"andai kamu tau bahwa dari semua yang ada, saya cuma butuh kamu."
"Assalamualaikum Ma, Pa." ucap Aileen setelah duduk di antara pusara orangtuanya.
Darren memutuskan untuk membawa Aileen kemari, mungkin Aileen memang tidak bisa lagi bertemu wajah, tapi setidaknya Aileen bisa melihat pusara mereka, melihat bahwa mereka sudah tenang disana.
"Aileen'nya kangen nih Om, Tante. Sampe nangis kejer kaya bayi." ucap Darren lalu mengusap lembut puncak kepala Aileen.
Aileen menoleh lalu mencubit lengan Darren.
Aileen memang rindu dengan orangtuanya. Tapi bukan itu alasan Aileen menangis seperti tadi, bukan. Andai saja Darren tahu.
"Maafin Aileen yaa Pa, Ma. Aileen gampang kangen sama kalian." ucap Aileen. Kemudian dia melihat Darren "Udah yuk, pulang. Mau bilang kangennya lewat doa aja."
Aileen berdiri, diikuti oleh Darren.
"Aileen pamit ya Pa, Ma. Aileen sayang banget sama kalian. Assalamualaikum," ucap Aileen.
"Daah Om, Tante. Assalamualaikum," ucap Darren.
Aileen tersenyum, lalu tangannya meraih lengan Darren untuk digandeng.
Nanti kalau Darren sudah dekat dengan Nara, apa Aileen masih bisa menggandeng lengan Darren kapanpun Aileen mau?
"Makan bakso Mang Deden dulu yuk, gue laper nih, mau kan?" ucap Darren setelah sampai di pelataran parkir.
Aileen menganggukan kepalanya, kemudian mereka naik ke atas vespa meluncur menuju tempat dimana rumah makan bakso Mang Deden langganan mereka berada.
Darren melewati jalan biasa, mencuri pandang pada Aileen dari kaca spion kalau lampu merah.
Aileen di belakang sana hanya diam. Darren sendiri masih bingung, padahal Aileen biasanya kalau rindu pada orangtuanya tidak sampai seperti ini.
"Sampeee!" seru Darren setelah sampai di depan rumah makan bakso Mang Deden.
Aileen turun, lalu membuka helm dan memberinya pada Darren.
Darren menerimanya, lalu menaruhnya diatas spion kanan. Sedangkan helm yang dipakainya, dia taruh dispion kiri.
Darren membenarkan rambutnya, dia melirik Aileen yang hanya membuat ekspresi bibir ikan dengan tatapan kemana-mana.
"Ai!"
"Ha? ayuk, masuk."
"Eh bentar. Gue nggak mau masuk kalo lo belum senyum."
Aileen mengernyit. "Oh— udah senyum kok, nih." Aileen kemudian menampilkan senyuman tipis.
Darren menggeleng pelan. "Enggak, itu senyuman palsu. Nggak dari hati."
"Itu dari hati Ar."
"Nggak. Udah mana cepetan senyum, gue laper."
"Ih lagian bikin susah diri sendiri orang gue udah senyum juga,"
"Aileen,"
Aileen menatap mata Darren, dia menelan saliva.
"I-iyaa iyaa nih," Aileen tersenyum, benar-benar tersenyum dari hati sambil menatap Darren.
Darren terdiam, terpaku pada indahnya senyuman Aileen. Senyum yang selalu berhasil menghangatkan hati Darren, senyum yang selalu menjadi alasan Darren semangat, senyum yang selalu Darren ingin lihat karena dia sebagai penyebabnya.
"Cantik," ucap Darren pelan lalu tersenyum hangat sampai-sampai hati Aileen ikut menghangat.
Tapi ingatan Aileen jatuh lagi pada kata-kata Nara. Senyumnya perlahan memudar, hatinya yang hangat kembali terasa nyeri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Kita
Teen FictionMungkin cerita kita hanyalah salah satu dari banyaknya cerita tentang diam-diam menyayangi sahabat sendiri lebih dari seharusnya. Mungkin cerita kita hanyalah salah satu dari banyaknya cerita tentang patah hati. Mungkin cerita kita hanyalah salah...