Kebenaran

1.4K 95 1
                                    

"Aku yakin Arif kayanya suka sama kamu, Nis!" kata Widia dengan keukeuh.

Sekarang aku, Tiara, Puti, Indah, Anita, Widia sedang berada di kelas dengan duduk melingkar di sebuah meja. Pertandingan selesai sekitar 10 menit yang lalu yang di menangkan oleh kelas ku dengan skor 3-2. Di kelas hanya ada kami berenam karena yang lainnya sibuk diluar kelas entah dimana.

"Udah, deh, Wid," kata Putri yang mulai geram dengan celotehan Widia sejak tadi, "Arif itu nolongin karena dia emang posisinya deket." lanjut Putri yang aku angguki.

Widia mengerucutkan bibirnya merasa kesal sejak tadi Puti menyanggah perkataannya, "Tapi, Put--"

"Udah-udah !" lerai Indah kini,"gak usah di besar-besarin, jangan sampai dibawa perasaan." Katanya juga dengan geram.

kini Widia yang memajukan diri, "Tapi, ya. Arif kan tetep anak remaja yang pasti punya rasa suka terhadap seseorang."

"Iya, tapi dia paham saat ini bukan waktunya ngebaperin anak orang." kataku kembali menolak pemikiran-pemikiran mereka yang tetap bersikeras dengan perlakuan Arif tadi.

Benar. Dia memang berada dekat dari tempatku tadi. Dan saat tahu bahwa seseorang akan celaka disaat dia bisa menolongnya mana mungkin dia berdiam diri. Hanya itu !

"udah ah, aku mau ke perpus aja." kataku dengan beranjak pergi.

Tentang soal matematika Widia, sebelum kami ngobrol terlebih dahulu menyelesaikan tugasnya. Aku pikir mereka akan mengikutiku, namun ternyata tidak. Ya sudahlah. Saat aku berjalan menuju perpus langlahku terhenti sebelum belokan menuju kantin, tepatnya di samping ruang komite. Awalnya aku tak berniat menguping, namun saat mereka yang berada di depan belokan itu mengucapkan nama seseorang yang aku kenal, aku menjadi penasaran.

"Gila.... gue kasian banget sama Kak Aldo." kata salah seorang siswi yang sedang berkumpul disana. Dengan mereka menyebut 'Kak' aku bisa menyimpulkan bahwa mereka adik kelas.

"Jujur ya gue sejak awal pertandingan fokus sama Kak Aldo, dan gue lihat kerennya Kak Aldo pas lari buat ngejar bola yang melambung ke arahnya Kak Anisa." kini suara yang berbeda terdengar seperti menjelaskan. "Tapi karna emang posisi Kak Aldo itu jauh dan dia tahu gak akan tepat waktu sampe dia teriak buat ngasih tahu Kak Anisa." lanjutnya dengan nada semakin menggebu.

Aku membatu seketika mendengar penuturan siswi itu.

Aku tahu itu Aldo karena mengenali suaranya, namun aku tak menyangka kejadian sebenarnya seperti itu.

Kenapa hatiku berdesir lagi ?

Aku mengenyahkannya dan berusaha kembali mendengar percakapan mereka. Aku penasaran, karena Widia dan yang lainnya tadi hanya membicarakan tentang Arif. Tanpa menyebut nama Aldo sedikitpun.

"Dan yang paling bikin dramatis kejadian tadi itu..." lanjut gadis itu dengan serius namun menggantung seakan memberi rasa penasaran kepada teman-temannya yang mendengarkan. Dan berhasil juga membuatku ikut penasaran.

"Apa ih ?" "cepet bilang !" kata teman-temannya dengan tidak sabar.

"Pas Kak Aldo teriak itu Kak Arif langsung ngikutin arah bola itu dan mungkin dia sadar bola itu akan jatuh ke Kak Anisa dan dengan cepat dia lari buat nangkep bola ituuuuu !!!" katanya gemas.

"Ah masa sih ?" tanya salah satu temannya, "Bukannya emang Kak Arif dari awal udah tahu bola itu bakal kena ke Kak Anisa ?"

"Nah itu !" kata siswi yang tadi menjelaskan dengan menggebu. "Orang-orang gak sadar itu. Tapi udah gue bilang, kan ? gue fokus ke Kak Aldo. Jadi pas dia teriak gue ngikutin arah bola itu juga, dan gue tahu bola itu pasti kena ke Kak Anisa. Dan karna ternyata posisi Kak Arif itu emang lagi deket sama posisi Kak Anisa jadi gue lihat Kak Arif itu mulai bergerak setelah teriakan Kak Aldo." jelasnya dan tidak ada temannya yang berbicara kembali.

