Satu minggu sejak kejadian di rumah Angkasa, mereka semua enggan saling berbicara, mungkin hanya bertatap muka dan itu pun sekadarnya.
Akhir-akhir ini juga Angkasa sudah tidak rajin menjemput Azzura ke rumahnya. Ya meskipun terlambat ke sekolah adalah kebiasaan Azzura yang belum bisa dihilangkan, tapi Angkasa perlahan-lahan mulai hilang dari kehidupannya.
Azzura melangkahkan kakinya memasuki ruang kelasnya, tidak ada yang berbeda, kecuali Angkasa, dia mulai sering tidak ada di dalam kelas.
"Rekor", teriak Arsen heboh sambil melirik ke arah jam dinding yang terpampang di atas pintu masuk.
Azzura memutar bola matanya malas lalu kembali berjalan ke tempat duduknya. Dia melempar tasnya ke sembarang arah. Lalu duduk.
"Lo tau Angkasa kemana?", mata Arsen berbinar, seperti seseorang yang sedang mengharapkan sebuah jawaban yang sebenarnya tidak pernah ada. Azzura menggeleng dan mengacuhkan tatapan Arsen.
"Lo pacarnya Angkasa kan?", pekik seseorang yang sekarang berada di ambang pintu. Benar kata orang, kita akan punya musuh jika berhadapan dengan orang bernama seperti Angkasa.
Azzura melirik sekilas lalu mengacuhkan orang itu. Tapi orang itu bersikeukeuh untuk mencari tau keberadaan Angkasa. Dia menghampiri Azzura dan sekarang mereka sudah berhadapan.
"Udah berapa kali gue bilang ke semua orang disini, gue nggak tau Angkasa dimana. Kenapa lo nggak tanya aja sama guru, barangkali tau", Azzura melangkah satu persatu meninggalkan kelas.
Dia mampir ke perpustakaan yang selalu sepi setiap saat. Kecuali kalau disana ada Venus, suasana akan berbeda seratus delapan puluh derajat.
"Gue udah cari Angkasa sampe melacak nomor handphone, tapi nggak ketemu juga", suara gelisah itu terdengar dari pintu masuk perpustakaan.
Azzura menoleh lalu memutar bola matanya jengah. Benar tebakannya, itu pasto Venus. Venus segera menghampiri Azzura dan duduk di sampingnya.
"Ada tiga kemungkinan, dia ganti ponsel, atau dia ganti nomor, atau sekarang dia jadi gelandangan dan nggak punya ponsel", Azzura memegang jidadnya. Rasanya jika di saat seperti ini dia tidak ingin mengakui Venus sebagai temannya.
"Lo masih jadi pacar Angkasa kan?", Venus menatap Azzura, menunggu jawaban keluar dari bibir mungil itu.
"Gue nggak pernah jadi pacarnya", tegas Azzura sembari menutup bukunya dan kembali memilah beberapa buku yang nantinya akan dia baca.
****
Bel pulang sekolah berbunyi, semua siswa berhamburan pulang ke rumah masing-masing. Azzura masih santai duduk di dalam kelasnya sambil mengemasi beberapa barang-barang.
"Ra, selama Angkasa belum balik, lo jadi kunci jawaban gue okay?", ucap Arsen sambil melambaikan tangannya.
"Ra, lo pasti tau sekarang Angkasa ada dimana kan? Lo lagi jadi detective couples sama Angkasa kan?", Azzura menghela nafasnya panjang dan memilih untuk diam.
"Ra, lo putus sama Angkasa? Wahh selamat yaa, gue ikut bersuka cita", Azzura tetap diam sambil mendesis kesal karena beberapa pertanyaan yang tidak masuk akal itu.
"Angkasa nggak bagkrut kan?", Azzura hanya mengangkat bahunya.
"Ya, meskipun dia miskin pun dia masih ganteng kok. Gue percaya Tuhan itu adil", ucap seseorang yang lain dengan wajah sumringah. Azzura sampai bergidik ngeri. Sepercaya itukah orang-orang pada Angkasa?
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa
Romansa>> "Lo bertahan karena cinta, tapi kenapa lo nggak pergi saat lo benci?" ~Marcello Angkasa Raymond "Karena sebagian perasaan bisa aja berubah." ~Azzura Aldebaran "Tapi sebagiannya lagi nggak akan bisa berubah. Contohnya gue." "Kalau gitu nggak usah...