Seminggu sudah berlalu kejadian itu. Dari sana aku semakin berjaga jarak dengan Aldo sebisa mungkin. Gosip itupun mulai pudar walau masih ada beberapa orang yang menatapku tak suka. Tapi aku sudah tak peduli.
Walau seminggu ini dia aman tetapi masih saja ada kekhawatiran.Saat ini pelajaran Bahasa Indonesia, Bu Dewi mengumumkan untuk membentuk kelompok. 5 kelompok dengan ketua oleh si peringkat 1-5 dengan anggota 5 orang. Tiba-tiba suara beratnya terdengar lantang membuat semua mengarahkan pandangan kepadanya saat orang-orang kesana kemari untuk berkumpul dengan kelompoknya.
“Bu, saya mau kelompok sama Anisa.” Pinta Aldo dengan mengangkat tangannya ke atas.
Aku membelalak. ‘mau apa lagi sih dia ?’ keluhku dalam batin.
“Tidak bisa, Aldo. Kamu sebagai ketua kelompok. Dan Anisa juga ketua kelompok.” Tolak Bu Dewi dengan lembut.
“Mulai nge gas lagi nih. “ suara sindiran lantang Juan kini terdengar dari jajaran tengah yang membuat penghuni kelas lain bersorak.
Bu Dewi sontak menenangkan mereka semua.
Putri yang juga duduk disampingku karena kami satu kelompok mengomel pelan. “Ck. dia belum kapok juga.”
“Udahlah biarin aja.” Balasku tak peduli.
Semua murid mulai sibuk dengan pekerjaan kelompoknya masing-masing, termasuk kelompokku. Kami membagi-bagikan tugas dan terakhir disalin dalam satu buku untuk disetorkan kepada Bu Dewi. Walau dapat tugas masing-masing ada kalanya kami berdiskusi saat ada soal yang cukup sulit. Satu jam pelajaran telah berakhir, terdengar dari bel yang berbunyi setiap satu jam pelajaran yang berdurasi 40 menit. Kelompokku sudah selesai, aku berjalan kedepan untuk menyerahkan hasil pekerjaan kami. Awalnya terlihat kelompokku yang paling awal tetapi terlihat juga dari arah kanan Aldo juga berjalan kedepan, hingga tatapan kami bertemu .
BRUKG.
Semua murid memandang ke arah sumber suara dan Bu Dewi yang ada tepat didepannya terperanjat kaget.
“Aku pertama. “ucapku tegas.
“Gue lah yang pertama.” Ucapnya tak mau kalah.
Lalu terdengar teriakan dukungan dari anggota kedua kelompok yang ricuh.
“Bu, Aldo duluan, Bu” teriak Anita yang memang anggota kelompok Aldo yang di iyakan oleh anggota lainnya.
“Engga, Bu. Anisa yang pertama, Bu.” Sanggah Putri yang juga didukung oleh anggota lainnya. Terus saja seperti itu. Sampai suara tegas Bu Dewi membuat semua terdiam.
“Sudah, sudah ! Ibu yang akan tentukan,” Bu Dewi lalu melihat kepadaku dan Aldo yang berada dihadapannya dengan tangan menindih buku tugas masing-masing dimeja itu. “Kalian mengagetkan ibu karena suara gebrakkan tangan kalian. Dan mengkhawatirkan ibu karena berlari cepat seperti tadi.” Ucapnya menatap kami tajam namun ada sifat kelembutan yang tak bisa tertutupi.
Aku mengiris kecil, “Maaf, Bu. Kan gak mau keduluan.”
Aldo ikut memberi suara. “Iya, Bu. Maaf.”
Bu Dewi menghela napas. “Aldo dan Anisa akan presentasi berdua didepan. Tapi kelompok Anisa mendapatkan nilai tambahan lebih besar karena ibu melihat Anisa lebih dulu beranjak dari kursinya.” Jelas Bu Dewi kepada seluruh murid.
“Alhamdulillah” syukurku pelan.
