"vitamin mah kalah sama senyuman kamu."
"Selamat pagi anak-anak, langsung saja kita mulai pelajaran hari ini, buka buku kalian halaman seratus tujuh belas." ucap Pak Rifki, selaku guru matematika peminatan, killer tingkat sekolah.
Seisi kelas yang sedang berbincang langsung duduk rapih dan bergerak mengeluarkan buku mereka dari dalam tas, begitupun Aileen dan Darren, walaupun mereka semua rata-rata malas istimewa.
"Baru dikeluarkan bukunya setelah ada Bapak di depan sini? kalian anak SMA atau anak SD? kenapa tidak disiapkan sebelum Bapak masuk?"
Mereka semua terdiam, ada beberapa yang berdecak dalam hati, ada juga yang merasa terancam karena tahu apa yang akan Pak Rifki lakukan setelah ini.
"Oke, sudah pada pintar rupanya jadi tidak pada jawab. Kalau begitu, Bapak akan panggil satu orang, untuk mewakili kelas ini mengerjakan satu soal dari Bapak. Kalau tidak bisa, hukumannya berdiri di depan sini sampai jam pelajaran Bapak habis,"
Mereka semua menelan ludah, inilah kebiasaan Pak Rifki yang paling tidak disukai oleh mereka. Kalau keadaan sudah begini mereka ingin hilang saja dari kelas melesat bagai roket.
"Sumpah tadi aja gue bolos pas jam dia," ucap Aileen pelan, sangat pelan.
Darren menoleh. "Sama anjir, lo telat ngomongnya." Ucapnya sangat pelan juga.
Pak Rifki menatap Aileen, yang ditatap langsung menelan ludah karena tiba-tiba tenggorokannya terasa kering.
"Nah itu yang ngobrol, kamu Aileen yang pake jepitan, sini," ucap Pak Rifki, lalu semua mata tertuju pada Aileen.
Astaga, Aileen rasanya ingin pura-pura pingsan sekarang juga.
"I-iya Pak," sahut Aileen lalu mengambil kruk dan berdiri, Darren membantunya.
Pak Rifki membuka tutup spidol. "Kamu kerjakan ini, kalau tidak bisa, tau kan apa resikonya?" ucapnya lalu menulis sebuah soal yang bahkan Aileen tidak pernah lihat bentuknya.
Aileen menggaruk tengkuknya, dia bingung setengah mateng.
"Hm, kerjakan sekarang. Bapak kasih waktu dua menit,"
"Hah cuma dua menit Pak?"
"Iya kenapa?"
"Ta-tapi kan ini soalnya astagfirullah banget Pak. Masa cuma dua menit, Pak saya kan bukan Bapak yang udah tau ini gimana cara ngerjainnya,"
"Loh kok malah ngomelin Bapak?"
Seluruh penghuni kelas tetawa.
"Heh diam kalian, nggak ada yang lucu kenapa ketawa hah?!" ucap Pak Rifki, kelas langsung sunyi kembali.
"Udah kerjakan sekarang, tidak usah banyak komen,"
Aileen memutar bola matanya, dia meraih spidol yang diberi Pak Rifki.
Aileen mengetuk-ngetuk jarinya di papan tulis, dia hanya mengernyit bingung, dia sama sekali tidak mengerti harus mengerjakan dengan cara apa.
"Pak saya izin, saya mau bantuin Aileen," ucap Darren tiba-tiba, Pak Rifki, Aileen dan seisi kelas langsung menatapnya.
Pak Rifki mengerutkan kening, Aileen menahan senyum.
"Oh sini-sini, Darren kan? ayo bantu,"
Darren kemudian melangkah, saat sudah di depan Aileen menyodorkan spidol yang diterima oleh Darren.
"Ar, emang lo bisa?" ucap Aileen, pelan.
"Enggak," sahut Darren.
Aileen menutup matanya, Darren emang ada-ada saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Kita
Teen FictionMungkin cerita kita hanyalah salah satu dari banyaknya cerita tentang diam-diam menyayangi sahabat sendiri lebih dari seharusnya. Mungkin cerita kita hanyalah salah satu dari banyaknya cerita tentang patah hati. Mungkin cerita kita hanyalah salah...