Kkkkkrrrrriiinngggg......
Bel yang paling ditunggu-tunggu oleh seluruh murid sudah berdering nyaring, apa lagi kalau bukan bel pulang, ini lah yang dinamakan surga sekolah bagi Zia.Dengan langkah gontai Zia turun dari mobil yang sudah terparkir di garasi rumahnya lalu memincingkan matanya lekat.
"Tumben ni rumah sepi," gumamnya sembari memegang kedua tali tas dan langsung berjalan masuk.
Kleeekkk.
Zia membuka pintu rumah megahnya itu kemudian menarik nafas dalam-dalam."BUNDAAA! DIMANA? YUHUUUU ANAK BUNDA YANG CANTIK NAN IMUT INI PU-"
bugh.
Sebuah sepatu terbang tiba-tiba melayang kearah Zia dan tepat mengenai keningnya."Berisikk," suara seseorang mampu membuat Zia menggerutu, suara yang Zia yakin pasti sang pelaku pelemparan.
Zia menatap ke asal suara, tepatnya kearah sofa panjang yang berada diruang tamu, terlihat seorang gadis masih menggunakan seragam sekolahnya tengah tertidur terlungkup dengan tas dan sepatu yang sudah tercecer kemana-mana, Zia menggelengkan kepalanya kemudian berjalan mendekat kearah adiknya itu.
"KESYAA!" murka Zia sambil memperlihatkan sebuah sepatu yang sudah berada ditangannya, dimana sepatu ini telah menjadi bukti bahwa kepalanya menjadi korban pelemparan hari ini.
Bukannya merespon gadis dengan tampang berantakkan itu kembali menutup matanya, sedetik kemudian terdengar dengkuran halus.
"Ih gak di rumah gak di sekolah banyak banget orang ngeselin!" seru Zia melemparkan sepatu tadi kearah sang adik yang tengah tertidur.
"WOI SAKIT!" protes Kesya.
Namun Zia tak menanggapi dan langsung beranjak dari ruang tamu. "Bunda dimana sih?" kesalnya karena tidak mendapatkan kehadiran sang bunda, padahal seluruh penjuru rumah sudah di masukkinya tetapi bundanya yang cantik itu tetap tidak ada.
"Mudahan bunda ada," gumam Zia dan langsung melangkahkan kakinya kearah belakang rumah, dimana tempat itu adalah kolam berenang dan tempat yang biasa digunakan keluarganya untuk bersantai.
Ia hendak menanyakan tentang pertanyaan bundanya kemarin. "Eh Zi ada anak baru disekolah kamu?"
Nihil bundanya juga tidak ada disana tapi tunggu itu siap-
"AYAHHHHHH!" panggil Zia begitu melihat ayahnya tengah bersantai dipinggir kolam, dengan semangat Zia menghampirinya.
Tanpa aba-aba Zia langsung duduk di samping sang ayah. "Ayah kok tumben jam segini ada dirumah? Udah gak ada pasien ya? Bunda kemana yah? Ayah tau gak kal-"
"Ngomong satu-satu Zia," ujar Revan sedikit jengah dengan kelantihan mulut anak sulungnya ini.
Zia terkekeh. "Oh oke oke, Zia lanjut ya-" Zia memberi intonasi dalam ucapannya membiarkan ayahnya mengerti akan ucapannya.
Revan tidak merespon dan tetap memandang air kolam dengan tatapan tenang, Zia menatap wajah ayahnya yang masih terlihat tampan itu dengan perasaan kesal karena ayahnya sama sekali tidak merespon ucapannya.
"Zia heran deh sama bunda, ngapain bunda mau sama ayah yang jelas-jelas datar kek Kesya, kalo Zia jadi bunda sih pasti-"
"Pasti apa?" potong Revan sedikit penasaran dengan ocehan sang anak.
"Yaaa pasti mau lah, ayah kan ganteng," seulas senyum terukir di wajah manisnya.
Revan terkekeh tidak habis fikir dengan anaknya ini. "Siapa yang ngajarin kamu centil begini," tuding Revan.
"Bunda!" tanpa beban Zia menjawab pertanyaan sang ayah.
"Tenang yah, Zia centilnya cuma sama ayah doang suer," ujar Zia cepat-cepat, sebelum pikiran ayahnya itu kemana-mana.
KAMU SEDANG MEMBACA
RICORDARE
Teen Fiction[COMPLETED] Kezia Alqueena menemukan seorang cowok yang menarik perhatiannya. Dia adalah Arvan, seniornya di Altavista, tentu saja dia bukanlah satu-satunya gadis di sekolah tersebut yang jatuh hati kepada Arvan. Berbagai cara pun Zia lakukan agar A...