Tap tap tap.
Zia melangkahkan kakinya cepat, dengan terburu-buru Zia menyelusuri koridor, berharap segera sampai kelasnya untuk melihat keadaan pria itu sekarang dan Zia harus minta maaf, ini semua karena salahnya.Zia memasuki kelas dan berjalan kearah bangkunya. Daniel sepertinya belum datang, terlihat dari bangkunya yang masih kosong.
"Dia baik-baik aja atau sekarang lagi dirumah sakit?" gumam Zia menebak-nebak.
Zia melirik ke bangku depan mendapati Neera dan Dilla yang terlihat lesu, mereka terlihat seperti mayat hidup yang masih kuat bergosip.
"Gegara om Revan, bunda gue ngomelin dari malem sampe pagi aaarrrgghh-" erang Neera mengacak rambutnya kesal.
"Lo enak Neer, diomelin sama tante Dinda doang, lah gue emak, bapak belom lagi tu si Vendra ikut ngomporin!" tambah Dilla.
Zia hanya mendengar ocehan teman-temannya, tidak berniat ikut menyahuti, saat ini pikirannya tertuju akan sosok Daniel, ntah ada apa dengan dirinya.
Biasanya Zia selalu kesal karena Daniel selalu mengganggunya, tapi sekarang? Apakah Zia khawatir akan keadaan pria itu?
"Ohh sorry ini bukan khawatir." batin Zia menolak.
Zia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, bingung dengan perasaannya sendiri. Lalu melirik jam yang melingkar ditangannya.
"5 menit lagi bel," gumanya pelan, lalu kembali menopang dagunya masih menunggu sang teman sebangku yang selama ini selalu menganggu dirinya.
Tatapan itu akhirnya menjadi lamunan.
Braakk!!
Zia berdiri dari duduknya, meraih tasnya dengan cepat, Neera dan Dilla yang tengah asik curhat terpaksa mengalihkan pandangan mereka menatap kearah Zia dengan tatapan penuh tanya."Lo kenap-" tanya Neera terhenti.
"Gak apa-apa Neer, izinin gue ya kalo perlu buatin surat ijin, gue mau bolos cape jadi rajin mulu," oceh plus suruh Zia dan langsung ngacir keluar kelas.
"Tapi Zi-" Dilla hendak bertanya tetapi Zia sudah hilang di balik pintu.
"Zia kenapa ya Neer? Atau jangan-jangan dia frustasi terus mau bunuh diri, Neer gawat ntar siapa yang neraktir kita, kalo Zia nya sih gak papa mati yang penting ada yang neraktir kita," panik Dilla, mengibas-ngibaskan tangannya sembari melotot kearah Neera.
Pplloookkk.
Neera melayangkan telapak tangannya kearah jidat Dilla, membuat sang empu meringgis."Kalo Zia mati kita makan ayam tempat tante Cynda," sambung Neera, Dilla menyodorkan kedua jempolnya setuju.
***
"Makasih ya mas," tutur Zia sembari menyerahkan selembar uang berwarna hijau kepada tukang ojol kemudian beranjak dan mengamati bangunan yang berada di hadapannya sekarang. Mobil Zia sudah di sita oleh ayahnya akibat aksi semalam.
Zia menatap layar ponselnya, dan membaca betul-betul alamat yang tertera di sana.
"Bener kok, awas aja tu dua kunyuk nipu gue,"
Zia melangkahkan kakinya mendekat kearah pagar hitam yang menjulang tinggi, matanya menatap rumah megah yang berada didalam sana.
"Oh orang kaya toh, pantes sombongnya minta di tampol," omel Zia, lupa akan tujuannya kerumah ini untuk apa.
"Mau cari siapa ya non? Non gak sekolah?" suara seseorang membuyarkan lamunan Zia.
Zia mengalihkan pandangannya dan menatap kearah suara, terlihat seorang satpam menghampiri Zia.
KAMU SEDANG MEMBACA
RICORDARE
Teen Fiction[COMPLETED] Kezia Alqueena menemukan seorang cowok yang menarik perhatiannya. Dia adalah Arvan, seniornya di Altavista, tentu saja dia bukanlah satu-satunya gadis di sekolah tersebut yang jatuh hati kepada Arvan. Berbagai cara pun Zia lakukan agar A...