"Udah selesai bolosnya?" omel Venus yang baru saja keluar dari kelas dan mendapati mereka berdua sedang tertawa. Entah apa yang ditertawakan.
Tawanya berhenti seketika. Memandang Venus sekilas dengan sangat intens lalu kembali tertawa. Venus yang ada di dekat pintu dianggurkan begitu saja.
"Kalau ada maunya baru nyari gue. Azzura, Azzura", gumam Venus sembari melanjutkan jalannya menuju ke perpustakaan untuk mengembalikkan buku paket matematika.
Azzura duduk di pojok belakang. Sudah pasti Angkasa disampingnya. Ratu memperhatikan keduanya sejak mereka terlihat masuk dari pintu sambil tertawa. Seakan-akan sedang bahagia di atas penderitaan Ratu. Mata Ratu tak henti-hentinya memandangi mereka.
Azzura terdiam seketika. Saat ponselnya berbunyi dan menunjukkan nama Peter disana. Angkasa juga mendadak ikut berhenti tertawa sambil menyunggingkan bibirnya kecut.
"Mantan lo nelfon, nggak diangkat?", tanya Angkasa sambil memperhatikan ponsel Azzura yang berulang kali berdering karena tak kunjung diangkat.
Azzura mengerutkan keningnya menatap Angkasa. Takut cowok itu marah. Dia hanya diam tak bergeming dibangkunya. Hanya menyalakan mode diam di ponselnya lalu kembali menatap papan tulis yang masih tersisa beberapa rumus disana.
"Mau gue yang angkat?" Angkasa menaikkan sebelah alisnya. Sambil tangannya berusaha meraih ponsel yang langsung direbut dahulu oleh Azzura.
"Gue bisa sendiri. Lo disitu aja, bentar aja", Azzura beranjak dari tempat duduknya. Menjauh dari Angkasa termasuk keluar dari kelasnya yang ramai dengan orang bergosip.
Azzura menghela nafasnya berat sebelum akhirnya dia mengangkat telepon dari Peter.
"Masih sama Angkasa?", tanya orang dari seberang sana.
"Udah sendirian", jawab Azzura sedikit ragu.
"Boleh aku temenin?", Azzura diam selama sepersekian detik.
"Nggak usah, jauh", tolak Azzura. Peter hanya berdeham menyaut balasan dari Azzura.
"Ya udah, masuk ke kelas lagi gih", perintah Peter. Azzura kembali diam tak berkomentar. "Kenapa nggak masuk? Ada guru di kiri kamu", Azzura menatap langsung ke arah kirinya sambil tetap memegang ponselnya supaya tetap di telinganya.
Azzura mengerutkan keningnya ketika sadar apa yang dikatakan Peter benar. Guru fisikanya sudah berjalan di lorong yang berjarak kira-kira sepuluh meter dari kelasnya.
Dengan spontan Azzura langsung menghadap ke arah kanannya. Menatap sekilas Peter yang sedang berdiri di lorong sebelah kanan kelasnya sambil menggenggam HP dengan tangannya, wajahnya yang dibiarkan tersenyum dengan tulus, serta tangan kirinya yang melambai-lambai.
"Hanya memastikan kamu baik-baik saja".
Seketika sambungan telepon itu berhenti. Nafas Azzura mendadak tercekat sebentar. Perlahan tangannya turun ke bawah. Dimasukkannya ponsel miliknya ke dalam saku roknya lalu masuk kelas tanpa berkata apapun.
Azzura kembali duduk di samping Angkasa yang sudah siap dengan buku tulis dan pulpennya. Bahkan sama sekali tak perduli dengan kehadiran Azzura di sampingnya sekarang.
"Masih kurang?" Angkasa bertanya pada Azzura tanpa menatapnya. Matanya masih fokus ke depan papan tulis yang kini sudah putih bersih kembali.
"Apanya?" tanya Azzura tak mengerti.
"Bolos sama gue selama satu jam pelajaran?" Angkasa memperhatikan arlojinya yang rasanya lama sekali berdetik. "Sampai belum bisa move on", Azzura diam saja. Mau gimana lagi? Angkasa kan orangnya susah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa
Romance>> "Lo bertahan karena cinta, tapi kenapa lo nggak pergi saat lo benci?" ~Marcello Angkasa Raymond "Karena sebagian perasaan bisa aja berubah." ~Azzura Aldebaran "Tapi sebagiannya lagi nggak akan bisa berubah. Contohnya gue." "Kalau gitu nggak usah...