati deh, selesai."

Devan sontak terkekeh pelan mendengar maksud Alana.

"Apa hak lo ngatur hidup gue? Lo lupa? Meskipun kita sahabatan, ada batas privasi yang nggak boleh lo masuki? Dan lo juga tau gue udah lama suka sama lo, kenapa lo nggak kasihan juga sama gue? Kenapa justru lo pentingin perasaan kak Ferris? Padahal gue selama ini ngerasain apa yang kak Ferris rasain selama sama gue. Rasa sakitnya kak Ferris, nggak sebanding sama rasa sakit hati gue ke lo, Al,"

"Lo paksa gue buat buka hati ke kak Ferris, iya? Terus apa kabar lo selama ini, kenapa lo nggak buka hati juga buat gue? Lo pikir cinta bisa dipaksa? Kalaupun bisa, udah dari dulu gue paksa lo buat cinta sama gue. Nyatanya lo suka sama Dariel, gue nggak ngelarang. Sekalipun lo cinta sama Dariel, apa pernah gue ngehalangin? Tapi kenapa? Kenapa saat gue cinta sama lo, lo larang? Padahal nggak ada untung ruginya buat lo. Dan kenapa lo harus ngatur pada siapa gue mesti jatuh cinta? Kenapa lo pentingin perasaan kak Ferris daripada perasaan gue?"

"Apa karena lo udah cinta sama Dariel, terus lo nggak bisa bales cinta gue? Sebab itu lo maksa gue buat cinta sama kak Ferris?"

Alana tiba-tiba sesenggukan. Ternyata sudah daritadi Alana menangis tanpa suara. Gadis itu menunduk, menyembunyikan air matanya. Satu tangannya digunakan untuk menutup mulut. Meskipun begitu, Devan dapat mendengarnya.

"Devan, cukup!"

Seketika Devan terdiam, ia sangat emosional sampai tak sadar sudah berkata seperti itu pada Alana. Pasti sekarang Alana merasa sangat bersalah.

"Iya, lo bener. Semuanya bener. Gue emang akar dari masalah ini, coba aja cinta bisa dipaksa, ya? Pasti nggak akan seperti ini semuanya. Gue egois ternyata, saking egoisnya sampai nggak sadar."

"Kenapa gue nggak cinta sama lo? Kenapa gue nggak bales perasaan lo? Karena gue pengin punya sahabat, yang bener-bener sahabat. Dimana gue bisa cerita sepuasnya sama dia, gue bisa habisin waktu sama dia, bisa gila-gilaan bareng. Gue berharapnya orang itu lo, bisa sahabatan tanpa melibatkan perasaan. Tapi gue salah, memang benar ya kata pepatah kalau cowok cewek sahabatan, pasti salah satunya ada perasaan,"

"Sekarang gue bingung. Gue mesti harus gimana? Lo masih nganggep gue sahabat, kan?" tanya Alana. Air matanya kembali menetes, tak bisa dibayangkan setelah ini dia dan Devan harus bermusuhan. Alana tidak bisa, tidak mungkin bisa.

Buku Harian Alana [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang