Azzura tersenyum begitu saja. Tangannya menepuk bahu Peter lalu menjawab pertanyaannya sesuai dengan yang ada dalam hatinya.
"Aku suka sama kamu, Peter. Tapi hati aku nggak pernah ada buat kamu, jadi maaf yah," jawab Azzura yang dibalas senyuman dari Peter.
Yang jelas, Peter lebih banyak tersenyum dibandingkan Angkasa. Entah senyuman itu memang benar-benar sebuah tanda kalau dia sedang bahagia. Atau hanya sebuah cara untuk menutupi kesedihannya. Azzura masih berusaha untuk memahaminya.
Setelah lagu selesai, Azzura dan Peter kembali ke kawanan mereka. Sudah hampir habis makanan yang ada di atas meja. Peter langsung melirik ke arah Azka.
Cowok itu langsung mengedikkan bahunya sambil mengangkat ponselnya yang mana menunjukkan sedari tadi ia hanya sibuk dengan ponselnya. Posisi duduknya dengan kaki kanan yang dinaikkan di atas paha pun menjelaskan bahwa ia tidak makan banyak sejak tadi.
"Jadi, masalah PJ tuh akal-akalan temen lu doang, Ter. Dahal dia yang laper. Kan kampang banget nih bangkong," Arsen meringis begitu saja.
Tapi Elza justru tertawa. Ia nampak santai saja padahal uangnya sudah banyak terkuras untuk membeli sesuatu yang sama sekali tidak ia apa-apakan.
"Duduk sini, Ra. Lo belum makan kan? Nih gue ambilin," ucap Azka perhatian.
"Caelahh, mentang-mentang belum punya pacar aja lu malah nyerobot pacar orang," celetuk Arsen.
"Bukan gitu, Man. Amanat ini, amanat," ucapnya sambil mengambil beberapa makanan agar lebih dekat dengan Azzura. Lalu mengambilkan nasi juga ke piring yang kini sudah ada di depan Azzura.
Peter pun tampak tak mempermasalahkan ini sama sekali. Ia juga melakukan kesibukan lain yang dirasa cukup membantu menetralkan hatinya yang sedang bercampur aduk tak karuan.
"Bro, gue mau nanya nih," ucap Arsen sambil memasukkan sesendok cendol ke dalam mulutnya. "Emang bener yah, kalau gigi copot itu jadi matic?" tanya Arsen polos.
"Astaga, Za. Lo nemu pacar gini darimana sih? Mau-maunya aja punya pacar cem ni orang?" tanya Azka sambil menghadap ke arah Elza yang nampak tak perduli dan hanya fokus pada makanannya.
Elza mencomot salah satu kripik kesukaannya dan mulai asik dengan dunianya sendiri. Sesekali ia membuka mulut hendak mengatakan sesuatu, tetapi tidak jadi lagi.
"Gue liat di twitter bambang," elak Arsen.
"Ya gitu-gitu lo cerna dulu juga kali. Lu pikir motor?" Azka mendesis kesal.
"Mana ku tai," Arsen merasa tak perduli lagi.
"Tau bambang, tauu---," teriak Azka semakin kesal. Nadanya selalu naik satu oktaf setiap menjawab perkataan dari Arsen.
Bodohnya, mengapa Azka menjawab? Jika tidak menjawab pun Arsen takkan perduli seperti biasanya. Azka mencomot daftar menu yang ada di depannya lalu mengibas-ngibaskan tepat di depan wajahnya.
Hari ini listrik mati. Pendingin ruangan benar-benar tak ada gunanya lagi sekarang. Rasanya Azka ingin pulang lalu mandi.
Namun, karena permintaan Angkasa. Ia harus tetap di sini. Sebagai nyamuk. Bahkan setelah Arsen dan Elza pulang, Azka masih di sana. Dengan ekspresi tak mau tau, dia sibuk dengan ponselnya.
"Nggak pulang?" tanya Azzura heran. Biasanya kan Azka paling tidak suka jika kelamaan nongkrong.
"Nggak. Lagi wifi-an," ketus Azka.
"Gara-gara sering bales omongan dari Arsen lu ikutan bego juga yah, Ka," sahut Peter. Azka menautkan kedua alisnya. Lah bener kan? Memangnya salah?
"Ya jelas salah lah! Listriknya juga mati. Lu pikir wifi pakai tenaga angin?" Peter terkesimak.
Melihat teman-temannya yang sebegitu anehnya. Mengipas-ngipaskan wifi? Buat apa woi?
"Kan lu nyalain hotspot, Jono," Azka mengetuk-ngetukkan kepalanya. Mengingatkan bahwa ia tidak sebodoh itu.
