"kamu adalah pemberian Allah yang akan saya jaga, sebagaimana saya menjaga hati saya sendiri."
"Saya tidak perduli, kita harus pindah kesana karena saya dapat pekerjaan baru disana. Kita titipkan saja ponakanmu di panti asuhan, saya tidak mau dia merepotkan." Ucap Ziro dengan rahangnya yang mengeras.
Andai saja Vanka tahu bahwa Ziro seperti ini, Vanka tidak pernah mau menikah dengan Ziro. Harusnya memang dia menuruti kata-kata Zanna Kakaknya. Bukan malah mengikuti egonya.
"Tapi Mas dia itu udah jadi tanggung jawab saya sekarang, saya nggak mungkin setega itu menitipkan dia dipanti asuhan. Saya mohon izinin saya untuk membawanya," pinta Vanka dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
Ziro menekan lengan Vanka. "Saya bilang tidak tetap tidak!" ucapnya lalu melangkah keluar dari rumah, Ziro memilih pergi dari rumah untuk menghilangkan rasa kesalnya.
Vanka terduduk, menangis keras di kesendirian. Tanpa sadar sedaritadi Aileen melihat semua, Aileen yang sedang ketakutan dibalik pintu kamarnya.
"Aku harus gimana ya Allah," ucap Vanka.
Setelah menangis beberapa menit Vanka menghapus air matanya, dia tahu harus menghubungi siapa. Dia tahu harus menitipkan Aileen pada siapa.
Paginya, Vanka sudah siap dengan Aileen di genggamannya. Taksi yang dinaiki Vanka dan Aileen baru saja berhenti di depan sebuah rumah bercat putih dengan hiasan bunga matahari dihalaman rumahnya.
"Terimakasih Pak," ucap Vanka setelah Pak Supir mengeluarkan satu koper besar dari bagasi.
Setelah itu Vanka melangkah,menekan tombol bel dua kali. Lalu tak lama datang seseorang yang sangat diharapkannya.
"Yaampun Vanka aku kira kamu nyasar daritadi aku tungguin nggak dateng-dateng!" ucap Leta, seraya membuka gerbang rumahnya.
Vanka tertawa kecil. "Maaf Kak macet banget Jakarta."
"Ah kalo alesannya macet, aku pasti maklumin. Namanya juga Jakarta." sahut Leta "Hayu masuk-Hai cantik!" Leta mengusap pipi Aileen, seraya melirik koper besar tadi.
Lalu mereka bertiga masuk ke dalam rumah. Leta meminta Bi Juju untuk membuatkan dua teh hangat kemudian mempersilahkan Vanka dan Aileen untuk duduk di sofa.
"Kamu mau bicarakan apa Van?" tanya Leta, seraya duduk disamping Vanka.
Vanka melirik Aileen. "Aileen main di halaman depan dulu ya." Ucap Vanka, bersamaan dengan Bi Juju yang datang dengan dua teh hangat ditangannya.
"Ditemani sama Bi Juju ya Aileen." ucap Leta "Bi, temenin Aileen main di depan dulu ya,"
Bi Juju menaruh dua gelas tadi ke atas meja lalu mengangguk pelan. "Iyaa Non, hayu neng main sama Bibi di depan. Kita liat bunga-bunga." Ucapnya, Aileen yang mendengar kata bunga jadi semangat, oleh karena itu Aileen berdiri, menghampiri Bi Juju yang langsung menggandeng tangannya, mengajaknya ke halaman depan rumah.
Leta dan Vanka hanya tersenyum melihatnya.
"Sekarang Aileen udah di depan, kamu bisa ngomong apa aja," ucap Leta.
Vanka kembali terfokus, dia terdiam sebentar, lalu beberapa detik kemudian tersadar. Vanka menghembuskan nafas, lalu meraih tangan Leta untuk digenggam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Kita
Teen FictionMungkin cerita kita hanyalah salah satu dari banyaknya cerita tentang diam-diam menyayangi sahabat sendiri lebih dari seharusnya. Mungkin cerita kita hanyalah salah satu dari banyaknya cerita tentang patah hati. Mungkin cerita kita hanyalah salah...