Budayakan vote sebelum membaca:)
Happy reading:)******
Angkasa duduk di bangku pojok kelasnya sambil memandangi buku fisikanya, padahal ini saatnya pelajaran matematika. Yah, jika ada pelajaran lain di dunia ini, dia tidak akan memilih matematika.
Arsen mendekatinya sambil membawa sebuah buku pelajaran. Yah, semua orang belajar saat ulangan mau dilaksanakan. Semacam sistem kebut semalam. Ralat. Sistem kebut satu jam.
"Lo mau tau caranya?", Arsen bertanya pada Angkasa dengan semangat 45. Tapi laki-laki itu bahkan enggan memalingkan pandangannya ke arah lain, selain buku fisikanya. Dari dulu, selalu seperti itu.
"Sa!!", sahut Arsen lagi. Angkasa hanya menoleh dan menaikkan sebelah alisnya ke atas, "Lo tau caranya?"
"Nggak sih, Azzura kan anak kesayangan guru matematika. Lo tanya aja sama dia", Angkasa melirik sinis ke arah Azzura yang duduk dua bangku di depannya.
"Dari dulu gue benci matematika, termasuk orang yang suka matematika", ucap Angkasa dengan suara yang lantang.
Arsen terpaksa menutup wajahnya sambil duduk sambil menunjukkan cengiran di balik telapak tangannya. Selain anti sosial, Angkasa juga suka membuatnya malu. Seisi kelas menatap ke arah belakang, tepatnya ke arah mereka berdua. Termasuk Azzura.
Azzura mendesis lalu kembali menghadap ke depan setelah mendapat tatapan sinis dari Angkasa.
"Biasa aja dong natapnya", gerutu Azzura yang mulai tidak fokus dengan buku yang ada di depannya.
Saat ulangan dimulai, Angkasa bahkan terlihat sangat santai, tidak seperti yang teman sekelasnya perkirakan. Dia bahkan terlihat menghitung kancing bajunya dan memilih beberapa opsi pilihan yang tertera disana sambil mengucapkan beberapa lafal, semacam mantra keberuntungan?
Usai ulangan....
"Lo nggak belajar kan tadi?", Angkasa mengedikkan bahunya acuh.
"Keliatan", jawab Azzura yang masih berjalan di belakang Angkasa. Azzura memperlambat sedikit jalannya.
"Udah? Mau nanya gitu aja?", Angkasa berhenti dan membuat kepala Azzura menabrak punggung tegapnya.
Angkasa membalikkan badannya seratus delapan puluh derajat dan sekarang mereka saling berhadapan. Bahkan sangat dekat. Seseorang memperhatikan mereka dari kejauhan dengan kebencian, tapi sekarang orang itu sudah tidak ada lagi disana.
Azzura mengangguk pelan mengiyakan. Lagian kan mencari topik pembicaraan kan tidak mudah.
"Lo diem disini, nggak usah ngikutin gue!!", perintah Angkasa.
"Yah, tapi perpustakaan ada di depan sana", jari telunjuk Azzura mengarah ke arah perpustakaan dan bola mata Angkasa mengikuti ke arah mana telunjuk Azzura membawanya.
"Dan lo? Kantin ada di--", Azzura membalikkan badannya, tetapi Angkasa langsung menariknya cepat ke ruang musik.
Azzura mendesah berat dan membenarkan kembali seragamnya yang sedikit tertarik oleh tangan Angkasa.
Azzura berusaha menerima keadaan dengan tetap diam. Dia menatap ke sekeliling ruangannya. Ini pertama kalinya Azzura masuk ke ruang musik ini. Dulu dia juga pecinta musik, tapi musik sudah lama ia tinggalkan.
Kini matanya teralih pada Angkasa yang berulang kali mengintip keluar lewat jendela. Azzura memperhatikannya lama dan selama itu dia tidak juga mengerti.
"Sekolah ini nggak ada teroris kan?", tanya Azzura ngelantur sambil bergidik ngeri.
"Mungkin", ucap Angkasa santai seperti biasanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa
Romance>> "Lo bertahan karena cinta, tapi kenapa lo nggak pergi saat lo benci?" ~Marcello Angkasa Raymond "Karena sebagian perasaan bisa aja berubah." ~Azzura Aldebaran "Tapi sebagiannya lagi nggak akan bisa berubah. Contohnya gue." "Kalau gitu nggak usah...