Menghilang

1.4K 80 4
                                    

Selama liburan kenaikan kelas, kelasku hanya satu kali membuat acara bersama.

Aku sudah memaafkan Aldo walau dia tidak meminta maaf. Buat apa memendam amarah terlalu lama, hanya akan merugikan diri sendiri. Dan karena aku sudah tenang, aku berniat menyelesaikan masalah ini dengannya. Aku ingin meminta maaf karena selama ini ternyata aku tidak tegas, aku membuatnya berharap. Selain itu, aku juga ingin membicarakan tentang kesalahpahamannya agar nanti tidak ada ke canggungan saat masuk sekolah. Namun, ternyata Aldo tidak hadir di acara itu.

Dua orang yang tidak hadir saat itu, yaitu Lolita dan Aldo. Lolita tidak hadir karena dia sedang berlibur dengan keluarganya, sedangkan Aldo tak ada yang tahu alasan dia kenapa tidak ikut. Bahkan, Alex dan Juna yang dekat dengannya pun kali ini tidak tahu.

Hari ini, hari pertama masuk di awal tahun ajaran baru. Aku bergegas ke kelas, aku harus menyelesaikan masalah ini dengannya hari ini juga.

Dia tak ada.

Mungkin agak telat.

Aku melihat jam di pergelangan tanganku, melihat kembali ke seluruh ruangan lalu terus menatap pintu. Berharap sosoknya muncul. Namun, sampai bel masuk berbunyi pun dia tidak ada.

"Cha, nyari siapa sih?" tanya Putri yang duduk di sampingku lagi.

"Ng-nggak, kok," jawabku agak kikuk.

Kemudian di tengah riuhnya kelas, Alex melangkah ke depan dan berdiri di depan kelas.

"Gue minta perhatiannya bentar." teriaknya karena kelas sedang ramai.

Hening sesaat, namun kembali riuh dengan celetukan beberapa orang.

"Perhatian gue buat Sinta."

"Ngenes banget minta perhatian dari kita."

"Jomblo sih,ya."

"Aku juga mau dong diperhatiin."

"GUE SERIUS EGE!"

Alex mulai berteriak kembali karena tak ada yang serius mendengarkan, sampai kalimat berikutnya yang benar-benar membuat semua diam.

"Ini tentang Aldo."

"Lah iya si Aldo kagak ada." kata Iki baru sadar tak ada kehadiran Aldo.

"Eh, iya, bener." sahut Anita.

"Si Aldo ke mana?" Tanya Bams.

"Makanya dengerin gue dulu!!" Teriak Alex yang sudah mulai marah karena mereka tidak bisa diam.

Di saat mereka masih saja berisik, perasaanku sudah tidak enak.

Kini semuanya diam, mempersilahkan Alex untuk berbicara.

"Aldo pindah sekolah."

"HAAAAH??!!"

Semua terkejut, dan aku merasa aku yang paling terkejut sampai tak bisa berkata apa-apa.

"Ke mana?"

"Kok gak pamit dulu?"

"Kok ngedadak?"

Lagi-lagi belum selesai Alex berbicara yang lain kembali ricuh.

"Dengeri gue!!" tegas Alex lagi, "jangan ada yang motong pembicaraan gue."

"Aldo pindah ke Jawa Timur, Surabaya. Untuk nama sekolahnya gue juga gak tau. Alesan dia pindah juga gue gak tau. Sebenarnya sebelum liburan bareng-bareng kita, gue ketemu Aldo sama Juna, dan dia bilang tentang ini. Cuma, dia ngelarang gue buat ngasih tau kalian. Tapi, dia titip pesen buat hari ini. Dia minta maaf ke semuanya kalo misalkan dia ada salah. Udah gitu aja."

Saat Alex kembali ke kursinya dia langsung di kerubungi oleh yang lainnya karena merasa tidak puas dengan penjelasannya yang singkat itu.

Dan aku, hanya memandang lurus ke depan tanpa kata.

Pindah? Mendadak? Gitu aja?

Kenapa dia pindah? Kemana dia pindah?

Aldo pindah tanpa menyelesain masalahnya sama aku?

Setelah apa yang dia lakukan hampir satu tahun ini, lalu dia bisa melepasnya begitu saja?

Bukan masalah jika antara aku dan dia tidak ada kejadian apa-apa, tapi setelah pertengkaran itu dan dia pergi begitu saja, bagaimana bisa?

Apa sangat kecewanya dia sampai gak mau menyelesaikan masalah ini sebelum dia pergi?

Dan ... kenapa sekarang aku merasa menyesal? Menyesal karena tidak meluruskan kesalahpahamannya.

"Cha?"

"Ah-iya?"

"Kamu kenapa nangis?"

Aku segera mengusap bagian bawah mata, terkejut karena sebelah mataku sudah meluncurkan air mata.

"Cha kamu kenapa?" tanya Putri kembali memastikan.

"Ng-nggak, kok. Gapapa."

Putri mendekatkan wajahnya kepadaku, menatapku intens, "kamu nangis bukan gara-gara Aldo pindah, 'kan?"

Aku membelakak, mengerling, dan tersenyum kaku, "Ya nggaklah! Jangan mikir aneh deh."

"Terus kenapa kamu nangis?" tanya Putri masih tak percaya.

"Pulang sekolah kita mampir ke tempat makan dulu, yuk! Ajak Indah juga." Ajakku untuk mengalihkan pembicaraan.

***

"Aku ngerasa nyesel aja belum minta maaf sama Aldo." Kataku setelah menceritakan masalahku dengannya.

"Jadi tadi kamu beneran nangis karena Aldo??!!" Tanya Putri membelalak dengan memegang kedua bahuku.

"Chacha nangis?!" tanya Indah terkejut karena dia baru mengetahuinya.

"Puuttt!!" Ucapku kesal melepaskan tangannya, "aku nangis bukan gara-gara dia ya. Tapi aku gak enak kalo punya masalah sama orang lain."

"Intinya sama aja karena Aldo."

"Beda, Put!" tegasku kembali, "bukan karena orangnya, tapi karena masalahnya."

"Iya iya." Jawab Putri malas.

"Lewat chat aja, Cha." Kata Indah mengusulkan.

Aku menipiskan bibir, memandangnya sendu, "kalau bisa mah udah dari tadi. Nomornya gak aktif."

"Tapi aku ngerasa aneh, sih. Dia itu pindah tiba-tiba tanpa pamitan ke kita secara langsung. Kaya ngilang tiba-tiba gitu." Ucap Indah mulai bercerita.

"Bukan kaya lagi, tapi emang ngilang beneran." Timpalku ketus.

"Hmm ... kayanya ada masalah mungkin." Kata Putri mengendikkan bahu.

Indah mendekat kepadaku, menatapku dalam, "Udahlah, Cha. Semoga aja kalian di pertemukan kembali untuk menyelesaikan masalah ini."

Aku tersenyum haru kepada Indah, lalu merunduk dan bergumam penuh harap, "Ya, semoga saja."

***

Fyi, hari kamis dan sabtu aku mungkin gak akan update. Update kembali selasa depan.

Minggu ini aku mau nulis beberapa cerpen untuk ikut lomba.

Minta doanya ya semoga bisa menghasilkan karya yang terbaik 😊

Tekadku dengan Akad [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang