Eva, Cerry, dan Tiara saling menatap satu sama lain, seolah sedang menggelar rapat batin.
"Udah aman guys," ujar Eva kepada kedua temannya sembari menyeringai.
Cerry dan Tiara ikut mengembangkan senyuman, "Sesuai rencana, kita ke petunjuk arah terakhir, cepat ubah sebelum ada yang liat!" printah Eva.
Dengan gesit dan hati-hati ketiga gadis itu menuju ke petunjuk arah terakhir yang terpasang di pohon lumayan besar.
"Haha akhirnya waktu ini tiba," decis Cerry tidak santai.
Petunjuk arah terakhir itu diletakkan disebuah batang pohon yang berada tepat di pertigaan jalan.
Dengan perlahan Eva memutar arah yang ditunjukkan oleh petunjuk arah tersebut, mereka sengaja mengarahkan kearah barat, yah tujuan mereka memang ingin menyesatkan sang target.
"Cepat sembunyi di semak-semak itu guys," perintah Tiara sambil menunjuk kearah semak yang dipenuhi oleh rumput yang panjang.
"Tiara! Lo gila! Yakali gue mau dan rel-"
"Terus lo pada mau bediri di sini doang sampe mereka lewat! Hellow mikir ya girls lo ada otak kan?" potong Tiara cepat.
Dengan terpaksa mereka akhirnya masuk dan bersembunyi di balik semak belukar, sambil menunggu target masuk perangkapnya dan setelah itu mereka akan memutar kembali petunjuk arah seperti semula agar tidak ada yang curiga.
"Ayo jam berapa ini! Zia lo udah bisa jalan ato mau gue gendong, tapi gue gak mau gendong lo, lo berat soalnya," oceh Dilla.
"Terus paedahnya lo nawarin apa pinterr
?" kesal Neera yang tidak habis pikir dengan otak Dilla."Ayo, gue udah agak mendingan! Udah telat banget ya kita," ujar Zia beranjak dari duduknya dan diangguki oleh Neera dan Dilla, mereka melanjutkan perjalanan dengan posisi Dilla di depan disusul oleh Zia dan Neera berada di paling belakang.
Akhirnya mereka sampai di pertigaan, dimana petunjuk arah terakhir terletak. Mereka tidak sadar jika mereka sedang dijebak.
"Stopp dulu!" printah Dilla begitu mereka melewati pertigaan dan hendak berjalan kearah barat, mengikuti perunjuk arah itu.
Dengan kesal Neera dan Zia menghentikan langkah mereka. "Apaan lagi sih Dillllll!" kesal Neera.
Dilla hanya terkekeh sembari menggaruk tengkuknya yang tiba-tiba terasa gatal digigit nyamuk. "Ntar leher gue gatel,"
"Gila gila," cibir Neera dan langsung melanjutkan jalannya tanpa memperdulikan Dilla, Neera menyelip posisi Dilla, jadilah Zia paling belakang sekarang.
"Tungguin gue oii," teriak Dilla dan langsung mengikuti Neera yang sudah berjalan meninggalkan dirinya.
Dirasa situasi sudah aman Eva, Cerry, dan Tiara keluar dari perembunyiannya.
"Berhasil!" decis Eva mengembangkan senyum jahatnya.
"Udah cepetan puter lagi kearah semula, biar gak ada yang curiga gesit," perintah Cerry tergesa-gesa.
"Wait gu-" ujar Tiara tertahan, wajahnya terlihat sedikit ketakutan.
"Apa lagi sih Tiara?" kesal Eva dan Cerry bersamaan.
"Kalo mereka kenapa-napa gimana? Gue gak mau kena apa-apa, ini hutan guys kita gak bisa main-main," tutur Tiara mengutarakan kecemasannya. Ia tidak tahu ada apa saja di dalam hutan lebat ini.
Eva memutar kedua bola matanya malas, Cerry berdecis ketika mendengar penuturan Tiara barusan.
"Kan tujuan kita memang mau nyelakain mereka! Kita aman asal kalian tutup mulut!" Hentak Eva yakin.
Tiara terdiam, jujur ia sedikit tidak tega namun dilain sisi ia juga tidak bisa membantah Eva.
"Ssttt- mending cepatan kita keluar hutan, mendung nih mau hujan," ucap Cerry menghentikan perdebatan Eva dan Cerry.
"Va, udah gak ada yang masih di dalam?" tanya Arvan begitu melihat Eva, Cerry, dan Tiara yang baru saja keluar hutan, Arvan memang menjaga di pintu masuk taman belakang.
"Ga- gak ada udah aman! Tadi gue abis ngecek," tutur Eva tanpa beban. Sedangkan Tiara hanya menunduk dalam, hatinya terasa tidak tenang.
Arvan yang tadinya hendak mengecek dan memastikan situasi aman, langsung mengurungkan niatnya begitu mendengar penuturan Eva barusan.
Arvan mengangguk. "Yaudah! Cepat masuk! Masih ada kegiatan lain, semua panitia ngumpul dan menjalankan tugasnya masing-masing," cerocos Arvan.
"Oke." Eva, Cerry, dan Tiara mengangguk, mereka melewati Arvan.
Arvan menatap kearah hutan dan kemudian langsung menutup pagar tua yang memisahkan hutan dan halaman belakang.
Zia, Neera, dan Dilla sudah berjalan sekitar 30 menit. Namun mereka belum juga keluar dari hutan. Bahkan jalanan yang tadinya besar sudah mulai mengecil.
"Kok gak ada petunjuk arah lagi ya? Katanya setiap 500 meter ada?" bingung Neera melihat sekelilingnya. Pohon yang menjulang tinggi membuat situasi tampak mencekam.
"Zi lo gakpapa? Lo tambah pucet asli, mana gak nyampe-nyampe lagi kita," pungkas Dilla khawatir dengan keadaan Zia yang terlihat semakin buruk.
Zia menggeleng lemah.
"Masih jauh ya Neer?" tanya Dilla, keringan sudah bercucuran di kening gadis cantik itu. Ia sudah sangat lelah karena berjalan dari tadi pagi.
Neera diam tidak menjawab. "Lo ngerasa aneh ga-"
"HUAAAHHH NEERA JANGAN BIKIN GUE TAKUT! GUE GAK MAU DIBAWA DEMIT," pekik Dilla yang langsung spontan memeluk tubuh Neera erat.
Kepala Zia terasa sangat berat, keringat dingin sudah menyelimuti dirinya, Zia menarik nafas dan langsung duduk disebuah kayu yang roboh dan berharap pusing dikepalanya segera hilang.
"Dill pliss," hela Neera berusaha melepaskan pelukan Dilla.
Raut wajah Neera menjadi serius. "Kalian ngerasa ada yang aneh gak sama ini jalan? Masa kita udah jalan hampir 30 menit tapi gak nyampe-nyampe juga, terus dari tadi juga gak ada petunjuk arah lagi,"
"NEERA IHH! LO JANGAN BECANDA!" panik Dilla suaranya terdengar melengking.
"Jangan mikir macem-macem dulu, kita coba jalan lagi aja siapa tau udah deket," ujar Zia menenangkan Neera dan Dilla yang mulai panik, padahal Zia sendiri juga sudah takut di tambah tubuhnya terasa mengigil.
"Lo ada liat Zia sama temen-temannya gam?" tanya Farrel kepada seorang gadis yang berada di dekatnya karena sedari tadi Farrel tidak melihat keberadaan ketiga gadis itu.
Gadis yang ditanya Farrel tadi menggeleng sambil mengerutkan alisnya bingung. "Loh bukannya lo sekelompok sama mereka ya? Kok bisa kepisah?" bingungnya.
Farrel menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Masi dihutan kali," sahut seorang gadis lainnya.
"Gak mungkin, Ini udah jam berapa? Otomatis mereka udah keluar hutan dari tadi?" jawab Erick.
"Coba lo lapor kepanitia." suruh gadis tadi.
"Oke semuanya bisa berkumpul dengan kelompok masing-masing dan persiapkan tugas kalian," suara Arvan terdengar nyaring dari pengeras suara. Seluruh rombongan Altavista segera berpencar mencari anggota kelompoknya masing-masing.
Daniel, Erick, dan Farrel masih duduk santai dibawah pohon yang lumayan rindang dipojok halaman belakang ini. Mereka mengedarkan pandangan ke segala arah untuk mencari keberadaan Zia, Neera, dan Dilla.
"Coba deh lo telpon mereka!" suruh Daniel mulai jengah menunggu Zia, Neera, dan Dilla yang tidak urung datang.
"Udah dari tadi, nomornya gak aktip," jawab Farrel cepat.
"Tiga-tiganya?" tanya Daniel memastikan.
"Iya."
"Kok gitu si?" bingung Erick.
Daniel dan Farrel hanya mengangkat bahunya tidak tahu.
"Lapor ke Arvan sana," suruh Daniel tanpa beban, ia mulai khawatir dengan gadis itu.
°•°•°•°•°•°TBC°•°•°•°•°•°
KAMU SEDANG MEMBACA
RICORDARE
Fiksi Remaja[COMPLETED] Kezia Alqueena menemukan seorang cowok yang menarik perhatiannya. Dia adalah Arvan, seniornya di Altavista, tentu saja dia bukanlah satu-satunya gadis di sekolah tersebut yang jatuh hati kepada Arvan. Berbagai cara pun Zia lakukan agar A...