"Kalo Kak Arif sadar dari awal bola itu ngarah ke Kak Anisa pasti dia udah lari sebelum Kak Aldo teriak." Lanjutnya kembali.

"Astagaaa !" kata temannya yang seperti terkejut. "Kak Aldoku kasian banget kalo gitu."

"Nah kan !!" Kata siswi itu kembali menggebu."Harusnya Kak Aldo itu stay with me ajaa." lanjutnya kini yang terdengar menggelikan.

"Cha,!"

Aku terlonjak kaget melihat Putri dan yang lainnya sudah ada di dekatku sampai saja hampir teriak, namun berhasil aku tahan.

"Lah, katanya mau ke perpus, kok malah disini ?" tanya Putri kembali.

Aku yang merasa tertangkap basah sedang menguping tak tahu harus jawab apa. Namun teringat kembali takut jika para adik kelas itu menyadari adanya aku dan yang lainnya disini sehingga tanpa basa basi aku segera menarik Putri untuk kembali ke kelas yang di ikuti oleh yang lainnya.

Saat kami kembali berbincang di kelas, muncul Aldo, Juan, Dani, Alex, Bams ke dalam kelas dengan obrolan mereka yang entah apa itu. Tak sengaja saat mereka baru saja memasuki kelas mataku dan mata Aldo bertemu, dan dengan cepat aku mengalihkan pandangan. Berpura-pura tak peduli dan kembali berbicara dengan yang lainnya.

"Nis, "

Aku terkejut saat Aldo memanggilku sehingga membuatku refleks melihat kepadanya, "Iya ?"

"Maafin gue," Katanya dengan wajah menyendu. Aku dan yang lainnya termasuk para cowok itu menatap tak mengerti.

"Maaf untuk apa ?" tanyaku kepadanya.

"Maaf untuk kedua kalinya gue gagal ngelindungin elo."

Aku mengerjap, masih tak mengerti dan berusaha mencerna apa maksud dari kalimatnya. Sementara itu,

"EKHEMM."

"GUE AMBYAR OYYYY"

"NIS, PEGANGAN !"

"TAKUT OLENG HAHAHA"

"Apaan sih, sok puitis," kalimat dari Putri itu berhasil membungkam mereka yang mulai berisik.

"Lo sirik ya, Put ?" tanya Dani dengan menelisik, "karna gak ada yang deketin lo."

"Aku gak butuh ya cowok yang cuma main-main dan ngebaperin doang." jawab Putri santai. "Aku cuma gak mau Anisa jadi korban temen kamu itu," lanjutnya dengan melirik Aldo.

Dani bersiap maju untuk membalas Putri, namun Aldo mencegahnya, "Udah, gak usah ribut."

Dani menurut, namun dia mengatakan hal yang membuat Putri dan yang lainnya terheran-heran, "Arif gak akan sadar bola itu ke arah Anisa kalau Aldo gak teriak." katanya serius.

"Maksud kamu ?" tanya Widia kepada Dani.

Dari tadi aku hanya diam, masih berpikir maksud dari perkataan Aldo. Aku bisa menebak mungkin maksud dari kalimat 'gagal ngelindungin elo' itu karena dia gagal menangkap bola tadi. Jadi benar, tadi Aldo berusaha menangkap bola itu.

'Tapi kenapa dia bilang dua kali ?'

Dan kenapa dia mengatakan itu dengan mata yang menyendu. Apa benar dia sekecewa itu dengan 'kegagalannya' ?

"Anisa !"

"A-ah iya, apa ?" tanyaku terkejut dengan panggilan dari Dani yang membuyarkan dari lamunan.

"Njir, lo malah ngelamun." ucapnya kesal, kini Dani mendekat kepadaku, "gue mau bilang kalau sebenernya itu-- EH EH," ucapnya terpotong oleh tarikan Aldo yang membuatnya termundur ke belakang.
Dani melepaskan tangannya dari genggaman Aldo, dia menatap serius kepada Aldo, "Anisa tadi ngelamun, dia pasti gak denger, jadi harus di ceritain lagi."

"Gak usah." kata Aldo kepada Dani.

"Emang gue yang salah. Gue yang gagal."

Aku berdiri, membuat semua yang ada disana sedikit terkejut. Mungkin efek tegang atau apa itu aku kurang yakin. "Aku mau pulang. Pusing, dari tadi ngedengerin obrolan yang itu-itu aja." Aku beranjak tanpa mengajak siapapun atau memperdulikan siapapun.

"Assalamu'alaikum".

***

Assalamu'alaikum 😄
Bertemu lagi dengan triple A 😆 Aldo, Anisa, dan Arif.
Hmmm.. gimana nih kesannya untuk chapter ini ?
Dan juga gimana puasa kalian di minggu pertama ?
Semoga semua berjalan dengn lancar 😊

Tekadku dengan Akad [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang