'Sebagai Ketua'

1.5K 96 2
                                    


“Gue mau anterin Anisa pulang.”

Ucapannya yang santai tapi berhasil membuat aku dan Arif membulatkan mata.

Dengan segera aku menyanggahnya, “Gak ! itu keputusan sepihak.” Jelasku kepada Arif, “dan aku juga udah nolak.”

Arif tidak memerdulikanku. Matanya tetap mengarah kepada Aldo. “kenapa masih maksa ?”

Dan sampai saat ini Aldo masih memperlihatkan ketidaksukaannya kepada Arif, “Anisa sakit...” dia berkata tanpa menoleh kepadaku, “dia gak kuat bawa motor.” Katanya santai namun dingin.

Terlihat wajah kaget Arif, “Kamu sakit apa, Nis ?”

Aku yang ditatap tiba-tiba terkejut dan memilih menundukkan pandanganku, “A-Aldo aja yang sok tau.”

“Beneran kamu gak apa-apa, Nis ?”

“Iya. Bener” yakinku kepada Arif.

“Lo mau modus sama Anisa ?” ini suara Arif, oke, kayanya ini pertanyaan untuk Aldo. Aku hanya menerka karna aku masih dengan posisiku tadi.

“Lo cemburu ?” kini Aldo yang menjawab, masih dengan intonasi dinginnya.

“Gue sebagai ketua rohis gak mau anggotanya sampai melakukan hal yang dilarang.”

“Dan gue sebagai KETUA KELASnya gak mau ada hal buruk menimpa keluarga kelasnya.” Kata Aldo dengan menekankan pada kata ‘ketua kelas’.

Dan aku tersadar sesuatu.

Perhatiannya tadi pagi dan mungkin sekarang karena dia ketua kelas.

Aku tersenyum miris karena hampir saja memikirkan hal aneh. Aku masih menunduk dan tangan yang tak lepas dari ulu hati, tapi masih terdengar jelas perbincangan mereka berdua.

“Itu cuma alasan lo buat modus.” Kini Arif yang berbicara.

“Lo pikir dia mau ngaku kalo dia sakit disaat gue mau nganterin dia ?!”

Hening sesaat. Arif menjawabnya setelah beberapa saat. “Kalo emang beneran sakit, kenapa harus elo ? kenapa gak minta anterin ke temen cewe nya yang lain?”

“Ck. emang lagi darurat gini juga gak boleh sama cowo ? kalo dia pingsan di tempat yang cowo semua tetep harus nyari cewe dulu baru ditolongin ?”tanya Aldo sarkatis

“Oh itu beda situasi. Disini. Saat ini. Masih banyak cewe yang bisa nganterin Anisa, karena menghindari lebih baik.”

Selama mereka terus beradu argumen maag ku tidak mereda, jika saja tak sesakit ini aku tidak akan memerdulikan mereke berdua. Tapi yang dikatakan Aldo tadi benar, aku takut terjadi apa-apa jika memaksakan diri. Tapi aku juga tidak ingin jika harus diantar oleh nya.

‘Tolong berikan aku pertolongan-Mu Ya Allah’ lirih batinku.

Aku sudah tidak bisa mendengar jelas pembicaraan mereka karena aku sudah jatuh dalam pikiranku sendiri, bagaimana caranya aku bisa pulang tanpa harus diantar oleh Aldo. Cukup kejadian diseret waktu itu membuatku kapok.

“Aku yang anterin Anisa pulang.”

Aku yang mengenali pemilik suara itu seketika mendongak, sangat bersyukur Allah telah memberikan pertolongannya kepadaku.

“Alhamdulillah, permasalahan telah terselesaikan.” Kata Arif dengan wajah lega.

Sangat berbanding terbalik dengan respon Aldo. Dia melengos panjang “Ck. bukannya tadi lo lagi ngerjain tugas ?”

“Udah selesai.” Jawabnya kepada Aldo. Kini dia menatapku dan mengulurkan telapak tangannya, “Mana kuncinya ?”

Aku segera merogoh saku rok dan memberikan kunci motorku kepadanya.

Tekadku dengan Akad [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang