Goodbye

817 26 3
                                    

Duduk di sofa ruang keluarga meninggalkan Angkasa yang masih ada di depan rumah itu sebuah pelampiasan?

Azzura baru saja datang dari dapur mengantarkan minuman untuk Azka ketika saat itu juga ibunya memanggilnya ke dapur lagi.

"Satu doang?" tanya ibunya sambil memandang ke luar rumah melalui jendelanya. Azzura meringis.

Mengambil satu gelas lagi untuk orang yang ada di depan rumah, ibunya meminta Azzura mengantarkannya.

Lenggang sepertinya Angkasa di luar sana. Dia sedang duduk di atas motor menatap layar ponselnya entah apa yang sedang dia lakukan dengan ponselnya itu. Tapi mendadak ia beranjak dari motornya hendak pergi.

"Ya gitu, kalau hati lo masih buat Ratu. Susah ditinggalin. Nggak usah dipaksain deh, dateng ke sini," sindir Azzura yang sedang membawa sebuah penampan dengan satu gelas air di atasnya. Angkasa menoleh sekilas, tapi kembali menatap ke layar ponselnya menghiraukan Azzura yang sedang berdiri jauh di sana.

"Mau pergi lagi? Plin plan banget sih lo," Angkasa menggelengkan kepalanya. Menyalakan mesin motornya lalu menaikinya.

"Sorry ya, Ra. Gue pergi dulu," pamit Angkasa.

"Lebih penting yah, dia," tutur Azzura dengan raut wajah kecewanya.

"Iya, lebih penting."

Kata-kata terakhirnya sebelum pergi benar-benar membuat detak jantung Azzura behenti selama beberapa saat. Ingin marah, tapi dia siapa? Ingin menangis, orang seperti apa dia yang harus ditangisi?

Azzura tersenyum miris lalu ia kembali lagi masuk ke dalam rumahnya. Mendatangi Azka yang masih duduk tenang di sofa.

Televisi yang kini ada di depan Azzura sama sekali tidak menarik lagi. Matanya tertuju pada layar ponselnya. Mendadak saja Azzura ingat saat pertama kali Angkasa mengupload fotonya di instagram.

Bukankah lalu lebih baik dari sekarang?--

Azka tertawa keras. Hal itu seolah-olah hanya untuk mengambil perhatian dari Azzura. Azzura menoleh langsung ke arah Azka dengan tatapan bertanya-tanya.

"Kalau ada orang yang ada di depan kamu, jangan mikirin orang lain yang nggak ada di sini dong," ucapnya dengan sedikit menyindir.

Tapi, kata-kata itu sekarang tak lagi berarti karena Azka juga mendadak pergi dari rumahnya entah hendak kemana. Yang jelas ia sangat buru-buru seperti yang Angkasa lakukan tadi.

"Jadi ada yang lebih penting dari aku?" tanya Azzura sedikit kecewa lagi.

"Maaf ya, Ra. Tapi ada," Azka menyalakan mesin motornya lalu menghilang begitu saja.

Jika meninggalkan adalah cara kalian untuk mencintai, lalu mengapa aku memilih untuk menetap?--

Azzura menggeleng hendak masuk ketika Peter baru saja memanggilnya dari depan gerbang yang tertutup. Azzura menghampirinya.

"Ga ada niatan buat balikan?" tanya Peter yang lebih terdengar lebih seperti tawaran

"Kalau bisa cari yang lain kenapa harus balikan?" jawab Azzura sedikit menohok.

"Yang jelas Angkasa nggak lebih baik dari aku kan?" Peter mengangkat alisnya.

Mulut Azzura kelu seketika. Kalau Azzura mau jawab iya, barangkali saja Peter berharap lebih jauh. Tapi kalau dijawab tidak, kenyataannya memang begitu.

"Azka cuma main-main lagi sama kamu, Ra," Azzura memegangi keningnya bingung.

Tidak mengatakan apapun, Azzura malah membukakan gerbangnya lalu menyeret Peter pergi. Mereka berhenti setelah berjalan sejauh satu kilometer.

"Duduk," mata Azzura mengarah pada sebuah bangku taman kosong dekat dengan air mancur.

Menuruti perintah dari Azzura, menambah kesan kalau Peter jelas lebih baik dari Angkasa. Mungkin dari Azka juga.

"Jadi mau balikan?" tanya Peter lagi untuk yang kedua kalinya.

"Nggak. Aku mau nanya. Kamu tau Azka nggak serius darimana?"

Peter diam saja selama beberapa detik. Membiarkan Azzura bergelut dengan pikirannya sendiri. Peter mengangkat kaki kanannya sampai di atas paha.

"I want to know, please"

"Kalau kamu mau tau. Kamu tinggalin dulu mereka berdua. Kamu akan tau dengan sendirinya siapa mereka" jawab Peter dengan sangat enteng.

Peter mengeluarkan dua bungkus coklat dari dalam jaketnya. Satu untuk dirinya sendiri, satunya lagi untuk diberikan kepada Azzura.

"Aku sayang banget sama kamu, Ra. Balikan yuk," ajak Peter lagi dan lagi.

"Kasih aku waktu ya," tawar Azzura.

"Ya. Tapi kamu harus tinggalin Angkasa setelah itu," Peter mengajukan syarat yang bagi Azzura cukup sulit.

Tapi sebentar lagi juga mereka akan lulus lalu mereka akan berpisah juga. Dekat juga tidak sama sekali, apa lagi ketika mereka jauh, sudah tentu mereka akan berpisah.

Azzura mengangguk sementara. Lalu mengusir Peter untuk pulang ke rumahnya. Azzura pun pulang kembali ke rumahnya. Masuk ke dalam kamarnya lalu mulai berpikir.

Hanya dengan sedikit berpikir, Azzura membuka ponselnya lalu mencari sebuah nama dalam kontak whatsapp-nya. Ugly.

Ugly-
Lo kan mau sekolah di AS, gue mau pergi ke German. Bukannya mulai sekarang kita harus bilang goodbye?

Goodbye sama kenangan kita
Goodbye sama segala waktu yang pernah kita lewati
Goodbye sama pertemanan kita
Goodbye sama segala bentuk hubungan yang pernah kita miliki
Goodbye- I'm way to good at goodbye-

Thank you for everything
Aku suka kamu yang dulu--

*****

Thanks untuk para pembaca:)
Vote dulu kalau mau next:)
See you next part😘

AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang