"Besok temenin gue basket", Angkasa menawarkan tawaran termudahnya.
"Arsen juga ada", bantah Azzura.
"Dia nggak mau nemenin gue lagi semenjak ada lo", Angkasa berpasrah pada nasibnya sendiri.
"Ya mohon-mohon lah. Sama gue aja lo mohon-mohon", Azzura menyindir Angkasa dengan sedikit sarkasme.
Benar-benar anak yang keras kepala kan? Padahal Angkasa hanya meminta satu permintaan kecil pada Azzura.
"Kalau nggak mau. Bilang kalau lo suka sama gue".
"Itu sih lebih gila. Ogah ah"
"Ya udah kalau nggak mau"
Angkasa melajukan jalannya tanpa memperdulikan Azzura. Azzura berkali-kali menoleh ke belakang, berharap Angkasa berubah pikiran dan kembali lagi, tapi nyatanya percuma saja. Dia tidak akan kembali.
Lagian orang bodoh mana yang mau menuruti permintaan bodoh Angkasa, Azzura kan punya kepentingan sendiri. Datang ke kelas memasak setiap hari. Apalagi permintaan gilanya yang kedua. Untuk apa Angkasa membutuhkan pernyataan itu? Apa agar dia bisa membuktikan bahwa semua anak di sekolah menyukainya. Apa dia sedang bermimpi? Berimajinasi? Azzura bahkan sama sekali tidak tertarik.
Angkasa duduk di sofa ruang tamunya. Berkali-kali melirik ponselnya, tapi Arsen belum memberikan berita apapun lagi untuknya.
"Anak baru itu sudah sampai rumah atau belum?" tanya Angkasa pada dirinya sendiri.
Please, Angkasa tidak khawatir, dia takut barangkali saja perempuan itu akan mengadu pada seseorang dan kembali menuduhnya.
From: Arsen
Sa, fans lo pada nyariin lo. Just information, gue keganggu
All, semua kejadian selalu Arsen laporkan pada Angkasa. Apalagi saat Angkasa tidak tau. Biasanya anak itu memilih berdiam diri di dalam kamarnya, enggan untuk diajak keluar rumah. Biasanya anak muda suka bersenang-senang, tapi Angkasa sebaliknya.
Angkasa mematikan handphone-nya setelah selesai mengerjakan tugas fisikanya. Berbaring di tempat tidur dan menatap ke atas langit-langit kamarnya yang sengaja di dekorasi seperti langit malam. Semua dekorasi itu membuatnya tenang. Bintang, harapan. Setiap malam. Dia berharap. Tapi saat ini Tuhan belum mau mengabulkan permintaannya. Its just a dream, but i know, it will be real.
Sementara itu, Azzura meletakkan berasnya di dapur. Melewati tangga-tangga untuk masuk ke kamarnya. Azzura membuka jendela. Hari sangat petang, matahari enggan menunjukkan sedikitpun sinarnya. Meskipun dengan kegelapan, semua orang bahagia dengan mimpinya. Setiap mimpi, tidak tau kapan menjadi nyata, lalu berubah menjadi abadi.
Kringg---kringg----
"Azzura, bangun, nanti kamu terlambat", mamahnya tidak pernah bosan mengucapkan kalimat legenda itu berulang kali setiap pagi.
Sepertinya semua ibu-ibu melakukan hal yang sama, mengatakan beberapa hal yang sama berulang kali. Dan yah, jujur itu sangat membosankan menurut Azzura. Meskipun banyak orang bilang itu ditujukan untukmu, agar kau lebih baik, katanya.
"Bentar", pekik Azzura sambil mengambil bantalnya untuk menutupi telinganya dan menarik kembali selimutnya.
Mimpi sudah berakhir, siapa yang bisa melanjutkan mimpi yang sudah usai? Ralat, belum usai, tapi terpaksa usai karena bulan sudah bosan menampakkan sinarnya.
"Ada temen kamu ini, Azzura, bangunnn!!", teriak mamahnya sekali lagi.
Azzura perlahan-lahan membuka matanya malas. Menatap jam dinding yang semakin lama berputar semakin cepat. Dia bahkan belum menikmati tidur malamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa
Romansa>> "Lo bertahan karena cinta, tapi kenapa lo nggak pergi saat lo benci?" ~Marcello Angkasa Raymond "Karena sebagian perasaan bisa aja berubah." ~Azzura Aldebaran "Tapi sebagiannya lagi nggak akan bisa berubah. Contohnya gue." "Kalau gitu nggak usah...