"Ahhh!" pekik Zia kesal sambil mengacak rambutnya frustasi menghadapi soal fisika didepannya ini, lalu tatapan Zia menatap kearah depan tepatnya kearah bangku Neera dan Dilla, terlihat Neera tengah asik menyoret-nyoretkan sesuatu dilembar kertas cakaran, bukan menghitung gadis itu sedang berimajinasi, lalu kearah Dilla, dimana gadis cantik itu dengan serius menjawab soal-soal tersebut menggunakan google secara diam-diam.
"Kenapa temen-temen gue gak bisa diandelin semua ya Allah!" Zia menghela nafasnya dan pasrah pada nilai fisikanya nanti.
"Pak Angin gila sih, belum aja belajar udah dikasih ulangan mendadak kaya gini! Coba deh kalo mau ulangan tuh bilang-bilang jadikan bisa buat contekan dulu," bibir manis itu sedari tadi berkomat-kamit sembari menatap kesal seorang guru yang tengah bersedekap sembari melihat situasi kelas yang sangat hening.
Pak Topan atau pak Angin sebutan dari Zia, menurutnya Topan adalah nama angin, guru yang terkenal killer ini adalah guru yang sangat Zia tidak suka.
"Zia kamu kenapa ngeliatin saya begitu? Suka?" tutur Pak Angin saat mendapati Zia tengah menatap dirinya dengan tatapan tajam belum lagi mulutnya berkomat-kamit.
"Engak! " jawab Zia cepat. Seketika ruangan kelas yang tadi hening langsung heboh menertawakan Zia, situasi ini digunakan Dilla untuk membuka ponselnya dan mencari jawaban dengan cepat.
"DIAM!" suara Pak Angin terdengar melengking membuat suasana kelas itu kembali hening.
"Zia, Neera, Dilla besok waktu terakhir untuk ngumpul tugas yang saya suruh!" ujar Pak angin.
Seolah ingat Zia, Neera dan Dilla langsung merogoh tas masing-masing, kemarin mereka sudah mengerjakan tugas yang seharusnya dikumpulkan minggu lalu, Dilla dan Neera langsung menyerahkan tumpukkan kertas-kertas itu kepada pak Angin, sedangkan Zia masih merogoh tasnya.
"Loh kok gak ada sih?" gumam Zia bingung dan mengeluarkan seluruh isi tasnya, tetapi tugasnya tetap tidak ada.
"Apa ketinggalan ya?" tanya Zia kepada dirinya sendiri sambil mengingat-ingat dimana tugas itu berada.
Zia melototkan matanya. "Astaga gue taroh dimeja belajar lupa taroh dalam tas!" pekiknya memegangi kepalanya dramatis.
"Zia tugas kamu mana?"
Zia menyengir. "Hehehe ketinggalan pak, tapi udah dikerjain kok pak tenang aja, besok deh Zia janji," mohon Zia lembut lengkap dengan muka memelasnya.
"Bohong!" tuding pak Angin membuat Zia melototkan matanya. Enak saja dirinya di tuduh berbohong.
"Beneran pak, tanya coba sama Neera Dilla, tugas gue beneran udah kelar kan?" tanya Zia menatap kedua temannya itu minta pembelaan.
"Tau," sahut Neera dan Dilla secara bersamaan sambil menaikkan bahu, membuat Zia makin melototkan matanya.
"Tega ya lu bedua, ingat gak kita temenan dari zigot," ujar Zia.
"Sudah! Sudah! Berhenti berdebat cepat lanjutkan ulangan kalian! ZIA!"
"Hadir pakkk," pekiknya sembari mengangkat tangan.
"Besok pagi sebelum bel masuk berdering saya tunggu, lebih dari itu saya nyatakan nilai merah dirapot."
"Siap laksanakan!" sahut Zia hormat, membuat sang guru menggelengkan kepalanya.
Sedari tadi Zia tidak fokus karena memikirkan tugasnya, bagaimana kalau tidak ada? Zia ngerjain itu butuh dua hari dua malam begadang.
"Usttt Dil Dill," panggil Zia berbisik, seketika Dilla menoleh.
"Aahhh diem Zi lo mau dihukum sama pak Angin?" ujar Dilla.
KAMU SEDANG MEMBACA
RICORDARE
Teen Fiction[COMPLETED] Kezia Alqueena menemukan seorang cowok yang menarik perhatiannya. Dia adalah Arvan, seniornya di Altavista, tentu saja dia bukanlah satu-satunya gadis di sekolah tersebut yang jatuh hati kepada Arvan. Berbagai cara pun Zia lakukan agar A...