Pagi itu setelah mencuci piring bekas sarapan keluarga, aku duduk di sofa dengan novel yang aku baca.
Ini memang salah satu hobiku. Jika tak ada pekerjaan aku mengisi waktu luang dengan membaca.
"Anak mamah yang cantik lagi baca apa nih ?" Mamah duduk disampingku.
Aku meliriknya sebentar, lalu tersenyum, "Novel karya Mbak Asma Nadia, Mah." Jawabku dengan kembali kedalam bacaan.
Mamah mendekatkan wajahnya ke arahku, "Judulnya apa ?" Tanyanya enasaran dengan buku yang aku baca.
"Cinta Dua Kodi."
"Udah hampir satu minggu liburan sekolah, kamu gak ada jadwal main gitu ?"
Aku menutup novel di tanganku. Meletakkannya dimeja. Menyampingkan tubuh menatap mamah dengan selidik, karena tak biasanya mamah menanyakan hal itu. "Gak ada. Ada apa ?"
Mata mamah berbinar, aku mengernyit tak mengerti. "Jadi kamu hari sabtu nanti ada dirumah dong, ya ?" Tanya mamah antusias.
Aku mengulum bibir, menatap teduh wanita yang kucintai ini, "Sabtu jadwal aku ke pengajian bulanan, Mah."
Terlihat drastis perubahan wajah mamah, ia mengerucutkan bibirnya, "Gak bisa dituker hari minggu aja ?"
Kini aku mengerti, "Sahabat papah itu mau kerumah lagi,ya ?"
Mamah meringis, mengangguk beberapa kali.
Mamahku memang masih cukup muda. Umurnya 35 tahun. Jadi ya sikapnya terkadang seperti itu.
Mamah dengan cepat menggenggam tanganku, "Beliau pengen banget ketemu sama semua keluarga kita. Dan cuma kamu yang belum pernah dia temui." Ucapnya dengan wajah memelas.
Aku heran. Kenapa mamah sampai segitunya ? Memang orang yang selalu mamah bicarakan itu sahabat papah sejak awal merintisnya usaha orangtuaku. Tapi, apa ini tidak berlebihan ?
Aku menatap mamah malas, bukan karena aku tidak sopan, tapi aku sudah bosan mendengar permintaan orang itu. "Maaf, Mah." Kataku dengan membalas genggaman mamah, "aku gak bisa pindahin jadwal pengajian mingguanku."
Aku berpikir sejenak, dan mendapatkan ide untuk setidaknya tidak mengecewakan mamah,"kalau gitu, kenapa om itu kesininya hari minggu aja ?" Saranku kepada mamah, "hari minggu aku kan ada dirumah."
Mamah menggeleng, "Gak bisa. Katanya itu waktu kumpul sama keluarganya."
Mamah menatapku lekat. Tangannya beralih ke kedua pundakku. "Kamu kan udah tau. Beliau itu sahabat papah yang nemenin usaha papah dari nol sampe sukses seperti sekarang. Mamah cuma gak enak, gak bisa memenuhi permintaannya itu."
"Om Pratama punya anak cowo ?" Tanyaku menyebutkan nama sahabat papah itu.
"Punya."
"Seumuran sama aku ?"
Mamah mengarahkan pandangannya ke atas, seperti sedang berpikir, lalu kemudian mengangguk.
Aku membenarkan kembali posisi duduk. Meraih novel didepanku dan membukanya. "Kok, aku nyium bau-bau perjodohan."
Mamah memekik, tapi tak mengagetkanku. "Kok, kamu bisa mikir gitu sih ?"
"Klasik, Mah." Kataku malas, "dua keluarga bersahabat dengan alasan pekerjaan, mempunyai anak yang masing-masing berbeda gender, lalu akan menjodohkannya dengan alasan agar mempererat persaudaraan."
Mamah mendorong tubuhku pelan, refleks aku menatapnya dan terlihat mamah melengos, "Itu sih kamu korban sinetron negara +62 !"
"Tapi, Mah, " aku merengek meyakinkan mamah, "kejadian kaya gitu beneran ada."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tekadku dengan Akad [COMPLETED]
Teen FictionAnisa gadis SMA yang memegang teguh ajaran-ajaran agamanya, yaitu Islam. Dan salah satunya ia sangat menolak dengan hubungan yang marak di kalangan remaja, yaitu pacaran. Ia bertekad hanya dengan akad seseorang bisa memilikinya. Namun, di pertengaha...