Matahari memancarkan sinar terangnya, kicauan burung kian hari makin sedikit terdengar, bersamaan dengan pohon yang mulai semakin punah, inilah salah satu efek dari globalisasi, mobil Zia sudah pulih dan sudah bisa dipakai oleh sang pemilik, sebenarnya Zia tidak tega memakai mobilnya yang baru pulang itu, tetapi apa daya pagi ini Zia harus segera mengumpulkan tugas fisikanya.
"Bunda juga ih ribet! Bawa bekal gini, eh tapi gak papa uang jajan aman," oceh gadis cantik itu dan berupaya membuka pintu mobil dengan kedua tangan yang penuh memegang tugas dan kotak bekal.
"Udah, gak ada yang ketinggalan kan?" tanya Zia yang sudah siap memegang stir mobilnya, Zia masih mengingat-ingat apakah ada yang ketinggalan ia tak mau kejadian kemarin kembali terulang.
"Nah! Ada nih yang ketinggalan ada." pekik Zia. "Wujudnya besar, bergerak dan bisa mengeluarkan gas." lanjutnya.
"Kesya, mana lagi tu anak," hampir saja dirinya meninggalkan sang adik.
Brakk... bughh...
Kesya adalah adik Zia yang berbeda dua tahun darinya terjatuh diteras, gadis yang saat ini telah duduk dikelas X, mungkin dia kecepatan sekolah. Zia dan Kesya memang berbeda sekolah, Kesya segera bangkit dan langsung memasuk kedalam mobil Zia."Ehhh tunggu-tunggu!" ujar Zia memperhatikan peampilan sang adik. Sedangkan Kesya hanya menatap sang kakak bingung.
"Apaan nih baju keluar, rok pendek, dasi gak di pake, itu sepatu lo bukanya harus item ya? Tu rambut disisir Sya, pake parfum biar wangi, muka juga dibedakkin jangan mentang-mentang lo putih, itu lagi kuku ngapain dicet item gini, lo sekolah gak bawa bukuu hahh? Tas lo isinya apa coba!" cerocos Zia menggelengkan kepalanya menatap penampilan sang adik yang baginya sangat berantakkan, padahal waktu kecil Kesya ini imut loh kok gedenya malah amit-amit gini.
"Bawel banget sih, semua buku udah Kesya taroh dilaci" ujarnya.
"Iiihhh lo gak ada tampang-tampangnya jadi cewek tulen." sosor Zia.
"Heran deh, kenapa lo yang kaya gini bisa bikin bunda sama ayah bangga sama nilai lo, lah gue yang anak baek-baek gini dapat posisi sepuluh besar aja susah banget."
"Jadi lo bilang gue bukan anak baik-baik gitu?" tanya Kesya tidak terima.
"Ya bukan gitu."
"Jangan salah gue luarnya aja gini dalemnya beh gak bisa dijelaskan melalui kata-kata."
"Dalemnya rata iya kan?" Sosor Zia.
"Udah cepat jalan ntar telat loh" kesal Kesya karena sang kakak belum juga menjalankan mobilnya.
Zia menepuk jidatnya, lalu melihat jam hitam yang melingkar ditangannya. "Mampus tugas gueeee," pekiknya sambil menepuk jidat. "Lo sih Syaa ngajakin gue ngobrol." tuding Zia lalu menjalankan mobilnya.
Kebetulan arah sekolah Kesya dan Zia searah jadi Zia tidak perlu jauh-jauh putar balik, saat ini Zia hanya mempunyai waktu 15 menit untuk mengumpulkan tugasnya, kalau tidak nanti nilai rapotnya akan berwarna pelangi, dan tentunya akan membuat bunda dan ayahnya ngomel.
"Isss macet lagii! Ada apaansi didepan." panik Zia membunyikkan klakson mobilnya berulang kali. Zia sudah berada digerbang Altavista, kenapa hari ini murid-murid terlihat padat sekali disini? Apa anak basket latihan disini? Kan tidak mungkin.
Zia membuka kaca mobilnya mendongakkan kepalanya keluar. Tin tin tin tin tin.... Zia terus membunyikkan klaksonnya.
"Itu didepan kenapa ya kok rame banget?" tanya Zia kepada siswi yang kebetulan lewat.
"Oh itu katanya ada anak baru yang lagi nembak Kak Eva," jawabnya.
"Eva? Bukannya itu cewek yang sama kak Arvan kan? Kok- ah sudahlah sekarang pikirin bagaimana caranya lo ngumpulin ni tugas tepat waktu." batin Zia.
KAMU SEDANG MEMBACA
RICORDARE
Teen Fiction[COMPLETED] Kezia Alqueena menemukan seorang cowok yang menarik perhatiannya. Dia adalah Arvan, seniornya di Altavista, tentu saja dia bukanlah satu-satunya gadis di sekolah tersebut yang jatuh hati kepada Arvan. Berbagai cara pun Zia lakukan agar A...