Langit tiba-tiba gelap disertai suara gemuruh dan kilatan yang menggelegar membuat kegiatan hari ini terpaksa dihentikan.
Seluruh rombongan Altavista dengan serempak masuk kedalam penginapan untuk menyelamatkan diri dari rintikan hujan yang mulai turun.
Zia, Neera, dan Dilla tengah panik luar biasa dengan situasi ini.
"Dill, coba lo telpon Farrel atau siapa kek? Kayanya kita tersesat," pinta Neera, mimik wajahnya terlihat sangat panik.
Dilla mengambil ponselnya, mengutak-atik sebentar dan kemudian menggelengkan kepalanya. "Lo sih Neer gak bawa tower, kalo gini kan jaringan gak ada,"
"Kayanya kita tersesat deh?" tambah Dilla mengemukakan pendapatnya.
"Ya memang tersesat anjir, bukan kayanya lagi," kesal Neera dengan kepintaran temannya itu.
"Neera gak boleh ngomong kasar, lo mau di culik dedemit?" tanya Dilla lagi.
"Badan gue gak kuat jalan, gimana ya?" lirih Zia, tubuhnya tidak bisa diajak kerja sama sekarang. Wajah gadis itu sudah terlihat pucat pasi.
Langit yang mendung membuat suasana hutan terasa sangat gelap, belum lagi suara gemuruh membuat mereka tambah ketakutan.
"Mau ujan lagi, ntar kita kehujanan gimana," panik Dilla sambil mendongakkan kepalanya melihat keatas menatap langit yang tampak gelap.
"Ini semua salah gue, sorry ya Neer Dill," ucap Zia menyesal.
"Zii lo gak papa?"
Zia menggeleng. "Kepala gue berat banget Neer," ringgis Zia.
"Zia lo jangan sampe kenapa-napa okey," tegas Dilla yang semakin panik melihat kondisi Zia.
Tik tikk.
Rintik hujan mulai turun membuat mereka semakin gelagapan dan tenggelam dalam kepanikkan."Yah hujan," gumam Dilla bengong membiarkan dirinya basah oleh rintikkan hujan.
"Yang kata ini panas siapa?" sahut Neera dan dengan cepat Neera menuju kesebuah pohon pisang hutan, ia memotong daunnya untuk dijadikan payung untuk melindungi tubuh mereka dari guyuran hujan.
"Lo yakin? Cepet lo betiga bantu gue! Kita masuk hutan sekarang," tegas Arvan kepada Daniel, Erick, dan Farrel. Ketika mendapat laporan Zia, Neera, dan Dilla tidak ada di sini.
Arvan sudah mengecek semua anak dan menanyakan perihal Zia dan teman-temannya. Namun tak satupun yang dalat memastikan dimana mereka berada.
"Van! Ini udah hujan," cegah Eva yang kebetulan ikut mendengar ucapan Arvan tadi. Ia menatap kesal kearah Daniel, kenapa pria itu terlihat sangat panik.
"Iya betul kata Eva, lagian itu hutan gak aman apalgi hujan kaya gini," sambung Cerry.
"Mereka yang gak aman ada di dalam hutan!" tegas Arvan dan langsung berlalu dari hadapan Eva, Cerry, dan Tiara yang terlihat sedikit dongkol.
"Nis, lo atur anak-anak suruh ke kamar masing-masing ya, istirahat dulu kegiatan kita lanjut besok, pastikan situasi tetap aman," ucap Arvan kepada salah satu panitia yang lainnya. Arvan adalah ketua panitia dalam acara ini dan semua adalah tanggung jawabnya.
Sedangkan Daniel, Erick, dan Farrel dengan gerakan cepat segera melangkah keluar dari penginapan dan mulai masuk kehutan mengikuti Arvan.
"Sial," cibir Eva yang melihat kepergian Daniel, Erick, Farrel dan Arvan.
"Kalo sampe kita ketahuan gi-"
"Gak! Gak akan," potong Eva memotong ucapan Tiara barusan.
"Makin deres, kalo kita diam aja kita gak bakal keluar dari hutan ini, sedangkan kita sendiri gak tau ada bantuan atau engga?" gumam Neera pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
RICORDARE
Teen Fiction[COMPLETED] Kezia Alqueena menemukan seorang cowok yang menarik perhatiannya. Dia adalah Arvan, seniornya di Altavista, tentu saja dia bukanlah satu-satunya gadis di sekolah tersebut yang jatuh hati kepada Arvan. Berbagai cara pun Zia lakukan agar A...