Pengakuan

1.3K 81 0
                                    

Kejadian kemarin masih menyisakan kekesalan dihatiku. Sampai sekarang aku belum tahu siapa yang mengunciku. Iya, pasti ini ulah salah satu diantara mereka. Namun, kesalnya kepada semua.

Dan menyendiri diperpustakaan menjadi pilihanku untuk menghindari mereka.

Sejak di kelas aku tak banyak berbicara, berpura-pura fokus kepada apa yang diterangkan. Saat istirahat aku langsung kesini sendiri.

"Kak Anisaaa!"

Aku tersenyum melihatnya menghampiri. Ada ada saja, padahal tidak usah berteriakpun aku akan mendengarnya.

"Tumben ada diperpus." Kataku kepadanya saat dia telah duduk disebelahku.

Dia mengerucutkan bibirnya, merasa tak terima dengan perkataanku. "Muthia juga sering ke perpus kaliiii."

Aku tertawa melihat tingkah lucunya.
Muthia, kelas X IPA 1. Salah satu adik kelas yang cukup dekat denganku. Dia cerewet dan kadang menyebalkan. Tapi, itulah istimewanya dia.

"Kak Putri sama Ka Indah kemana?" Tanya Muthia celingukan mencari sosok keberadaan mereka.

Aku menipiskan bibir, membaca buku kembali, "Dikelas."

"Tumben gak barengan. Biasanya kemana-mana bertiga. Udah kaya trio wekwek." Cerocos Muthia yang diakhiri tawa.

Aku mendelik kepadanya, karena kata 'wekwek'. Dikira bebek kali. Muthia tertawa melihat delikanku.

"Baca apa sih ?" Muthia memajukan tubuhnya merapat kepadaku. Mencoba melihat isi yang aku baca. "Apaan tuh aku gak ngerti."

Aku menutupnya. Kemudian memandang Muthia.

"KEPO !"

"Ish Kak Anisaaa!"

"Hahahahaha"

Aku kira hari ini tak akan bisa tertawa selepas ini disekolah, nyatanya tidak. Pikiranku sejak tadi masing melayang-layang memikirkan banyak hal.

"Ekhem!"

Tawa kami terhenti, baru menyadari dia sudah ada di depan meja kami.

"Asik banget kayanya." Kata lelaki berkulit sawo mateng itu yang hanya dibalas dengan senyuman malu aku dan Muthia.

Kalaupun seangkatan, tapi karena jabatannya aku tetap sungkan.

"Boleh gabung ?"

"Nggak." Tolak Muthia mentah-mentah.

Aku mengerutkan kening, menatap Muthia aneh, begitupun cowok didepan sana.

"Nggak mungkin dilarang maksudnya." Lanjut Muthia yang tertawa puas.

Aku menghela napas.

Anak ini.

"Gak usah kaget gitu dong mukanya." Ucap Muthia mulai berhenti tertawa, "muka Ka Arif lucu kalo kaget."

Sudah tahu sikap adik kelasnya ini Arif juga terlihat menghela napas.
"Muthia jangan ketawa terus hey. Ini di perpustakaan." Kata Arif mengingatkan.

"Iya, iya."

Dan selanjutnya Arif mengajukan pertanyaan yang sama, keberadaan Indah dan Putri. Dan jawabankupun sama.

Kami tak banyak bicara. Arif yang memang kesini untuk membaca jadi dia sibuk dengan bukunya. Akupun ingin begitu, tapi tak bisa karena Muthia selalu mengganggu. Mendekat untuk ikut membaca, mengajak bicara, menusuk-nusuk bahuku jika aku mengacuhkannya.

Ketika bel masuk terdengar, kamipun saling berpamitan dan menuju kelas masing-masing.

***

"Cha, tunggu!"

Tekadku dengan Akad [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang