Part 23 - Sirkuit

5.7K 431 102
                                    

"Ayah, menurut ayah good boy tuh gimana sih?" tanya Zia kepada Revan sang ayah, dengan kepo.

"Nilai tuh diurusin, cowok mulu sih," komentar Kesya dengan tampang yang ingin sekali Zia geplok pake panci.

"Yeee syirik aja sih Syaa," balas Zia, memutar kedua bola matanya malas.

"Ya yang kaya ayah gini," jawab Revan seadanya, dengan ekspresi santainya Revan menyuap sesendok makanan kemulutnya, membiarkan anaknya itu melongo takjub.

Keluarga kecil itu tengah berkumpul melahap makan malam di ruang makan.

"Bun, Zia mau nanya nih?" ujar Zia disela-sela mengunyahnya.

"Ehmm-" tukas sang bunda, masih fokus memakan makanannya.

"Bunda ingat gak? Teman kecil Zia dulu," tanya Zia menghentikan aksi makannya dan menatap sang bunda menunggu jawaban.

"Elleh, temen waktu kecil lo ya paling itu-itu aja kak Neera, Kak Dilla, bang Aldev, kak Naura dan adek-adeknya, Dapa Dapi," sosor Kesya, lagi-lagi membuat Zia kesal.

"Gue gak nanya lo Kesya!"

"Siapa?" bingung Cynda, mengerutkan dahinya.

"Iihh bunda-" Zia memanyunkan bibirnya, merasa tidak puas dengan jawaban Cynda. Lalu menatap kearah ayahnya. "Ayah tau gak? Inget kan, temennya Zia dulu."

"Siapa? Ucup?"

"Iiii, bukan!!!" kesal Zia.

Cynda dan Revan saling pandang.

"Anak temannya ayah, yang waktu itu pergi, tapi sampe sekarang Zia gak pernah ketemu lagi," pungkas Zia tertunduk.

"Oooh ituu-" suara sang bunda terdengar, Zia mengangkat kepalanya dan menatap Cynda berbinar.

"De- Devin kan kalo gak salah namanya," tebak Cynda.

Zia mengembangkan senyumannya, akhirnya ia ingat nama anak itu.

"Iya diaa," tukas Zia dengan semangat.

"Ekhmm," dehem Revan terdengar, Zia menoleh menatap kearah sang ayah. "Ada perkembangan gak sama nilai kamu?"

Zia terdiam, ini lah yang Zia tidak suka, setiap kali dirinya ngomong tentang cowok pasti ayahnya langsung mulai.

"Hmm masih dihusahain yah," jawab Zia tertunduk tidak berani menatap wajah Revan.

Mendengar ucapan ayahnya barusan, Kesya dengan cepat menyuap nasi ke mulutnya dan meneguk habis minumannya. "Ayah, bunda Kesya deluan ya ada tugas, bye-" pamit Kesya dan langsung ngacir menuju kamarnya, Kesya tak mau menjadi sasaran kedua, bisa gawat jika ayahnya itu menanyakan soal catatan merah di ruang BK. Mau jawab apa dirinya.

Sreet. "Ya udah deh ayah, bunda Zia ke kamar juga deh," pamit Zia dan langsung ikut beranjak dari duduknya.

Dddrrrrttt.
Zia menghentikan langkahnya dan melihat ponselnya yang bergetar.

Zia membaca sebuah pesan masuk, seketika ekspresinya berubah menjadi panik, tegang, dan bingung.

"Kenapa Zi?" tanya sang bunda yang melihat perubahan ekspresi Zia.

Zia menyadarkan dirinya, kemudian menggeleng cepat. "Ga- gak papa kok bun, Zia ke kamar dulu ya, Zia baru ingat ada pr," tukas Zia dan berjalan menuju kearah kamarnya dengan terburu-buru.

"Kebiasaan." tutur Cynda sambil menggelengkan kepalanya.

Malam ini adalah malam dimana balapan itu akan dimulai. Zia dibuat tidak tenang begitu membaca pesan yang dikirimkan Daniel kepada dirinya.

RICORDARETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang