Mall

1.9K 105 1
                                    

"Langsung pulang, Mah ?" tanyaku kepada mamah yang kini kami sedang berada di pasar.

"Nggak, Cha. Kita ke Mall dulu, ya ?" kata mamah. lalu aku mengiyakan.

Setelah selesai belanja keperluan bulanan dari pasar kini aku dengan mamah masuk kedalam salah satu Mall yang berada di pusat kota Cianjur.

"Mau beli apa tempat pakaian ?"tanyaku kepada mamah. Oke, sudah jelas jika pergi kesini sudah tentu membeli pakaian. Tapi maksudku pakaian apa yang hendak mamahku beli.

"Tante kamu sebentar lagi lahiran. Mamah mau milih pakaian buat dedek bayinya nanti." Jawab mamahku yang aku jawab kembali dengan 'oh' dan sebuah anggukan.

Aku yang berjalan sedikit dibelakang mamah yang hendak ke deretan baju yang dipilihnya melihat-lihat deretan pakaian lain. Lalu bola mataku berhenti kepada seorang gadis kecil sendirian didekat deretan baju orang dewasa didepan sana. Aku perkirakan umurnya antara 6 atau 7 tahun. Aku menghentikan langkahku. Memperhatikannya kembali karena wajahnya terasa familiar. Aku mencoba mengingatnya.

Adiknya Aldo ? kenapa sendirian ?

Aku melihat kesekeliling gadis kecil itu. Tetapi seperti tak ada yang bersamanya. Lalu saat aku perhatikan kembali wajahnya yang seperti ketakutan. Tanpa berpikir panjang aku menghampiri mamah dan meminta ijin untuk pergi.

"Assalamu'alaikum, Adek cantik." Sapaku dengan membungkukkan badan.

Dia sedikit menjauh tetapi tetap menjawab salamku,"Wa'alaikumussalam." Ucapnya dengan nada bergetar.

Sepertinya dia takut karena belum mengenalku. Aku merendahkan posisiku agar menyamakan ketinggian. Aku mencoba meraih kedua tangannya walau terlihat dia masih ketakutan. "Nama kakak, Kak Anisa. Temen sekelasnya Ka Aldo." Kataku dengan diakhiri senyuman manis.

Aku terkejut saat dia tiba-tiba memelukku. Sangat erat. Dia menangis. Aku membiarkannya sejenak dengan akupun mengusap-usap rambut lurus sebahunya itu untuk menenangkan. Setelah tangisnya reda dia melepaskan pelukannya. Dia masih mengusap kedua mata basah dan merahnya. Perlahan aku kembali menggenggam kedua tangannya. "Adek kenapa sendirian disini ?"

Dia memandangku lekat. "Ta-tadi sama ibu kesini. Ibu lagi lihat-lihat baju. Ta-Tasya lihat boneka bagus disebelah sana dan menghampirinya." Katanya menunjuk sederet boneka yang dipajang di Mall itu. "Setelah lihat kebelakang ibu udah gak ada." Jelasnya dengan masih terbata-bata.

Jadi namanya Tasya.

"Oh begitu. " aku melepaskan tangan tanganku lalu mengusap kembali rambut kanannya. "Lain kali gak boleh jauh-jauh sama ibu, ya. Kalau mau sesuatu bilang sama ibu, jangan pergi sendirian." Kataku dengan diakhiri mengusap-usap puncak kepalanya. Ia hanya mengangguk.
"Ya udah sekarang kita ke ruang info." Ajakku dengan masih menggenggam tangannya kembali.

Tak lama setelah diumumkannya anak hilang ibu Tasya berlari menghampiri kami yang sedang menunggu. Isak tangisnya pecah saat memeluk Tasya. Setelah lama ia memeluk dan mencium Tasya, ibu berdiri dan melihatku. "Terimakasih ya, Nak. Ibu gak tau kalau gak ada kamu Tasya gimana."

"Alhamdulillah, Allah mengirimkan saya untuk menolong Tasya." Kataku dengan ramah.

"Boleh ibu tahu namanya ?" tanya perempuan cantik dengan balutan gamis hitam dengan kerudung merah muda itu. Ternyata ibunya Aldo berhijab.

"Boleh, Tante. Nama saya Anisa."

Lalu Tasya yang sedari tadi diam kini ikut bersuara yang membuatku terkejut sekaligus malu. "Kakak cantik ini temennya Ka Aldo, Bu."

Ibunya yang terlihat kaget melihat Tasya lalu melihatku. "Benarkah ?"

Aku meringis kecil "Iya, Tante. Tadi saat menghampiri Tasya dia terlihat masih takut. Mungkin karena Anisa orang asing jadi Anisa bilang temen kelasnya Aldo dengan harapan bisa membuatnya lebih tenang."

Beliau menatapku lekat, tersenyum seperti ada keharuan didalamnya.

"Sebagai tanda terimakasih bagaimana kalau kita makan ?" ajaknya yang membuatku sedikit terperanjat.

"Nggak usah repot-repot, Tante. Saya ikhlas kok nolong Tasya."

Seperti tak ingin ada penolakan beliau langsung meraih tanganku untuk pergi. "Gak repot, kok. Ayo !"

Aku dibuat bingung. Ingin tetap menolak tapi tak ada kuasa. Namun beberapa langkah berjalan hp dalam tas ku bersuara sehingga membuat tanganku dilepaskan dan aku mengambilnya.

Ternyata benar. Ibu itu seorang malaikat tak bersayap bagi anaknya.

Telepon dari mamah menjadi alasan untuk aku menolak ajakan ibunya Aldo. Walau aku sedikit terkejut karena ingat pasti mamah menunggu lama.

Dengan alasan tersebut tentu ibu Aldo tak bisa mencegah sehingga aku berpamitan kepadanya dan juga kepada Tasya. Aku mengusap puncak kepalanya. "Kakak pulang duluan, ya." Lalu pandanganku beralih kepada Ibu Aldo. "Tante, Anisa pamit pulang. Assalamu'alaikum."

"Iya, Nak. Hati-hati , ya. Wa'alaikumussalam."

***

"Maaf, Mah. Nunggu lama, ya ?" ucapku kepada mamah yang sudah berada diparkiran.
"Chaaa.. kamu itu kemana aja sih, udah jamuran nih mamah." Kata mamahku kesal.
"Hehe. Tadi urusannya agak lama. Maaf ya, Mah"
"Iyaa, ayo ah kita pulang."
"Siap, Mah."

***

Sebuah keberuntungankah Anisa bertemu dengan keluarga Aldo ?
Atau malah sebaliknya ?
Hehehe..
Ikutin terus yaa.. 😆😆
Info juga ya, saat ini sebenarnya cerita ini udah jadi 20 part di laptop aku, dan emang aku baru berani publish minggu ini hehe.
Jadi untuk sekarang jadwal updatenya belum tentu dan gimana moodku hehe. Jadi bisa satu kali sehari atau dua kali sehari.. aduuh. Kaya minum obat aja ya 😂

Tekadku dengan Akad [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang