Aku menangis terisak di kamar sejak kepulangan dari sekolah, menenggelamkan wajah di dalam bantal untuk meredam suara tangisan. Karena jika sampai terdengar oleh mamah atau papah harus menjawab apa aku ini. Untuk pertama kalinya aku menangis karena seorang laki-laki. Aku berusaha untuk menghentikan air mata ini, tapi setiap mengingat kalimatnya tadi rasa sakit ini muncul lagi.
Sebenarnya aku bingung, kenapa aku harus menangis sampai seperti ini ? Bahkan saat kesalahpahaman bersama Aldo dulu omongan orang-orang lebih menyakitkan, tapi aku bisa mengabaikannya.
"Sok suci!" . "cewek munafik," ,"menggunakan agama untuk terlihat sok alim."
Apa benar aku menangis karena ucapannya saja ? Aku rasa bukan hanya itu. Apa karena yang berbicara itu Aldo ? Tapi apa bedanya jika yang berbicara itu dia ?
***
"Icha, bangun sayang! Udah ashar."
Aku berusaha membuka mata, melihat jam dinding yang ternyata sudah menunjukkan pukul setengah 4. Sepertinya aku tertidur saat lelah setelah menangis. Aku dengan cepat bangun dan menghampiri meja rias, walau memang rasanya lebih tenang setelah meluapkannya dengan tangisan namun aku menyesal kenapa harus tertidur. Kedua mataku sembab, terlihat jelas selesai menangis.
"Aah.... Gimana ini?!!"
Aku merengek kepada diri sendiri. Bagaimana aku bisa keluar kamar dengan keadaan seperti ini ? Mamah pasti akan menyerbuku dengan berbagai pertanyaan. Dan saat ini aku masih enggan membicarakannya kepada orang lain.
Ah! Aku punya ide.
***
"Icha ?"
"Icha mau mandi, Mah."
Mamah pasti merasa heran, melihatku menutup seluruh kepala dengan handuk. Aku hanya membuat sedikit celah untuk melihat.
Setelah selesai mandi, sholat dan lainnya aku duduk sila di atas kasur dengan bantal di pangkuanku. Dengan tangan di atas bantal aku menatap lurus ke dinding kamar di depan sana. Kini walau aku masih teringat dengan semua ucapan kasarnya aku tidak lagi menangis. Namun aku tetap merasa tidak terima. Aku tidak terima dia tidak mau mendengarkan penjelasanku, aku marah karena dia menuduhku seenaknya, karena yang dia lihat itu hanya potongan kejadiannya.
Aku mengingat kembali apa yang terjadi tadi pagi saat aku sibuk di rohis.
Pertemuan dimulai sekitar pukul setengah delapan pagi. Kami rapat membicarakan tentang penampilan apa yang akan di tunjukkan saat nanti demo ekskul kepada siswa baru di kegiatan MPLS nanti. Setelah di tentukan apa yang akan ditampilkan, Arif, Alisa, dan aku pergi ke ruang guru untuk memberikan laporan hasil pertemuan. Setelah itu kami bertiga melanjutkan ke kantin untuk membeli makan semua anggota yang hadir. Saat di koridor aula memang Alisa sempat tertinggal entah karena apa karena akupun menyadari dia sudah tidak ada, tapi itu hanya sesaat karena tak lama kemudian Alisa bergabung lagi. Mungkin saat itu Aldo melihatku berdua dengan Arif.
Tapi untuk senyumku yang Aldo ceritakan, aku jelas tersenyum karena lawakan Alisa. Di sepanjang perjalanan dari ruang guru menuju kantin Alisa sesekali membuat lelucon yang lucu. Dan, aku tersenyum kepada Alisa yang berada di samping Arif bukan kepada Arif. Aku heran, jelas-jelas kami berjalan bertiga, tapi kenapa Aldo hanya melihatku berdua dengan Arif. Keadaan sekitar aula dan kantin tadi pagi memang cukup ramai, tapi apa sampai menutupi Alisa ?
Ponselku berbunyi membuyarkan pikiranku. Aku meraih ponsel yang berada di sisiku. Aku mengernyit melihat Alex yang mengirim pesan.
Alex : Lo ada masalah apa sama Aldo ?
KAMU SEDANG MEMBACA
Tekadku dengan Akad [COMPLETED]
Teen FictionAnisa gadis SMA yang memegang teguh ajaran-ajaran agamanya, yaitu Islam. Dan salah satunya ia sangat menolak dengan hubungan yang marak di kalangan remaja, yaitu pacaran. Ia bertekad hanya dengan akad seseorang bisa memilikinya. Namun, di pertengaha...