"Hosst host host-"
"Kenapa Dev?" tanya Zia bingung, mendapati teman sekelasnya yang tiba-tiba menghampiri dengan napas yang terengah-engah.
"Gue nyariin kemana-mana sumpah," ujar gadis bernama Devi itu dengan raut wajah panik.
Zia dkk dan Daniel dkk hanya memandang Devi dengan tatapan bingung, menanti ucapan Devi selanjutnya.
"Itu bu Wati marah-marah, lo gak matiin keran air yang didepan ya? Airnya menuhin koridor-"
Neera dan Dilla saling pandang kemudian melotot.
"Mampus gue lupa," ucap Neera sambil menepuk jidatnya dramatis.
"Zia sih! Tiba-tiba narik," tuduh Dilla menatap Zia sengit.
"Kok gu-" protes Zia terpotong.
"Sekarang! Bu Wati nyari kalian dan- hahhh!" pekik Devi begitu menyadari sekelilingnya.
"Habis lo pada!" seru Devi setelah melihat sekelilingnya dengan takjub. Ia yakin bu Wati akan mengamuk sekarang.
"ZIAAAAA! NEERAAA! DILLAAAA!" suara menggelegar mulai terdengar di indra pendengaran mereka.
"Ngapain pada diem! Gak usah nyari penyakit, udah sana lari sebelum bu Wati ngeliat kalian," ujar Devi geregetan.
"Tap- tapi bukan cuma kita doang kok! Mereka juga ngerusuhh!" Adu Zia sambil menunjuk kearah Daniel, Erick, dan Farrel yang tengah nyantai di bangku taman tidak jauh darinya.
"KALIANNN DIMANAAA?" suara Bu Wati kembali terdengar bahkan kali ini terdengar sangat dekat.
Ketiga gadis itu saling pandang dalam diam.
1 detik ...
2 detik ...
3 detik ...
4 detik ...
5 detik ...
"APAA APAAN INIIIII! HAHH! APA YANG KALIAN BUAT!" Bu Wati beserta badan babonnya sudah berada di jalan masuk taman, mukanya terlihat merah padam dengan deru nafas naik turun.
Zia, Neera, dan Dilla sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi mereka hanya memandang bu Wati dengan takut.
Sreet.
"Ehh!"
"Mau ke-"
"KABURRRRR BEGO!" pekik Daniel, Erick, dan Farrel langsung menarik tubuh Zia, Neera, dan Dilla yang hanya terdiam pasrah.
"MAUU KEMANA KALIANNNN!" pekik bu Wati menunjuk tangannya dimana keenam remaja itu sudah berlari kabur.
Zia memperhatikan tangannya yang digenggam oleh Daniel, bingung dengan dirinya sendiri, apakah Zia harus senang atau tidak? Zia merutuki sikap bodohnya tapi ntah kenapa Zia tidak menolak ketika pria ini menggeret tubuhnya dengan seenak jidat.
"BERHENTII!" teriak bu Wati berusaha mati-matian mengejar mereka, karena tubuhnya yang babon membuat bu Wati tertinggal jauh. Namun bu Wati tak menyerah ia tak akan pernah memaafkan keenam anak nakal itu.
"Jalan buntu?" tanya Dilla dengan tampang begonya.
"Bukan! Udah tau nanya lagi," kesal Farrel.
"Gawat! Satu-satunya jalan ya manjat tembok ini."
"Udah cepetan naik," suruh Erick, mereka sudah berada dijalan buntu, dimana terdapat sebuah tembok yang memisahkan area sekolah.
"Gimana gue gak bisa!" ujar Zia menatap tembok tinggi dihadapannya dengan bingung. Pasalnya tubuh pendeknya ini tidak akan pernah bisa melompati tembok setinggi ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
RICORDARE
Teen Fiction[COMPLETED] Kezia Alqueena menemukan seorang cowok yang menarik perhatiannya. Dia adalah Arvan, seniornya di Altavista, tentu saja dia bukanlah satu-satunya gadis di sekolah tersebut yang jatuh hati kepada Arvan. Berbagai cara pun Zia lakukan agar A...