Mogok

1.2K 78 0
                                    

"Aku gak langsung pulang. Kalian duluan aja."

"Mau kemana ?" Tanya Indah saat kami berjalan dikoridor.

"Muthia minta ketemu. Gak tau ada apa."

"Oke kita duluan."

Aku berjalan beda arah, menuju perpustakaan. Hari Jum'at jadwal pelajaran sampai jam 11 siang. Tapi sampai sore masih ada beberapa siswa bertahan disini. Entah itu ada urusan ekskul atau urusan lainnya.

"Assalamu'alaikum."
Aku mengucapkan salam kepada Muthia yang duduk disalah satu kursi diperpus. Muthia memilih kursi paling pojok yang jauh dari penjaga perpus.

"Wa'alaikumussalam." Jawab Muthia pelan.

Aku ikut duduk disampingnya. Merasa ada yang aneh karena sikapnya. Dia yang biasanya semangat tapi hari ini begitu lesu.

"Ada apa ?"

Muthia tak menjawab. Dia menatapku dalam. Lama kelamaan mata dia berkaca-kaca dan membuatku panik.

Belum aku mengeluarkan kalimat dia memajukan diri, memelukku erat. Dia menangis.

"Loh loh kenapa ?" Tanyaku membalas pelukannya.

Muthia masih enggan menjawab. Karena begitu, aku tak berkata lagi, membiarkan dia menumpahkan semua tangisnya dan mengelus pelan kepalanya.

Setelah cukup lama Muthia melonggarkan pelukannya. Dia menegak, mengusap kedua pipinya yang basah.

"Udah lega ?" Tanyaku yang diangguki Muthia.

"Ada apa ?" Tanyaku untuk ketiga kalinya.

Muthia memainkan kuku-kukunya yang berada di atas paha. Menatapku nanar. "Papah.... Papah berantem lagi sama mamah."

Aku menatapnya dalam, merasa kasihan juga dengan apa yang Muthia alami.

"Kemarin-kemarin mereka cuma berantem dikamar." Lanjut Muthia dengan suara yang parau, "tapi sejak kemarin mereka mulai berantem di tengah rumah."

Memang, terkadang, yang paling ceria dihadapan banyak orang itu yang paling menyembunyikan rasa sakitnya.

"Kenapa gak minta tolong ke nenek ? Mungkin nenek kamu bisa memberi nasihat sama papah mamah kamu."

"Udah pernah. Tapi kata nenek gak berhasil."

Aku menghela napas, bingung harus berbuat apa. Walau berusaha mengerti perasaannya tetap saja tidak bisa. Karena aku tidak pernah merasakan.

Seperti biasa. Aku hanya bisa mendengarkan dan memberi nasihat sebisaku.

Aku mengusap kepalanya, mencoba menenangkan. "Jangan berhenti berdoa, terus meminta yang terbaik kepada Allah dan semoga kamu bisa di kuatkan."

Muthia mengangguk, walau masih enggan untuk tersenyum.

"Senyum dong, ntar cantiknya gak keliatan." Godaku yang ternyata berhasil membuat senyum samar di wajahnya.

"Eh di kelas ada kejadian unik gak hari ini ?" Tanya aku memancingnya untuk tidak terus larut dalam kesedihannya.

Dan berhasil.

Secara cepat dia kembali turn on dengan kerecewatannya menceritakan apa yang dilaluinya hari ini.

***

Keasikan berdua dengan Muthia diperpus, lalu mampir ke sebuah cafe sebentar tak terasa udah jam 3. Namun Muthia mengajakku ke rumahnya, aku tak bisa menolak apalagi disaat keadaan hatinya sedang buruk. Sampai akhirnya aku pulang jam 5 sore.

Tekadku dengan Akad [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang