Jealous

1.8K 103 1
                                    

'Se alim apapun cewe kalo sering di sepik pasti dia baper’

Kalimat yang terngiang terus dalam pikiranku.

Dan aku pikir mengakuinya.

Ya, aku mengakui kalimat itu, namun bukan berarti aku terbawa perasaan kepada siapapun.

Tidak. Aku tidak baper dengan Aldo. Tapi jika dipikir secara logika hati perempan yang suka atas pujian dan perhatian pasti akan luluh saat mendapat sering pujian dan perhatian itu.

Dan, maka dari itu aku ingin menjaga jarak dari semua pria untuk saat ini, termasuk Aldo.

“Cha, sabtu kajian mingguan lagi ?” tanya ibuku yang sedang menonton televisi dan aku yang membaca buku diruang tengah.

“Iya, Mah.”

Mamah menatapku lesu “Padahal temen papahmu mau main lagi kesini, dia pengen banget ketemu kamu.”

Aku memiringkan kepala dan menatap mamah,”kenapa pengen ketemu aku ?” tanyaku heran.

“Mamah juga gak tau.” katanya dengan mengendikkan kedua bahu. Mamah terkekeh.”mungkin mau dijodohin sama anaknya.” Lalu mamah tertawa kecil.

Aku mengembungkan kedua pipiku, “Ih apaan sih, Mah. Masih SMA juga.”

“Becanda dong, Cantik. Gak usah merah gitu pipinya.” Goda ibuku yang membuatku semakin kesal, sedangkan ibu tertawa puas melihat reaksiku.

Gini deh kalo punya ibu yang suka ngejailin anaknya.

***

Aku sedang berjalan dengan Putri dan Indah di area sisi kanan mesjid agung yang dipenuhi berbagai macam aneka dagangan. Aku berada sisi paling kanan dan putri berada ditengah.

Bugh.

“Innalillahi.” Ucapku kaget saat seseorang menyenggol keras bahuku ketika aku berjalan, membuat langkah kami bertiga terhenti.

“Eh, sorry—“

Aku dan orang yang menyenggol tadi sontak membelalak saat kedua mata kami bertemu.

“Anisa ?” kata pemuda itu. “Maaf, beneran tadi gak liat, lagi fokus ke game.” Ucapnya serius tetapi wajahnya berubah menjadi malu saat menyebutkan kata ‘game’.

“Makanya kalo lagi jalan itu jangan main game dong.” Kata Indah menasihati.

“Iya, iya.” jawabnya malas. Lalu menatapku kembali. “Lo gak apa-apa kan, Cha ?” tanyanya selidik kepada bahu yang aku pegang.

“Ngga apa-apa, kok. Cuma sakit dikit aja.” Jawabku dengan memperlihatkan bahwa aku baik-baik saja.

“Eh,” kini dia menatapku dari atas sampai bawah. “masih pake kerudung emak-emak, Lo.” Katanya yang menggeleng-gelengkan kepala. “Padahal ukuran yang dipake waktu Maulid Nabi bulan lalu udah cocok banget.”

Aku mendelik, “Urusin aja tuh gitar kamu, jangan ngurusin orang lain.” Kataku ketus.

“Maksud kamu kerudung emak-emak apa, Do ?” tanya Putri kepada Aldo yang sepertinya tersinggung dengan kalimat tadi.

“Udah, gak usah dibahas, Put.” Kataku menenangkan. Aku melihat kepada Aldo.” Kami pamit duluan.” Kemudian aku menarik tangan Putri dan Indah untuk beranjak.

Putri tidak langsung pulang karena harus mampir ke pasar karena perintah ibunya. Indah pun sama, tapi ia ke toko kain. Ibunya Indah pandai menjahit.

Dan aku berjalan dari pintu mesjid ke tempat motorku terparkir sendirian.

“Mau gue anterin pulang gak ?” suara tawaran itu menghentikan langkahku dan membuatku menoleh kepada laki-laki yang berdiri disamping itu.

Tekadku dengan Akad [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang