"Cuma mengakui?", tanya Azzura yang terdengar sangat licik. Angkasa mengangkat kedua alisnya bingung. Tidak tahu apa maksud dari perkataan Azzura.
"Jangan pernah buat peraturan lagi di sekolah ini".
Sebagian murid sekolah Semesta terkejut dengan konsekuensi yang Azzura katakan, tapi benar saja banyak yang mendukung Azzura karena itu.
Siapa juga yang suka dengan peraturan dan tata tertib sekolah? Hidup membosankan, tidak boleh ini dan itu.
Angkasa maju dua langkah lagi. Sekarang mereka hanya berjarak beberapa sentimeter saja. Jantung Azzura berdebar sangat cepat sekarang. Bukan karena sekarang dia sudah jatuh cinta pada Angkasa, tapi karena jarak mereka yang terlalu dekat. Lagipula perempuan mana yang tidak berdebar saat berhadapan dengan laki-laki dengan jarak beberapa sentimeter saja? Beberapa murid yang lain juga ikut berdebar menantikan kelanjutan cerita mereka.
"Okay, gue setuju", Angkasa kemudian memundurkan langkahnya lagi dan memutar balikkan tubuhnya. Melenggang pergi dari lapangan. Pertunjukkan sudah berakhir. Semuanya kembali ke kelas masing-masing, tetapi tentu saja kejadian ini akan menjadi gosip selama beberapa hari. Atau bahkan sampai mereka berdua lulus.
Azzura memegang keningnya pusing. Sebenarnya dia tidak benar-benar dengan ucapannya. Populer? Tentu saja Angkasa akan menang. Dan jadi pacar Angkasa? Semua orang tentu saja mau, kecuali Azzura.
Arsen langsung berlari menghampiri Angkasa yang sedang berjalan entah menuju kemana.
"Mau kemana?", tanya Arsen sembari menyamakan langkah kaki Angkasa yang bisa dibilang lebih cepat dari biasanya.
"Kantin", singkat Angkasa. Masih melanjutkan jalannya.
"Traktir dong. Lo kan kaya", pinta Arsen dengan wajah memelasnya.
"Bakso dua, es teh dua", Angkasa duduk di bangku paling ujung kantin disusul dengan Arsen.
Angkasa mengambil ponsel dari dalam sakunya lalu memasang headsheet di telinganya. Arsen bingung. Dia diacuhkan seperti tembok.
Arsen hanya duduk sambil memainkan jari-jemarinya. Seharusnya Angkasa tidak mengacuhkannya seperti ini. Terlihat sangat membosankan menunggu pesanan sambil duduk diam padahal di depannya ada orang yang bisa diajak bicara.
"Sa, gue ajak Azzura kesini boleh nggak?", Arsen sebenarnya ragu dengan pertanyaan itu. Angkasa tidak menjawab, artinya tidak.
Tak berapa lama setelah itu pesanan Angkasa diantar di mejanya. Untuk Angkasa, memakai piring khusus, tidak seperti yang lainnya. Meskipun itu terlihat tidak adil.
"Saya pesan satu lagi", seseorang ikut bergabung dengan mereka. Tetapi tatapan Angkasa mengisyaratkan tidak suka.
Perempuan itu hanya tersenyum tipis lalu mengangkat bahunya acuh dengan tatapan Angkasa. Meskipun banyak yang bilang tatapan itu mematikan, sepertinya ada banyak yang perlu diubah di sekolah ini.
Arsen tersenyum sumringah, akhirnya ada orang yang benar-benar nyata di sampingnya. Ada orang yang bisa diajak bicara dan mengajaknya bicara.
"Besok ada ulangan fisika", ucap Azzura setengah heboh. Angkasa masih fokus pada layar ponselnya. Azzura dan Arsen melirik ke arah Angkasa secara bersamaan, tapi tidak ada respon.
Azzura menghembuskan nafasnya kasar. Dia berdiri. Dengan keberanian yang dia punya, dia menarik headsheet yang Angkasa pakai. Angkasa langsung melotot tidak suka.

KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa
Romance>> "Lo bertahan karena cinta, tapi kenapa lo nggak pergi saat lo benci?" ~Marcello Angkasa Raymond "Karena sebagian perasaan bisa aja berubah." ~Azzura Aldebaran "Tapi sebagiannya lagi nggak akan bisa berubah. Contohnya gue." "Kalau gitu nggak usah...