Peter cengo. Sekarang ia menyadari dirinya lebih bodoh dari orang yang ia katakan bodoh. Bodohnya lagi, ia baru menyadari ketika sisa kuotanya hanya tersisa 50mb.
Azzura hampir saja tertawa ketika pintu cafe terbuka dan menampakkan seseorang di sana. Itu Elang. Perasaan Azzura memintanya datang menemuinya besok? Lagipula siapa yang memberitahu Azzura ada di sini sekarang?
Elang menghampiri meja di mana Azzura duduk. Menyadari beberapa hal. Yang pertama, tidak ada waktu selain hari ini untuk menghabiskan sepanjang hari di toko buku karena besok Elang akan ada study ke negeri paman sam. Yang kedua, Elang rindu Azzura. Yang ketiga, sepertinya ia mulai jatuh hati.
"Boleh duduk di sini?" tanya Elang sebelum akhirnya ia duduk di sebelah Azka.
Suasananya mendadak tegang. Beberapa kali Azzura melirik ke arah Peter yang tengah asyik memperpanjang cacingnya di ponsel.
"Besok aku pergi, Ra. Kalau mau hari ini aja kita ke toko buku," tawar Elang.
"Aku juga bisa nemenin kamu kalau besok dia nggak bisa," ucap Peter tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponsel.
"Oh ya udah nggak papa. Cuma mau nitip ini doang," Elang mengeluarkan satu kresek hitam dari balik punggungnya.
Diletakannya di atas meja. Lalu ia berpamit hendak pergi. Mencoba ikhlas.
Azzura justru tambah bingung. Ia menaikkan sebelah alisnya. Mendekatkan kresek hitam itu kepada dirinya. Lalu perlahan melihatnya dari celah-celah yang terbuka.
"Ini bukan baju saya, Kak," timpal Azzura setelah melihat sebuah dress berwarna biru langit di dalamnya.
"Iya. Kemaren aku tanya ke Angkasa, katanya kamu suka warna itu," Azzura hanya berdeham. Bola matanya berputar jengah setiap mendengar nama itu.
"Besok kalau ada waktu jam 7 anter aku ke bandara mau nggak?" tanya Elang sedikit berharap.
"Manja!" timpal Azka cukup kesal.
"Ka, Kak Elang kan mau pergi. Jadi ga ada salahnya kan temenin dia?"
"Salahnya, nanti jari gue ngebet buat kasih tau Angkasa," celetuk Azka.
"Emang hubungan Azzura sama Angkasa apa?" tanya Peter heran. Dirinya sendiri yang jadi pacarnya aja tidak apa-apa.
"CST."
"Paan tuh?" tanya Peter semakin kepo. Ia bahkan rela mematikan cacingnya hanya untuk mencari tau.
"Cuma sebatas teman, Man," Azka menghembuskan nafasnya. "Hehe," diiringi satu kali tertawa. Dan itu telat banget.
Beberapa saat kemudian setelah Elang meninggalkan cafe. Sebuah notif masuk di instagram Azzura. Kemudian wajahnya nampak bingung.
Angkasa_Ray1203
TGIF😫"Si Angkasa napa tuh?" tanya Azzura pada Azka.
Peter yang tengah mengambil mobil di parkiran tentunya tak akan tau apapun. Azzura tidak berniat membohongi Peter. Dia hanya tak ingin Peter merasa sakit hati. Karena di pun pernah merasa.
"Habis gue kirimin pap lo sama Peter, jadi stress begono tuh," jawab Azka yang nampak frustasi dengan game-nya yang tak pernah menang. Apalagi jaringannya semakin jauh.
"Emang TGIF tuh apaan?"
"Nggak tau ya?"
Azzura menggeleng polos. Azka tersenyum. Dia memasukkan ponselnya ke dalam saku lalu berniat untuk menjelaskan dengan ekspresinya sendiri.
"Tolong Gusti, I'm frustasi," ucap Azka sambil memegangi kepalanya sendiri. Menghayati pelafalannya. Azzura terkekeh sendiri.
*****
Thanks untuk para pembaca:)
Jangan lupa buat vote ya:)
Author ga pernah lupa ingetin kalian buat vote loh yaa:v. Kaliannya jangan lupa juga dong:)
See you next part:)
Love you all:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa
Romance>> "Lo bertahan karena cinta, tapi kenapa lo nggak pergi saat lo benci?" ~Marcello Angkasa Raymond "Karena sebagian perasaan bisa aja berubah." ~Azzura Aldebaran "Tapi sebagiannya lagi nggak akan bisa berubah. Contohnya gue." "Kalau gitu nggak usah...