Azzura keluar dari kelasnya dengan perasaan kesal. Memangnya siapa yang tidak kesal jika seseorang menyebut kita sebagai PHO?
"Gila itu orang yah? Ngapain juga gue ngerusak hubungan lo. Cemburu? Hidih, gue juga nggak suka sama lo kali. Pede banget sih jadi cowok", Azzura menggerutu sendiri di kamar mandi sekolah seraya menatap cermin dengan sangat lekat. Menyaksikan bagaimana wajahnya saat sedang marah. Yah, serasa ada orang yang diajaknya bicara lah. Meskipun itu hanya pantulan dirinya sendiri.
Selesai sudah Azzura meluapkan emosinya di kamar mandi. Dia segera keluar, mengambil tissue yang ada di dekat wastafel lalu mengelap wajahnya yang basah setelah dibasuh.
"Lo putus sama Angkasa?", Azzura menaikkan satu alisnya ke atas dan menunggingkan bibirnya sedikit ke atas.
"Gue nggak pernah pacaran sama Angkasa", ucapnya santai. Tapi lawan bicaranya tidak percaya dengan ucapan itu. Memangnya siapa yang mau mempercayai seorang Azzura sementara Angkasa mengatakan hal sebaliknya. Murid sekolah Semesta memang benar-benar sudah gila sekarang.
Azzura mendesis kesal dan berlalu lalang begitu saja. Membiarkan suara-suara lain bertebaran mempertanyakan hubungan antara dirinya dengan Angkasa yang sebenarnya tak ada apa-apa.
Azzura menendang botol kosong yang ada di depannya ke sembarang arah. Maklum, bukan anak futsal. Hampir saja botol itu menimpuk kepala orang tak bersalah yang sedang berdiri di sudut jalan.
Setelah dilihat lebih dekat lagi, pikirannya berubah haluan seketika. Seharusnya botol itu mengenai kepalanya sesekali. Dan dia akan menjadi orang pertama lagi yang menciptalan rekor karena berani melempar kak awan dengan botol kosong.
"Lo sengaja yah?", Azzura mengacuhkan suara itu. Bersiul ke arah kanan dan kiri seakan-akan dia tak tahu apapun.
"Heh, lo punya telinga kan?", Azzura menghentikkan siulannya sesaat. Menatap tajam manik mata milik kak Awan yang di dalamnya tersorot amarah yang sedang dia tahan.
"Maaf kak, saya sengaja lempar tadi, tapi nggak tau kalau kena kak Awan", jawab Azzura dengan cengiran di bibirnya pada kalimat terakhir.
"Lo udah putus kan sama Angkasa?", tanya Awan memastikan.
"Ngapain kakak nanya itu berulang kali sih? Saya sama Angkasa aja nggak ada apa-apa. Aneh deh kakak", Azzura memperhatikan Awan yang sedang membenarkan dasi di kerahnya yang miring dan sedikit acak-acakan.
Azzura tebak, kak Awan pasti habis tawuran lagi sama anak sekolah sebelah. Hobi banget tawuran sih ini kakak kelas. Apa untungnya coba? Bibir jadi besar gitu, muka penuh sama luka, dekat mata jadi warna biru lebam.
"Ikut saya yuh kak", Azzura antusias setelah melihat luka kak Awan yang bisa dibilang sedikit serius meskipun bisa diobati.
Awan mengikuti pasrah kemana Azzura akan membawanya pergi. Meskipun ke kuburan belakang sekolah sekalipun. Itu kan tempat nongkrong Awan dulu waktu masih jadi junior.
Azzura berhenti di depan pintu uks. Mencari keberadaan kunci yang selama beberapa minggu ini memang dia yang memegangnya.
Cklekk--
Ruangan kosong itu benar-benar terlihat sangat sunyi, gelap, dan tak ada siapapun disana. Azzura menyalakan saklar lampu yang ada di dekat pintu lalu menarik lengan kak Awan lagi.
"Nggak usah obati gue", Awan melepas cekalan tangan Azzura dari lengannya. Tentu bukan hal yang sulit bagi Awan Si tukang tawuran.
"Saya cuma kasihan sama obat yang ada di UKS, jarang dipakai padahal udah dibeli", Azzura kembali menggeret kak Awan duduk di atas ranjang UKS.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa
Romantizm>> "Lo bertahan karena cinta, tapi kenapa lo nggak pergi saat lo benci?" ~Marcello Angkasa Raymond "Karena sebagian perasaan bisa aja berubah." ~Azzura Aldebaran "Tapi sebagiannya lagi nggak akan bisa berubah. Contohnya gue." "Kalau gitu nggak usah...