“Yaaah, Bu. Samain aja lah.” Kata Aldo tak terima. Sontak mendapat penolakan dari kelompokku lalu dukungan dari kelompok Aldo yang membuat kelas kembali gaduh. Kelompok lainnya acuh tak acuh.
“Kalau masih pada protes ibu akan lemparkan ke kelompok lain.” Ucapnya sedikit teriak membuat kedua kubu langsung terdiam.
“Iya, Bu. Lemparin aja, Bu.” Itu suara Tiara yang merupakan meringkat ke 1
“Eh, jangan, Bu. Gapapa beda juga. Kami akan presentasi.” Kata Aldo cepat tak ingin dengan gertakan ibu barusan.
***Aku berdiri dengan tangan menempel dipembatas koridor. Aku melihat sekeliling, awalnya melihat mesjid yang masih ramai dengan siswa yang sedang sholat dzuhur padahal sudah cukup lama istirahat berlangsung. Lalu melihat parkiran yang berada dibawah sampai mataku melihat sosok pria tinggi dengan rambut khasnya itu sedang dikelilingi adik kelas.
“Si Aldo mah emang buaya, Nis.”
Suara khas namun tajam itu mengagetkanku sehingga aku menoleh. “Eh, Sinta.” Sapaku canggung. “Maksud kamu apa ya, Ta ?”
“Ya itu.” Dia melihat kebawah dengan pandangannya mengarah kepada apa yang tadi aku lihat. “Baru aja seminggu gak deketin kamu, eh si buaya dapet gantinya banyak. Adik kelas lagi.”
Benar, dia hanya main-main.
Hening
“Bukannya Aldo gak pernah pacaran, ya ?” tanyaku kepada Sinta.
“Pacaran sih ngga,” Sinta memutarkan bola matanya, “Tapi nyepik mah sering.” Kini Sinta lebih mendekat kepadaku tetapi pandangannya masih melihat kebawah sana, “Cewe kaya lo itu, yang keliatan alim dan cuek sama cowo tantangannya lebih seru, dan para cowo berpikirnya tuh kaya gini, “dia melirikku sesaat,
”se alim apapun cewe kalo sering disepik pasti dia baper,”.
“apalagi diusia remaja gini.”lanjutnya
Deg.
Kalimat Sinta seperti menusuk tepat didadaku, membuatku membatu dengan tatapan melihat wajah samping perempuan cantik itu.
“Dan gue pik—“
“Woy ular ! jangan ketemen juga, elah.” Suara Juan membuat aku dan Sinta kaget apalagi tangan besar Juan sudah berada dipuncak kepala Sinta.
“Ih apaan sih.” Protes Sinta dengan menurunkan kasar tangan Juan dari kepalanya.
Kini Juan melihatku, “Jangan dengerin, Nis. Dia mah cemburu aja.” Dia terkekeh, kemudian menarik tangan Sinta. “Kuy ke kantin !” ajaknya yang kemudian mereka berjalan kekantin, aku menatap kepergian mereka. Terlihat Sinta meronta agar tangannya dilepaskan tetapi Juan dengan erat menggandeng tangan Sinta. Terlihat senyum merekah diwajah Juan melihat tingkah Sinta itu.
Eh ?
Apa aku yang baru sadar ?
Juan ?
Aku kembali melihat orang-orang dibawah sana dan kembali terngiang ucapan Sinta beberapa menit yang lalu.
Benarkah seperti itu ?
***
Hay hayy.. Aku ucapkan kembali makasih untuk kalian yang masih setia membaca cerita ini 😊😊
Oh iya kira-kira menurut kalian apa yang dikatakan Sinta itu bener gak sih ??
KAMU SEDANG MEMBACA
Tekadku dengan Akad [COMPLETED]
Teen FictionAnisa gadis SMA yang memegang teguh ajaran-ajaran agamanya, yaitu Islam. Dan salah satunya ia sangat menolak dengan hubungan yang marak di kalangan remaja, yaitu pacaran. Ia bertekad hanya dengan akad seseorang bisa memilikinya. Namun, di pertengaha...