"Saya nggak bisa dansa", ucap Azzura jujur sembari memperhatikan beberapa pasangan yang akan jadi lawannya.
Azzura semakin pesimis saja saat orang lain terlihat sangat kompak dengan pasangan mereka masing-masing kecuali dirinya dan Azka. Azka terlihat sangat dingin bahkan di saat-saat seperti ini.
"Follow me", ucap Azka dengan nada dingin namun jujur saja itu sangat menenangkan. Setidaknya lawannya dansa tidak sebodoh dirinya saat melalukan tarian balet menggunakan sepatu balet.
Azzura mengangguk. Dia meletakkan tangan kanannya di pundak Azka. Sedangkan Azka meletakkan tangan kirinya di pinggul Azzura. Tangan satunya digunakan untuk menggenggam tangan Azzura dan mereka mulai menari mengikuti alunan musik.
Beberapa pasang mata melihat mereka dengan tatapan iri, tidak suka, dan yang lebih parah lagi adalah benci. Azzura memang selalu menang banyak. Dekat dengan banyak cowok tampan sekolah bahkan mereka sangatlah akrab.
Pacarnya Azzura saja cowok populer kedua di sekolahnya. Sayang, ketampanan itu tidak bisa hadir hari ini.
Azzura memiliki apa yang banyak orang inginkan, tetapi mereka tidak bisa memilikinya. Mereka sadar akan itu, mereka bukan apa-apa jika hanya sekedar pamer tampang. Laki-laki bernama itu tidak akan tertarik bahkan jika kita secantik cinderella sekalipun.
"Bisa kan?", tanya Azka pada Azzura yang hanya dibalas dengan anggukan. Disaat pasangan lain mulai tumbang, saat itu Azzura justru merasa seimbang.
"Kotaknya makin sempit", keluh Azzura saat lanjut ke babak berikutnya.
"Badan kamu kecil. Nyukuplah walaupun cuma satu petak", jawab Azka menenangkan dengan nada datarnya.
"Kan ada kamu", desis Azzura kesal.
Belum sempat Azka menjawab, petaknya sudah semakin kecil saja. Mereka semakin dekat. Saling beradu nafas. Bahkan Azzura bisa mendengarkan detak jantung Azka.
Kalau dibandingkan dengan Angkasa, rasanya Azzura lebih asing dengan Azka. Karena merasa gugup, gerakannya mulai tak seiras. Tidak bisa mengikuti irama yang sudah diatur supaya semakin cepat.
Azzura suka tantangan memang, tapi bukan seperti ini. Azzura melirik sekilas ke arah satu pasangan lain yang masih bertahan di dalam petak. Sepertinya keduanya adalah pemain yang baik, sampai Sang cowok membiarkan pemain ceweknya jatuh keluar petak.
Lawannya sudah habis. Hanya dia dan Azka yang tersisa. Azzura benar-benar bersyukur karena permainan ini sudah berakhir.
"Mau ke toilet dulu", pamit Azzura di saat para penonton sedang memberinya tepuk tangan. Azka mengangguk seraya memasukkan tangannya ke dalam jaket. Sebelum itu, Azka melihat Angkasa berlari mengikuti Azzura. Entah apa yang mau dilakukan anak itu.
"Kalau mau buat permainan yang nantang kek. Atau yang lucu. Ini nggak lucu banget. Permainan macam apa coba, kalau orangnya kebawa perasaan gimana? Yang punya ide ini kayaknya udah gila. Siapa sih itu orangnya? Mau gue tantang judo disini", gerutu Azzura kesal. Matanya sama sekali tidak fokus dengan jalanan. Dia lebih memperhatikan omelannya entah pada siapa.
"Lo nyari orangnya?", sahut seseorang dengan tiba-tiba seperti biasanya. Tapi kali ini wajahnya tidak langsung mencul di depan Azzura. Orang itu ada di belakangnya.
"Iya, lo tau?", tantang Azzura.
Azzura membalikkan badannya seratus delapan puluh derajat. Sama sekali tidak terkejut, sudah Azzura duga, permainan gila itu pasti ide Angkasa.
"Gue", jawab Angkasa.
Wajahnya sama sekali tidak menampakkan rasa bersalah. Bahkan Angkasa masih bisa tersenyum kepada cewek yang baru saja lewat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa
Romansa>> "Lo bertahan karena cinta, tapi kenapa lo nggak pergi saat lo benci?" ~Marcello Angkasa Raymond "Karena sebagian perasaan bisa aja berubah." ~Azzura Aldebaran "Tapi sebagiannya lagi nggak akan bisa berubah. Contohnya gue." "Kalau gitu nggak usah...